"Hai Papa baru apa kabar? Pasti kabarnya baik banget dong. Jangan lupa baca doa sebelum keluar rumah, nanti kalau kenapa-kenapa bahaya loh. Siapa juga yang bahagia pasti gue tentunya," sapa Jali sembari menyindir sang Papa tiri.Haris yang hendak pergi keluar rumah untuk mengantarkan istri yang baru saja dinikahinya kemarin itu meminta agar Haris mengantarkan hari ini untuk ke kantor. "Maksud Lo apa ngomong kayak gini Rojali Abdul Manaf?!" jawab Haris sembari mengangkat sebelah alis. Heran sekali tatkala anak tiri yang seumuran dengannya tiba-tiba berkata seperti itu."Gue cuma mau ngasih Lo selamat atas keberhasilan Lo sebab telah menikahi Mama gue. Sekarang cita-cita Lo berarti sudah terjawab sudah kalau Lo ingin menguasai harta kekayaan Mama gue bukan?!... Sudah bisa ditebak kok memang pria murahan seperti Lo itu hanya menginginkan harta saja 'kan?!... Lucu banget sih Lo. Kalau mau uang itu kerja bukan morotin wanita," sindir keras mulut Jali.Tatkala telinga Haris mendengar itu
"Mak apa ada Diandra?" Terdengar sahutan suara pria menanyakan namaku. Dari suaranya sudah tak asing lagi. Dia adalah Rojali.Aku yang sedang santai dengan ponsel di tangan, menoleh ia arah suara tersebut terlihat Jali berdiri di samping Emak. Sedangkan aku melihatnya di balik kaca."Ada sedang di dalam masuk aja," papar Mak Jamilah kembali melakukan aktivitasnya menyapu halaman rumah yang banyak dedaunan gugur sebab sedang musim angin dan hujan."Emak kenapa gak kerja? Padahal Mama sudah menunggu emak dari tadi?" tanya Jali kembali."Emak sedang sakit pinggul jal, sepertinya Emak sudah terlalu tau hingga tenaga Emak sudah tidak kuat sekarang. Ditambah badan Emak sedang tidak sehat sama sekali Jadi Emak sementara ini akan beristirahat dulu Jali," tutur Mak Jamilah."Kalau begitu semoga cepet sembuh ya Mak, pokoknya doaku selalu menyertaimu," ungkap Jali sembari melenggang ke arah rumah untuk mencariku.Aku menghela nafas dengan kasar, sebelum dia masuk alangkah baiknya aku sudah siap
"Nih tisu," sahut Jali dengan tangan menyodorkan selembar tisu.Awalnya aku menoleh pada wajahnya setelah itu aku melirik tisu yang berada di tangan Jali.Tanganku mengulur untuk mengambil tisu yang Jali sodorkan, "Terimakasih.""Lo gak usah sedih gitu dong, gue jadi tak kuasa melihatnya. Gue suka gak enakan kalau lihat cewek menangis. Percuma juga Lo nangisin laki-laki kayak Haris itu. Seharusnya Lo bersyukur tidak dijodohkan dengannya," papar Jali sambari menghembuskan bokongnya di kursi bersamaku."Iya omongan Lo ada benarnya juga sih, tapi seenggaknya gue perlu waktu untuk melupakan seseorang. Apalagi Haris seenggaknya telah membuat hari-hari yang kulalui berwarna.""Iya sih gue paham itu. Malah sekarang gue yang bingung, gimana caranya agar Haris menceraikan Mama gue. Dan agar Mama tau kalau Haris bukan laki-laki yang mencintainya apa adanya," ungkap Jali mengeluarkan seluruh uneg-uneg yang dipendamnya selama ini.Aku ikut heran tatkala mendengar itu."Maksud Lo?" tanyaku."Lo ma
Ku ambil beberapa bahan di dapur untuk membuatkan Emak bubur, kalau hanya mengandalkan beli jam segini kayaknya bubur sudah habis. Saat tanganku mengulur untuk mengambil beras ternyata beras tersebut nampak tinggal sedikit lagi, ku pandangi wajah tersebut secara gamang. Emak lupa beli beras apa kenapa ya? Kok wajahnya kosong begini, akan tetapi masih ada sedikit lagi, kayaknya cukup kalau hanya membuat bubur saja.Ku perhatikan juga isi kulkas nampak kosong. Maklum beberapa hari ini aku jarang sekali masak, makannya baru baru mengetahuinya sekarang.Apa mungkin Emak sudah tidak punya lagi uang untuk membeli bahan dan juga beras. Tapi kenapa Emak gak bilang sama aku, seenggaknya aku punya beberapa uang untuk membeli bahan itu. Melihat keadaan ini semua tiba-tiba saja dadaku sesak ikut nyeri. Aku terlalu sibuk memikirkan dunia kegalauan karena cinta hingga aku lupa kalau ada Emak yang membutuhkan uang. Astaghfirullah mendadak kepala ini terasa pening, tiada cara lagi yang bisa ku laku
"Gue pilih baju yang ini saja, sudah cukup, baju pilihan Lo itu gak pantas sama sekali di Badan gue," kataku sembari mengacungkan gantungan baju dan baju dres hitam pendek selutut.Jali hanya mengangguk sembari masih cengengesan.Setelah beberapa saat aku mengganti baju juga di dandani oleh pegawai butik, akhirnya telah usai juga. Terlihat rapi walaupun jauh dari biasanya. "Sekarang semuanya telah selesai ayo kita pergi kerumah Lo, gue sudah gak sabar ingin semua pekerjaan ini kelar," ajakku sembari menarik tangan Jali. Akan tetapi sepertinya Jali malah melongo ternganga tatkala melihat yang sudah berubah. Aku memakai dres hitam pendek selutut dan juga rambut panjang sengaja diuraikan. Baru kali ini aku menguraikannya. Biasanya aku selalu mengingatnya setiap kali aku keluar. Tak lupa juga aku memakai lipstik yang berwarna merah bata membuat bibirku yang tipis ini seksi seketika. Wajahku di olesi oleh make up yang lumayan natural hingga aku tidak kelihatan layaknya tante-tante. Aku
"Silahkan masuk, pokoknya Lo sudah mempersiapkan semuanya bukan?" tanya Jali tatkala kami baru saja sampai di teras rumah depan.Tangan Jali mengulur untuk membuka pintu, akan tetapi tiba-tiba saja pintu utama tersebut terbuka dengan sendirinya. Bude Meri tak sengaja yang membuka daun pintu tersebut.Krieet!Pada saat membukanya bersamaan dengan kedatangan kami. Pandangan bude Meri tak bisa berpaling pada hal lain selain hanya padaku. Tatapan itu begitu susah diartikan, akan tetapi aku tau kalau dia tidak menyukai kedatanganku."Eh bude, apa kabar?" tanyaku sembari mengulurkan tangan bermaksud untuk memberi salam. Namun, di saat tangan ini telah mengulur tak ada sama sekali repson yang membalasnya. Ia hanya terdiam sembari melihat uluran tanganku."Baik!" balasnya cukup begitu ketus.Aku dan Jali saling berpandangan. Entah kenapa Bude Meri tak mau membalas uluran tanganku. Hingga kembali ku tarik uluran tangan itu. Jangan di tanya lagi sudah pasti kena mental sebab malu dan juga sakit
"Mbak Meri Susanti," sapa pria muda yang bermata sipit. Seketika Mbak Meri menoleh ke arah suara barusan,wajahnya tak berkedip sama sekali saat lelaki muda itu menghampiri. "Ada apa?" tanya Meri sembari melempar senyuman lembut pada pria yang saat ini menjadi suami dari adiknya itu."Apa kau tau bahwa Jali akan menikah dengan wanita miskin itu, apa kamu tau juga bahkan keinginan wanita miskin itu tercapai, sesungguhnya dia hanya menginginkan harta yang dimiliki Jali dan bukan menikah karena cinta. Apa tidak keterlaluan menurutmu, lebih baik kita buat rencana agar pernikahan Jali gagal. Biar aku bantu semampuku, aku tidak setuju sama sekali kalau kekayaan istriku nantinya akan habis sebab di peras wanita itu," papar Haris menegaskan. Sengaja dia menghasut sang Kakak ipar agar Jali tidak jadi menikah dengan wanita yang kini menjadi mantannya itu, yaitu Diandra."Kata siapa mereka akan menikah?" tanya Meri sembari mengerutkan dahi, merasa heran saat mendengar pernikahan Jali."Kalau Mb
"Apa?! Besok menikah?"Aku begitu terkejut tatkala besok adalah hari pernikahanku bersama Rojali pria rese yang otaknya berada di dengkul. Aku mengusap wajahku tak percaya kalau hari pernikahanku akan secepat ini."Iya Dian, nunggu apa lagi? Kita sudah lama juga tunangan. Lagian dari pada Lo dagang cilok ya mending lo jadi istri bayaran gue aja, bayarannya juga lebih mahal. Jadi Lo sama Emak bisa terpenuhi semua kebutuhannya," papar Rojali meyakinkan niatnya akan membawaku ke jalan yang lebih baik."Bukan masalah itu Jali, tapi melepas masa lajang itu tidaklah gampang. Apalagi gue sama Lo gak saling mencintai. Bahkan Lo mencintai wanita lain begitupun juga gue malah mencintai pria lain," ungkapku sembari memasang wajah melas."Emang Lo masih cinta sama si Haris, Lo gak kapok sama dia, dia hanya menggap Lo sebagai obat oskadon doang kok. Cuma nyari Lo di saat dia gabut aja, lalu kalau ada nyokap gue, Lo malah dibuang dengan sia-sia. Yang dia butuhkan itu uang Dian uang, bukan cinta. Pe
Hati gelisah tak menentu, kemana lagi Jali harus mencari istrinya yang hingga kini belum pulang. Sedangkan setahu Jali, Dian tidak punya sahabat ataupun kerabat lagi selain emaknya sendiri, kalau ke rumah Alina mana mungkin, sudah lama mereka tidak akur disebabkan memperebutkan cinta seorang Rojali. "Dian, Dian Lo di mana?" gumam Jali sembari pikirannya terus mencari. Padahal diluar hujan amat deras ditambah suasana terang pun sebentar lagi akan menjadi gelap. Jali menunggu di teras rumah. Sesekali pria bertubuh tinggi itu melihat ponsel, dan menghubungi istrinya akan tetapi masih tidak ada jawaban."Percuma kamu menunggu wanita itu sampai kapanpun sebab dia tidak akan balik lagi kesini," kata Bu Janita yang hendak menemani Jali."Ma, apa Mama tau Dian kemana? Mana mungkin Mama tidak tau seharian ini Dian dirumah bersama Mama?" tanya Jali dengan tatapan kosong itu. "Mama tidak tau apapun Jali!" selalu itu yang terlontar dari jawaban sang Mama.Sebentar lagi adzan magrib akan berkum
Setelah kepulangan Jali dari kantor untuk menggantikan Bu Janita kerja. Lantaran Bu Janita hari ini tidak bisa masuk dikarenakan kepalanya yang terasa pening sebab terlalu memikirkan pernikahan sang anak.Jali melenggang gontai sembari matanya terus melirik ke arah ruangan kamar dan juga semua penjuru ruangan. Disisi lain dia mencari sang istri yang tak terlihat batang hidungnya sama sekali. Hatinya bertanya dimanakah istrinya. Akan tetapi pikirannya langsung menjawab positif bahwa sang istri sedang keluar atau memasak di dapur. Setelah beberapa saat rebahan di kamar, Jali pun merasa terheran. Biasanya kalau Jali baru pulang, jam segini paling istrinya ada di kamar. Akan tetapi kali ini tidak terlihat sama sekali.Dengan rasa penasaran yang memuncak pria berhidung mancung itu melenggang menuju lanttai bawah. Ia mencari di setiap penjuru ruangan dilihatnya secara saksama, namun tak ada sosok sang istri yang terlihat melainkan ada sang Mama yang sedang sibuk dengan ponsel di tangannya.
"Saya beri kamu 2 pilihan, kamu mau pergi dari rumah ini secara diam-diam tanpa sepengetahuan jali atau kamu mau bercerai dengan anak saya? Sebab saya tidak rela anak saya harus bersanding denganmu."Wanita setengah baya itu memberikan dua pilihan yang membuat nafas Diandra sesak. Awalnya Dian sangat enggan dan menolak untuk membuka mulut lantas pilihan tersebut sangat susah untuk dipilih. Bu Janita melangkah mengelilingi kediaman menantunya yang saat ini masih berdiri, mematung dengan pikiran yang melayang jauh entah kemana. "Cepat bicara?! Kesabaran saya sudah habis, saya benar-benar marah dan benci sama kamu Dian, andai saya tau kalau kamu itu wanita miskin yang memang matre mungkin saya tidak akan pernah mau menjodohkan kamu. Nyatanya saya hanya di bohongi oleh wajah polos yang kamu miliki!"Begitu geram Bu Janita memaksa Dian untuk memilih salah satu pilihan yang membuat Dian tidak sanggup untuk memilih. Dian terdiam mematung dengan deraian air mata yang terus saja berlinang mem
"Tadinya aku menikahi Dian atas di dasari karena paksaan Mama dan juga aku ingin membuat Haris cemburu, tapi nyatanya malah aku yang mulai menyukai Dian Ma, aku mohon jangan biarkan aku berpisah dengannya lagi Ma," ungkap Jali. Akan tetapi Bu Janita sangat kecewa dengan kedua pasangan itu terutama pada sang menantu yang tega membohonginya dan mau dibayar oleh Jali. Seharusnya Dian tidak harus melakukan itu demi sebuah uang."Tapi Mama sudah terlanjur kecewa sama kamu dan istri kamu! Jangan-jangan sekarang juga kamu membohongi Mama lagi kalau kamu mempunyai perasaan pada Dian. Pokoknya Mama tidak mau percaya dengan kamu Jali. Dan Mama tidak suka melihat Dian, terserah kamu, kalau kamu tidak mau pergi dari sini kamu ceraikan istri kamu yang murahan itu! Mama sangat eneg lihatnya. Masih banyak perempuan di luar sana yang lebih istimewa dan mempunyai harga diri," sahut Bu Janita dengan emosi yang meluap. Ia begitu kecewa saat tau bahwa pernikahan sang anak adalah pernikahan bayaran. Bah
"Sayang aku mau ke kamar duluan ya kalau kamu mau disini dulu."Jali melenggang ke lantas 2 menaiki tangga untuk menyimpan tas besar yang saat ini Dian bawa. Kali ini Dian membawa beberapa foto dan juga barang kesayangannya yang sempat ia simpan di rumah Emak.Padahal wanita muda berbulu mata lentik itu masih merasakan betah dirumah masa kecilnya dulu. Akan tetapi Jali memaksanya untuk pulang ikut bersamanya.Aku terpaku di ruangan utama, kaki Dian rasanya pegal sekali walaupun Dian baru saja menaiki mobil saat datang kesini."Berani juga ya kamu datang lagi kesini! Gak tau malah banget! Sudah menjadi pengganggu suami mertuanya, eh malah balik lagi. Kalau aku sih malas banget! Malu banget! Mau ditaruh dimana muka yang cantik ini, Dasar pengganggu suami orang. Eh bukan suami orang lebih tepatnya suami mertua sendiri! Menanti macam apa?!" Ledekan pedas itu sudah sering Dian dengan, dan suara yang meledek Dian pun tak lain adalah wanita yang pernah mewarnai kehidupan suaminya."Eh Rindu
"Jangan sebut istriku murahan Ma. Dian kamu yakin 'kan tidak bermaksud menggoda Haris? Sekarang kamu katakan di hadapan kami semua kalau kamu tidak bersalah," titah Jali sembari memandang sang istri penuh rasa bersalah sebab sebelumnya ia septa tak percaya."Iya, aku sama sekali tak mencintai siapapun terkecuali suamiku sendiri," ungkap Dian.Wanita muda cantik terkejut tatkala sang suami kini mulai mempercayainya, dengan senang hati Dian memeluk Jali di hadapan semua anggota keluarganya membuat Emak Jamilah seketika terharu melihat adegan sepasang sejoli yang tak ingin dipisahkan itu.Dian pun tak menyangka kalau akhirnya dia bisa lagi memeluk tubuh sang suami dengan erat setelah permasalahan yang hampir saja membuat dirinya dan Jali berpisah untuk selamanya.Mak Jamilah tersenyum penuh kebahagiaan yang tiada Tara, ia ikut senang dengan kehadiran Jali yang datang disaat waktu begitu tepat."Sayang pokoknya aku gak mau tau, Jali dan Dian harus bercerai, mereka tidak boleh disatukan, s
Pagi ini langit amatlah mendung ditemani rintikan hujan membasahi genting dan juga halaman semuanya nampak basah. Dian yang kala itu sedang termenung, berharap hadirnya kedatangan seseorang, tapi mungkin semuanya hanya bayangan semata. Mata mungkin suaminya datang kesini."Dian ayo makan," titah Mak Jamilah tatkala sang cucu malah tak bergeming sama sekali. Mak Jamilah pun mengambil tindakan dengan mengambilkan nasi pada piring kosong milik Dian. "Mak, gak usah repot-repot, Dian sedang malas makan, nanti saja makannya ya," sahut Dian sembari menolak sepiring nasi putih yang disodorkan Mak Jamilah."Dian kamu kemana?" seru Mak Jamilah pada sang cucu yang tiba-tiba saja gegas bangkit meninggalkan meja makan.Mak Jamilah pun nampak bingun dengan keadaan semua ini. Dian kembali duduk di ruang utama sembari matanya terus saja memandangi air hujan yang semakin siang semakin deras. Percikan kerinduan mulai terasa, nyatanya jauh dari sang suami membuatnya sangat terpuruk. Padahal baru saj
"Dian, kamu kenapa Nak, kenapa harus menangis? Apa yang sedang terjadi? Kenapa kamu kesini sendiri? Suamimu mana?" Pertanyaan demi pertanyaan keluar dari mulut nenek tua yang telah keriput dimakan usia. Emak Jamila begitu kaget saat melihat keadaan sang cucu yang telah menangis tersedu-sedu. Mata lentik Dian kini berubah menjadi bengkak disertai warna merah."Mak Dian di fitnah oleh Haris dan bude Meri, mereka menuduh Dian berselingkuh, padahal aku sama sekali tidak melakukan hal keji itu, apalagi saat ini statusku istri orang. Mana berani aku melakukan itu," tak hentinya wanita muda itu menangis.Dian memeluk tubuh sang nenek, walaupun air matanya tak henti terus saja luruh. Dengan perlahan Mak Jamilah mengelus bahu Dian dengan telapak tangan begitu lembut."Kita masuk Nak, bicarakan di dalam saja, tidak enak kalau orang lain melihat kamu sedang menangis begini," sahut Mak Jamilah sembari memapah tubuh Dian yang nampak lemas itu.Mak Jamila membawa cucunya masuk kedalam rumah dan me
"Apa maksud kalian dengan semua ini?!" tiba-tiba saja Bu Janita bersama Jali datang sembari melotot.Bagi Janita hari ini adalah hari yang terburuk, rasanya seperti si sambar gledek disiang bolong. Menantu kesayangannya berselingkuh dengan suami muda yang amat dicintainya.Janita memperlihatkan sebuah gambar, yang memang mambuat Dian dan Haris tentu saja terlonjak kaget, gambar yang di perlihatkan Janita, yakni gambar saat Haris mencium Diandra tadi.Mata Dian melirik bergantian pada kediaman bude Meri, wanita berparas cantik itu yakin bahwa Foto itu pemberian dari bude Meri, pantas saja ia merasa bahwa ada sinar Blige ponsel pada saat Haris hampir saja menodainya."Ma, tadi Haris mau melukai aku makannya dia menciumi secara paksa, tadi aku sudah coba melawan akan tetapi tanganku tak bisa melawan dan memberontak," ungkapku tergopoh menjelaskan pada sang mertua.Akan tetapi sepertinya Bu Janita tak percaya sama sekali sebab ia membaca pesan dari bude Meri bahwa Diandra menggoda Haris -