Begitupun dengan Jali, Persia berbaju kaos oblong hitam itu nampak heran tatkala sang Mama malah ingin menunda pernikahannya yang sejak dulu diharapkan dan bahkan diperjuangkan itu."Ya sudah kalau itu keputusan yang terbaik untukmu Jali, Mama harap kamu tidak terburu-buru. Tapi kalau memang kamu sudah siap segalanya maka Mama hanya bisa mendukung dan mendoakan yang terbaik untuk anak lelaki kesayangan Mama ini," tutur Bu Janita sembari melemparkan senyum dan juga mengusap pipi Jali dengan penuh kelembutan.Tatkala memandang sang anak berapa hati Bu Janita merintih. Sampai saat ini Bu Janta selaku ibu kandung belum bisa membahagiakan sang anak dan juga melihat anaknya hidup dengan tenang bersama pasangan. Semoga saja dengan adanya perjodohan ini hidup Jali berubah dan lebih baik dari kehidupan sebelumnya. Janita pun tidak bisa melarang lagi keinginannya kali ini. "Kalau begitu Mama permisi Jali, semoga besok akan menjadi hari yang membahagiakan untukmu dan juga istrimu," ungkap Janit
Ting nong!Suara bel berbunyi, menandakan bahwa ada seseorang diluar sana yang sedang menunggu untuk dibukakan pintu.Haris gegas beranjak untuk membukakan pintu dan ternyata yang datang begitu mengejutkan mata Haris. Pria bertubuh kekar disertai baju yang serba putih tersenyum manis menyapa Haris yang sedang membukakan pintu."Pe-perasaan saya tidak menghubungi dokter? Tapi kenapa ada pak dokter kesini?" tanya Haris terheran.Pria muda itu bukannya membiarkan dokter masuk, akan tetapi ia malah kebingungan dengan tangan terus saja menggaruk kepala."Eh pak dokter sudah sampai rupanya. Mari Pak masuk, ibu saya sudah menunggu anda sejak dari tadi," sahut Jali menerobos kediaman Haris yang sejak tadi melongo di ambang pintu.Haris hanya terdiam membisu sembari wajahnya nampak panik, bibirnya juga ikut gelagapan."Ma, ini ada pak dokter Hanip. Mama harus diperiksa olehnya supaya penyakit Mama sembuh dan kita bisa tau kalau perut Mama kenapa," ujar Haris.Bu Janita meneguk air liurnya deng
"Mana sih pengantin prianya, mau datang gak sih! Janji jam 8 pagi ini sudah jam 10 lebih! Kalau tau akan begini akhirnya mending saya datang ke pernikahan yang lain saja. Bukan hanya disini doang, tapi banyak orang yang harus saya nikahkan pada hari ini," gerutu Pak penghulu mulai gelisah disebabkan terlalu lama menunggu pengantin pria yang tak kunjung datang."Diandra mana Rojali? Apa kamu sudah menghubunginya?" tanya Emak Jamilah ikut merasakan gelisah dan juga resah."Barusan dia ngabarin suruh pak penghulu sabar dulu. Karena dia menuju kesini, saya harap juga pak penghulu sabar lah dulu. Palingan sekarang sedang di perjalanan," kataku sembari mencoba menghubungi Jali. Akan tetapi belum ada jawaban lagi setelah ia hanya membalas pesanku sekali saja.Hatiku rasanya bergelombang, Jali niat gak sih nikahi aku? Walaupun bukan pernikahan yang aku harapkan. Tapi seenggaknya kalo dia gak niat gak usah bohongi aku. Apa jangan-jangan ini hanya jebakan dia sebab ingin mempermalukan aku saja.
"Eh Bu sari jangan-jangan Diandra itu punya kutukan loh," sahut Ceu Odah."Hah kutukan? Kutukan apa maksudnya Ceu?""Itu loh Bu, suami pertama menikah 3 bulan langsung metong gara-gara tertabrak mobil terus kemarin pas mau nikah calon suaminya malah kecelakaan, apa lagi kalau bukan kutukan coba?" jelas Ceu Odah."Masa sih, emang kutukan apa yang sudah merasuki tubuhku ini?" tanyaku dengan lemah gemulai.Di sekeliling warung terdapat beberapa orang ibu-ibu sedang berkumpul. Aku dan Emak tak sengaja lewat dan disana telingaku mendengar jelas apa yang mereka bicarakan. Entah mereka sengaja bicara seperti itu atau tidak, aku tidak tahu. "Diandra?" sahut Bu Sari nampak tercengang.Semua pandangan berpusat padaku."Kalian pikir aku ini nenek sihir apa dapat kutukan segala. Mulut Ceu Odah ku kutuk jadi batu biar kagak bisa ngomong lagi! Mau?" gerutuku tak terima tatkala mereka berbicara sembarangan."Di-dian sejak kapan kamu disitu?" tanya Ceu Odah sembari nyengir kuda."Sejak Ceu Odah meng
"Ngomong-ngomong kok Lo bisa sih Jal, pake acara nabrak pohon beringin segala. Aneh banget pohon malah Lo tabrak bukannya Lo sayang, 'kan kasihan tuh pohon. Untung pohonya selamat kaga napa-napa," canda memecah keheningan."Pohon sih iya emang kaga napa-napa tapi gue yang parah. Gue merasa ada yang janggal banget kok tiba-tiba mobil gue remnya blong ya. Padahal Minggu lalu gue sudah Service tuh mobil. Aneh banget, kayaknya ada seseorang di balik rem gue yang blong itu," ungkap Jali terheran."Maksud Lo ada dalang di balik tragedi kecelakaan Lo gitu? Siapa?" tanyaku sambil mengerutkan dahi, memperhatikan Rojali."Gue curiga sama Haris sih.""Haris! Masa iya sih dia tega gitu mau bunuh Lo? Gue gak percaya ah. Lo jangan mengada-ngada dan jangan pernah menuduh orang yang tidak-tidak. Lo harus bersyukur Lo masih selamat sekarang," sergahku menepis pikiran buruk Jali."Tapi kalau bukan Haris, lantas siapa lagi. Hanya dia juga kok yang benci sama gue," ungkap Jali terkekeh."Ya bisa aja mobil
"Sah?" "Sah," ucap riuh para saksi yang datang menghadiri acara pernikahan aku dan Jali.Kali ini, pada hari Senin aku dan pria muda itu resmi menikah. Kini Jali resmi menjadi suamiku.Entah kenapa hatiku rasanya berbunga-bunga, padahal sama sekali kami tidak merasakan hal cinta apalagi saling menyayangi. Bahkan pernikahan ini aku setuju sebab aku sepakat untuk gazi yang ia janjikan yaitu 50 juta dalam sebulan. Akan tetapi kesepakatan ini hanya kita berdua yang tahu.Ku kecup tangan lembut yang mengulur itu, yaitu tangan suamiku. Dan begitup dengan Rojali Abdul Manap dia juga mengecup keningku dengan pelan."Selamat ya kalian kini telah menikah," ucapan selamat yang terdengar pertama kalinya dari Bu Janita. Wanita setengah baya itu kini resmi menjadi mertuaku."Terimakasih Ma," kini ku kecup tangan lembut sang Mama. Lantas aku segera memeluk tubuhnya yang molek itu. Rasanya baru kali aku merasakan hal yang ku inginkan yaitu memeluk seorang ibu. Walaupun bukan ibu kandungku.Lalu set
Aku menghela nafas begitu berat, mencoba menarik nafas lagi dan lagi. Rasanya tidak betah, malam ini aku harus tidur di kamarku bersama seseorang yang telah menjadi suamiku, Rojali tertunya. Setiap kali mendengar nama itu, ingin sekali aku muntah. Pria manja dan banyak gaya."Selamat malam istriku?" godanya ketika baru saja dia memasuki kamarku yang sempit ini. Ingin rasanya aku melemparkan bantal pada wajahnya yang membuat mood ku hancur dan ingin membanting kan sesuatu setiap kali melihat wajah itu."Istriku! Istriku! Gue cuma istri bayaran Lo, kalo aja gue gak dibayar mana mau gue menikah sama cowok PA kaya Lo. Udah nyali Lo loyo di tampah wajah Lo kayak tutup panci. Wanita mana sih yang mau sama pria letoy kayak gitu!" Aku sangat menggerutu tatkala mendengar pria itu mengucapkan kata istri padaku. Kadang aku mikir aneh pada diriku sendiri, kok mau ya di bayar jadi istrinya. Padahal kerjaan yang lain banyak? Andai ekonomiku berkecukupan, mungkin aku ogah menjadi istri bayaran. Aka
"Aaaaaaah, Lo jali ngapain ada disini?! Ini 'kan kamar gue!" Teriakku begitu menggelegar, pagi-pagi aku telah dikejutkan dengan adanya tubuh pria itu di samping, dan lengan memeluk tubuhku."Lo lupa ya kalau sekarang gue jadi suami Lo, dan harusnya gue yang tanya? padahal semalam Lo tidur di atas ranjang. Tapi kenapa sekarang Lo malah tidur disini. Jangan-jangan Lo semalam ngerayap ya sebab ingin tidur di kamar gue. Tapi Lo sok-sokan gengsi," tuduh Jali.Aku bergidik geli, saat terbangun memang aku tidur bersamaan di tikar, kenapa bisa? Padahal memang semalam aku tidur di atas ranjang sendiri."Lo gak apa-apain gue 'kan? Jangan sampai Lo ambil kesucianku," tuduhku pada Jali."Lo lupa kalau udah gak suci lagi?! PA Lo!" "Oh iya, gue 'kan janda. Tapi Lo yakin gak ngerebut kejandaan gue?!" tanyaku lagi.Jali hanya tersenyum sinis sembari hanya menoleh sebentar."Tanya aja pada diri Lo, gue mau mandi," ungkapnya sembari melenggang ke kamar mandi yang ada di ruangan dapur. Kebetulan kamar