"Ngomong-ngomong kok Lo bisa sih Jal, pake acara nabrak pohon beringin segala. Aneh banget pohon malah Lo tabrak bukannya Lo sayang, 'kan kasihan tuh pohon. Untung pohonya selamat kaga napa-napa," canda memecah keheningan."Pohon sih iya emang kaga napa-napa tapi gue yang parah. Gue merasa ada yang janggal banget kok tiba-tiba mobil gue remnya blong ya. Padahal Minggu lalu gue sudah Service tuh mobil. Aneh banget, kayaknya ada seseorang di balik rem gue yang blong itu," ungkap Jali terheran."Maksud Lo ada dalang di balik tragedi kecelakaan Lo gitu? Siapa?" tanyaku sambil mengerutkan dahi, memperhatikan Rojali."Gue curiga sama Haris sih.""Haris! Masa iya sih dia tega gitu mau bunuh Lo? Gue gak percaya ah. Lo jangan mengada-ngada dan jangan pernah menuduh orang yang tidak-tidak. Lo harus bersyukur Lo masih selamat sekarang," sergahku menepis pikiran buruk Jali."Tapi kalau bukan Haris, lantas siapa lagi. Hanya dia juga kok yang benci sama gue," ungkap Jali terkekeh."Ya bisa aja mobil
"Sah?" "Sah," ucap riuh para saksi yang datang menghadiri acara pernikahan aku dan Jali.Kali ini, pada hari Senin aku dan pria muda itu resmi menikah. Kini Jali resmi menjadi suamiku.Entah kenapa hatiku rasanya berbunga-bunga, padahal sama sekali kami tidak merasakan hal cinta apalagi saling menyayangi. Bahkan pernikahan ini aku setuju sebab aku sepakat untuk gazi yang ia janjikan yaitu 50 juta dalam sebulan. Akan tetapi kesepakatan ini hanya kita berdua yang tahu.Ku kecup tangan lembut yang mengulur itu, yaitu tangan suamiku. Dan begitup dengan Rojali Abdul Manap dia juga mengecup keningku dengan pelan."Selamat ya kalian kini telah menikah," ucapan selamat yang terdengar pertama kalinya dari Bu Janita. Wanita setengah baya itu kini resmi menjadi mertuaku."Terimakasih Ma," kini ku kecup tangan lembut sang Mama. Lantas aku segera memeluk tubuhnya yang molek itu. Rasanya baru kali aku merasakan hal yang ku inginkan yaitu memeluk seorang ibu. Walaupun bukan ibu kandungku.Lalu set
Aku menghela nafas begitu berat, mencoba menarik nafas lagi dan lagi. Rasanya tidak betah, malam ini aku harus tidur di kamarku bersama seseorang yang telah menjadi suamiku, Rojali tertunya. Setiap kali mendengar nama itu, ingin sekali aku muntah. Pria manja dan banyak gaya."Selamat malam istriku?" godanya ketika baru saja dia memasuki kamarku yang sempit ini. Ingin rasanya aku melemparkan bantal pada wajahnya yang membuat mood ku hancur dan ingin membanting kan sesuatu setiap kali melihat wajah itu."Istriku! Istriku! Gue cuma istri bayaran Lo, kalo aja gue gak dibayar mana mau gue menikah sama cowok PA kaya Lo. Udah nyali Lo loyo di tampah wajah Lo kayak tutup panci. Wanita mana sih yang mau sama pria letoy kayak gitu!" Aku sangat menggerutu tatkala mendengar pria itu mengucapkan kata istri padaku. Kadang aku mikir aneh pada diriku sendiri, kok mau ya di bayar jadi istrinya. Padahal kerjaan yang lain banyak? Andai ekonomiku berkecukupan, mungkin aku ogah menjadi istri bayaran. Aka
"Aaaaaaah, Lo jali ngapain ada disini?! Ini 'kan kamar gue!" Teriakku begitu menggelegar, pagi-pagi aku telah dikejutkan dengan adanya tubuh pria itu di samping, dan lengan memeluk tubuhku."Lo lupa ya kalau sekarang gue jadi suami Lo, dan harusnya gue yang tanya? padahal semalam Lo tidur di atas ranjang. Tapi kenapa sekarang Lo malah tidur disini. Jangan-jangan Lo semalam ngerayap ya sebab ingin tidur di kamar gue. Tapi Lo sok-sokan gengsi," tuduh Jali.Aku bergidik geli, saat terbangun memang aku tidur bersamaan di tikar, kenapa bisa? Padahal memang semalam aku tidur di atas ranjang sendiri."Lo gak apa-apain gue 'kan? Jangan sampai Lo ambil kesucianku," tuduhku pada Jali."Lo lupa kalau udah gak suci lagi?! PA Lo!" "Oh iya, gue 'kan janda. Tapi Lo yakin gak ngerebut kejandaan gue?!" tanyaku lagi.Jali hanya tersenyum sinis sembari hanya menoleh sebentar."Tanya aja pada diri Lo, gue mau mandi," ungkapnya sembari melenggang ke kamar mandi yang ada di ruangan dapur. Kebetulan kamar
"Sekarang ini adalah rumahmu, kamu jangan merasa canggung tinggal disini. Anggap saja ini adalah rumahmu Dian," ucap Mama Janita.Hari ini aku tersenyum bahagia, setidaknya aku bisa diterima dan disambut dengan kehangatan oleh Mama mertua. Walaupun Bude Meri kelihatan tak suka dengan kedatanganku, kulihat ia mendelikan mata."Terimakasih Ma, kalau begitu kita mau istirahat dulu."Ucap Jali seraya melenggang untuk ke kamar. Diikuti dengan langkah kakiku."Ini kamar gue," ungkap Jali sembari membuka daun pintu. Saat mataku melihat beratap aku begitu takjub dengan pemandangan di dalam kamar Rojali, tak menyangka walaupun dia seorang duda tapi kamarnya cukup rapi dan juga luas.Hal yang tahu setelah Emak berhenti kerja tidak ada pembantu disini, lalu siapa yang membereskan kamar jali. Masa iya Rojali sendiri?Kamar aku aja berantakan kalau bukan Emak yang membereskan akan tetapi ini tapi dan juga bersih. "Ini kamar Lo Jal?" tanyaku masih tak percaya."Ya iyalah ini kamar gue, masa iya ka
"Ayo Dian kita makan sama-sama," ajak Bu Mama mertua sembari menata piring di meja makan.Aku yang kala itu baru saja keluar kamar langsung menghampiri kediaman Mama mertua dan juga Bude yang baru selesai masak."Enak sekali ya jadi nyonya, bangun tidur langsung mandi, tak lupa langsung makan, sudah makan tidur lagi. Sekalian aja jadi cucunya Mbah Surip biar mantap," sindir Bude Meri sembari mendelikan mata saat melihatku.Dan anehnya selalu ia yang sewot ketika aku melakukan hal apapun, padahal jelas sekali kalau mertuaku tidak pernah permasalahkan apapun semenjak diriku kesini. "Panggil suamimu, ayo kita makan," ucap Bu Janita memerintah padaku.Bu Janita seakan tidak menggubris ucapan Kakak perempuannya itu lantaran mungkin sudah biasa kalau sifatnya begitu. Suka usil dan juga melarang-larang padahal bukan haknya untuk dilarang."Sebentar ya Ma, aku panggil Mas Jali dulu, ku pikir tadi dia kesini? Lantas kemana ya Ma?" tanya pada BU Janita.Kemana aku harus mencari pria itu, peras
"Dian, habis dari mana kamu?" Degh!Suara pria itu bertanya membuat jantungku seketika akan copot."Aku, aku mencari kamu Jali, tadi Mama mengajak kita makan. Aku cari ke sana kamu tidak ada?" jawabku agak gelagapan."Kamu itu aneh, justru aku sedang berenang kamu malah mencari ke belakang rumah, ya, gak bakalan ketemu lah," ucap Haris sembari cengengesan."Ju-justru itu aku tidak menemukanmu. Kamu itu memang pintar ngilang kayak jelangkung saja. Mari kita makan," ajakku sembari menuntun tangannya. Akan tetapi Jali malah terhenti sembari mata memandangku.Tatapan matanya begitu berseri membuatku lemah tak berdaya. "Katanya mau makan kok malah saling pandang begitu?" tanya Mama Janita membuyarkan pandangan kami berdua.Aku dan Jali merasa malu saat kepergok sedang saling memandang di tempat terbuka."Ma, Jali akan pakai baju dulu, baju Jali basah begini," sahut Jali seraya langsung melenggang.Kini yang tersisa hanya ada aku dan juga Mama mertua kesayanganku. Ia merangkul bahuku dan
"Sayang semua yang kamu butuhkan apa sudah disiapkan?" tanya Bu Janita tatkala ia sedang mengemasi beberapa pakaian dan barang-barang yang akan dibawanya untuk honeymoon bersama sang suami tercinta.Wanita setengah baya itu nampak semangat ketika semua barang yang diperlukan telah siap."Sudah sayang," ungkap Haris sembari mengutak-ngatik ponsel yang berada di tangan sembari kaki selonjoran di atas ranjang."Sayang uangku telah habis, semalam aku kalah slot lagi. Dan ibuku di kampung meminta uang bulanan padaku," sahut Haris penuh permohonan.Wajah pria muda itu nampak melas dengan segudang sandiwara yang hampir saja membuat Bu Janita terperangkap. Tidak ada hentinya yang selalu ada di pikiran Haris adalah uang dan uang. Akan tetapi Janita selaku istri kayaknya tidak pernah mengeluh apalagi curiga kalau Haris hanya memanfaatkan hartanya saja. Walaupun sang anak cikal -Jali selalu bawel terhadap Bu Janita untuk tidak terlalu memanjakan suami mudanya itu. Namun Bu Janita tak menggubris
Hati gelisah tak menentu, kemana lagi Jali harus mencari istrinya yang hingga kini belum pulang. Sedangkan setahu Jali, Dian tidak punya sahabat ataupun kerabat lagi selain emaknya sendiri, kalau ke rumah Alina mana mungkin, sudah lama mereka tidak akur disebabkan memperebutkan cinta seorang Rojali. "Dian, Dian Lo di mana?" gumam Jali sembari pikirannya terus mencari. Padahal diluar hujan amat deras ditambah suasana terang pun sebentar lagi akan menjadi gelap. Jali menunggu di teras rumah. Sesekali pria bertubuh tinggi itu melihat ponsel, dan menghubungi istrinya akan tetapi masih tidak ada jawaban."Percuma kamu menunggu wanita itu sampai kapanpun sebab dia tidak akan balik lagi kesini," kata Bu Janita yang hendak menemani Jali."Ma, apa Mama tau Dian kemana? Mana mungkin Mama tidak tau seharian ini Dian dirumah bersama Mama?" tanya Jali dengan tatapan kosong itu. "Mama tidak tau apapun Jali!" selalu itu yang terlontar dari jawaban sang Mama.Sebentar lagi adzan magrib akan berkum
Setelah kepulangan Jali dari kantor untuk menggantikan Bu Janita kerja. Lantaran Bu Janita hari ini tidak bisa masuk dikarenakan kepalanya yang terasa pening sebab terlalu memikirkan pernikahan sang anak.Jali melenggang gontai sembari matanya terus melirik ke arah ruangan kamar dan juga semua penjuru ruangan. Disisi lain dia mencari sang istri yang tak terlihat batang hidungnya sama sekali. Hatinya bertanya dimanakah istrinya. Akan tetapi pikirannya langsung menjawab positif bahwa sang istri sedang keluar atau memasak di dapur. Setelah beberapa saat rebahan di kamar, Jali pun merasa terheran. Biasanya kalau Jali baru pulang, jam segini paling istrinya ada di kamar. Akan tetapi kali ini tidak terlihat sama sekali.Dengan rasa penasaran yang memuncak pria berhidung mancung itu melenggang menuju lanttai bawah. Ia mencari di setiap penjuru ruangan dilihatnya secara saksama, namun tak ada sosok sang istri yang terlihat melainkan ada sang Mama yang sedang sibuk dengan ponsel di tangannya.
"Saya beri kamu 2 pilihan, kamu mau pergi dari rumah ini secara diam-diam tanpa sepengetahuan jali atau kamu mau bercerai dengan anak saya? Sebab saya tidak rela anak saya harus bersanding denganmu."Wanita setengah baya itu memberikan dua pilihan yang membuat nafas Diandra sesak. Awalnya Dian sangat enggan dan menolak untuk membuka mulut lantas pilihan tersebut sangat susah untuk dipilih. Bu Janita melangkah mengelilingi kediaman menantunya yang saat ini masih berdiri, mematung dengan pikiran yang melayang jauh entah kemana. "Cepat bicara?! Kesabaran saya sudah habis, saya benar-benar marah dan benci sama kamu Dian, andai saya tau kalau kamu itu wanita miskin yang memang matre mungkin saya tidak akan pernah mau menjodohkan kamu. Nyatanya saya hanya di bohongi oleh wajah polos yang kamu miliki!"Begitu geram Bu Janita memaksa Dian untuk memilih salah satu pilihan yang membuat Dian tidak sanggup untuk memilih. Dian terdiam mematung dengan deraian air mata yang terus saja berlinang mem
"Tadinya aku menikahi Dian atas di dasari karena paksaan Mama dan juga aku ingin membuat Haris cemburu, tapi nyatanya malah aku yang mulai menyukai Dian Ma, aku mohon jangan biarkan aku berpisah dengannya lagi Ma," ungkap Jali. Akan tetapi Bu Janita sangat kecewa dengan kedua pasangan itu terutama pada sang menantu yang tega membohonginya dan mau dibayar oleh Jali. Seharusnya Dian tidak harus melakukan itu demi sebuah uang."Tapi Mama sudah terlanjur kecewa sama kamu dan istri kamu! Jangan-jangan sekarang juga kamu membohongi Mama lagi kalau kamu mempunyai perasaan pada Dian. Pokoknya Mama tidak mau percaya dengan kamu Jali. Dan Mama tidak suka melihat Dian, terserah kamu, kalau kamu tidak mau pergi dari sini kamu ceraikan istri kamu yang murahan itu! Mama sangat eneg lihatnya. Masih banyak perempuan di luar sana yang lebih istimewa dan mempunyai harga diri," sahut Bu Janita dengan emosi yang meluap. Ia begitu kecewa saat tau bahwa pernikahan sang anak adalah pernikahan bayaran. Bah
"Sayang aku mau ke kamar duluan ya kalau kamu mau disini dulu."Jali melenggang ke lantas 2 menaiki tangga untuk menyimpan tas besar yang saat ini Dian bawa. Kali ini Dian membawa beberapa foto dan juga barang kesayangannya yang sempat ia simpan di rumah Emak.Padahal wanita muda berbulu mata lentik itu masih merasakan betah dirumah masa kecilnya dulu. Akan tetapi Jali memaksanya untuk pulang ikut bersamanya.Aku terpaku di ruangan utama, kaki Dian rasanya pegal sekali walaupun Dian baru saja menaiki mobil saat datang kesini."Berani juga ya kamu datang lagi kesini! Gak tau malah banget! Sudah menjadi pengganggu suami mertuanya, eh malah balik lagi. Kalau aku sih malas banget! Malu banget! Mau ditaruh dimana muka yang cantik ini, Dasar pengganggu suami orang. Eh bukan suami orang lebih tepatnya suami mertua sendiri! Menanti macam apa?!" Ledekan pedas itu sudah sering Dian dengan, dan suara yang meledek Dian pun tak lain adalah wanita yang pernah mewarnai kehidupan suaminya."Eh Rindu
"Jangan sebut istriku murahan Ma. Dian kamu yakin 'kan tidak bermaksud menggoda Haris? Sekarang kamu katakan di hadapan kami semua kalau kamu tidak bersalah," titah Jali sembari memandang sang istri penuh rasa bersalah sebab sebelumnya ia septa tak percaya."Iya, aku sama sekali tak mencintai siapapun terkecuali suamiku sendiri," ungkap Dian.Wanita muda cantik terkejut tatkala sang suami kini mulai mempercayainya, dengan senang hati Dian memeluk Jali di hadapan semua anggota keluarganya membuat Emak Jamilah seketika terharu melihat adegan sepasang sejoli yang tak ingin dipisahkan itu.Dian pun tak menyangka kalau akhirnya dia bisa lagi memeluk tubuh sang suami dengan erat setelah permasalahan yang hampir saja membuat dirinya dan Jali berpisah untuk selamanya.Mak Jamilah tersenyum penuh kebahagiaan yang tiada Tara, ia ikut senang dengan kehadiran Jali yang datang disaat waktu begitu tepat."Sayang pokoknya aku gak mau tau, Jali dan Dian harus bercerai, mereka tidak boleh disatukan, s
Pagi ini langit amatlah mendung ditemani rintikan hujan membasahi genting dan juga halaman semuanya nampak basah. Dian yang kala itu sedang termenung, berharap hadirnya kedatangan seseorang, tapi mungkin semuanya hanya bayangan semata. Mata mungkin suaminya datang kesini."Dian ayo makan," titah Mak Jamilah tatkala sang cucu malah tak bergeming sama sekali. Mak Jamilah pun mengambil tindakan dengan mengambilkan nasi pada piring kosong milik Dian. "Mak, gak usah repot-repot, Dian sedang malas makan, nanti saja makannya ya," sahut Dian sembari menolak sepiring nasi putih yang disodorkan Mak Jamilah."Dian kamu kemana?" seru Mak Jamilah pada sang cucu yang tiba-tiba saja gegas bangkit meninggalkan meja makan.Mak Jamilah pun nampak bingun dengan keadaan semua ini. Dian kembali duduk di ruang utama sembari matanya terus saja memandangi air hujan yang semakin siang semakin deras. Percikan kerinduan mulai terasa, nyatanya jauh dari sang suami membuatnya sangat terpuruk. Padahal baru saj
"Dian, kamu kenapa Nak, kenapa harus menangis? Apa yang sedang terjadi? Kenapa kamu kesini sendiri? Suamimu mana?" Pertanyaan demi pertanyaan keluar dari mulut nenek tua yang telah keriput dimakan usia. Emak Jamila begitu kaget saat melihat keadaan sang cucu yang telah menangis tersedu-sedu. Mata lentik Dian kini berubah menjadi bengkak disertai warna merah."Mak Dian di fitnah oleh Haris dan bude Meri, mereka menuduh Dian berselingkuh, padahal aku sama sekali tidak melakukan hal keji itu, apalagi saat ini statusku istri orang. Mana berani aku melakukan itu," tak hentinya wanita muda itu menangis.Dian memeluk tubuh sang nenek, walaupun air matanya tak henti terus saja luruh. Dengan perlahan Mak Jamilah mengelus bahu Dian dengan telapak tangan begitu lembut."Kita masuk Nak, bicarakan di dalam saja, tidak enak kalau orang lain melihat kamu sedang menangis begini," sahut Mak Jamilah sembari memapah tubuh Dian yang nampak lemas itu.Mak Jamila membawa cucunya masuk kedalam rumah dan me
"Apa maksud kalian dengan semua ini?!" tiba-tiba saja Bu Janita bersama Jali datang sembari melotot.Bagi Janita hari ini adalah hari yang terburuk, rasanya seperti si sambar gledek disiang bolong. Menantu kesayangannya berselingkuh dengan suami muda yang amat dicintainya.Janita memperlihatkan sebuah gambar, yang memang mambuat Dian dan Haris tentu saja terlonjak kaget, gambar yang di perlihatkan Janita, yakni gambar saat Haris mencium Diandra tadi.Mata Dian melirik bergantian pada kediaman bude Meri, wanita berparas cantik itu yakin bahwa Foto itu pemberian dari bude Meri, pantas saja ia merasa bahwa ada sinar Blige ponsel pada saat Haris hampir saja menodainya."Ma, tadi Haris mau melukai aku makannya dia menciumi secara paksa, tadi aku sudah coba melawan akan tetapi tanganku tak bisa melawan dan memberontak," ungkapku tergopoh menjelaskan pada sang mertua.Akan tetapi sepertinya Bu Janita tak percaya sama sekali sebab ia membaca pesan dari bude Meri bahwa Diandra menggoda Haris -