"Gue pilih baju yang ini saja, sudah cukup, baju pilihan Lo itu gak pantas sama sekali di Badan gue," kataku sembari mengacungkan gantungan baju dan baju dres hitam pendek selutut.Jali hanya mengangguk sembari masih cengengesan.Setelah beberapa saat aku mengganti baju juga di dandani oleh pegawai butik, akhirnya telah usai juga. Terlihat rapi walaupun jauh dari biasanya. "Sekarang semuanya telah selesai ayo kita pergi kerumah Lo, gue sudah gak sabar ingin semua pekerjaan ini kelar," ajakku sembari menarik tangan Jali. Akan tetapi sepertinya Jali malah melongo ternganga tatkala melihat yang sudah berubah. Aku memakai dres hitam pendek selutut dan juga rambut panjang sengaja diuraikan. Baru kali ini aku menguraikannya. Biasanya aku selalu mengingatnya setiap kali aku keluar. Tak lupa juga aku memakai lipstik yang berwarna merah bata membuat bibirku yang tipis ini seksi seketika. Wajahku di olesi oleh make up yang lumayan natural hingga aku tidak kelihatan layaknya tante-tante. Aku
"Silahkan masuk, pokoknya Lo sudah mempersiapkan semuanya bukan?" tanya Jali tatkala kami baru saja sampai di teras rumah depan.Tangan Jali mengulur untuk membuka pintu, akan tetapi tiba-tiba saja pintu utama tersebut terbuka dengan sendirinya. Bude Meri tak sengaja yang membuka daun pintu tersebut.Krieet!Pada saat membukanya bersamaan dengan kedatangan kami. Pandangan bude Meri tak bisa berpaling pada hal lain selain hanya padaku. Tatapan itu begitu susah diartikan, akan tetapi aku tau kalau dia tidak menyukai kedatanganku."Eh bude, apa kabar?" tanyaku sembari mengulurkan tangan bermaksud untuk memberi salam. Namun, di saat tangan ini telah mengulur tak ada sama sekali repson yang membalasnya. Ia hanya terdiam sembari melihat uluran tanganku."Baik!" balasnya cukup begitu ketus.Aku dan Jali saling berpandangan. Entah kenapa Bude Meri tak mau membalas uluran tanganku. Hingga kembali ku tarik uluran tangan itu. Jangan di tanya lagi sudah pasti kena mental sebab malu dan juga sakit
"Mbak Meri Susanti," sapa pria muda yang bermata sipit. Seketika Mbak Meri menoleh ke arah suara barusan,wajahnya tak berkedip sama sekali saat lelaki muda itu menghampiri. "Ada apa?" tanya Meri sembari melempar senyuman lembut pada pria yang saat ini menjadi suami dari adiknya itu."Apa kau tau bahwa Jali akan menikah dengan wanita miskin itu, apa kamu tau juga bahkan keinginan wanita miskin itu tercapai, sesungguhnya dia hanya menginginkan harta yang dimiliki Jali dan bukan menikah karena cinta. Apa tidak keterlaluan menurutmu, lebih baik kita buat rencana agar pernikahan Jali gagal. Biar aku bantu semampuku, aku tidak setuju sama sekali kalau kekayaan istriku nantinya akan habis sebab di peras wanita itu," papar Haris menegaskan. Sengaja dia menghasut sang Kakak ipar agar Jali tidak jadi menikah dengan wanita yang kini menjadi mantannya itu, yaitu Diandra."Kata siapa mereka akan menikah?" tanya Meri sembari mengerutkan dahi, merasa heran saat mendengar pernikahan Jali."Kalau Mb
"Apa?! Besok menikah?"Aku begitu terkejut tatkala besok adalah hari pernikahanku bersama Rojali pria rese yang otaknya berada di dengkul. Aku mengusap wajahku tak percaya kalau hari pernikahanku akan secepat ini."Iya Dian, nunggu apa lagi? Kita sudah lama juga tunangan. Lagian dari pada Lo dagang cilok ya mending lo jadi istri bayaran gue aja, bayarannya juga lebih mahal. Jadi Lo sama Emak bisa terpenuhi semua kebutuhannya," papar Rojali meyakinkan niatnya akan membawaku ke jalan yang lebih baik."Bukan masalah itu Jali, tapi melepas masa lajang itu tidaklah gampang. Apalagi gue sama Lo gak saling mencintai. Bahkan Lo mencintai wanita lain begitupun juga gue malah mencintai pria lain," ungkapku sembari memasang wajah melas."Emang Lo masih cinta sama si Haris, Lo gak kapok sama dia, dia hanya menggap Lo sebagai obat oskadon doang kok. Cuma nyari Lo di saat dia gabut aja, lalu kalau ada nyokap gue, Lo malah dibuang dengan sia-sia. Yang dia butuhkan itu uang Dian uang, bukan cinta. Pe
Begitupun dengan Jali, Persia berbaju kaos oblong hitam itu nampak heran tatkala sang Mama malah ingin menunda pernikahannya yang sejak dulu diharapkan dan bahkan diperjuangkan itu."Ya sudah kalau itu keputusan yang terbaik untukmu Jali, Mama harap kamu tidak terburu-buru. Tapi kalau memang kamu sudah siap segalanya maka Mama hanya bisa mendukung dan mendoakan yang terbaik untuk anak lelaki kesayangan Mama ini," tutur Bu Janita sembari melemparkan senyum dan juga mengusap pipi Jali dengan penuh kelembutan.Tatkala memandang sang anak berapa hati Bu Janita merintih. Sampai saat ini Bu Janta selaku ibu kandung belum bisa membahagiakan sang anak dan juga melihat anaknya hidup dengan tenang bersama pasangan. Semoga saja dengan adanya perjodohan ini hidup Jali berubah dan lebih baik dari kehidupan sebelumnya. Janita pun tidak bisa melarang lagi keinginannya kali ini. "Kalau begitu Mama permisi Jali, semoga besok akan menjadi hari yang membahagiakan untukmu dan juga istrimu," ungkap Janit
Ting nong!Suara bel berbunyi, menandakan bahwa ada seseorang diluar sana yang sedang menunggu untuk dibukakan pintu.Haris gegas beranjak untuk membukakan pintu dan ternyata yang datang begitu mengejutkan mata Haris. Pria bertubuh kekar disertai baju yang serba putih tersenyum manis menyapa Haris yang sedang membukakan pintu."Pe-perasaan saya tidak menghubungi dokter? Tapi kenapa ada pak dokter kesini?" tanya Haris terheran.Pria muda itu bukannya membiarkan dokter masuk, akan tetapi ia malah kebingungan dengan tangan terus saja menggaruk kepala."Eh pak dokter sudah sampai rupanya. Mari Pak masuk, ibu saya sudah menunggu anda sejak dari tadi," sahut Jali menerobos kediaman Haris yang sejak tadi melongo di ambang pintu.Haris hanya terdiam membisu sembari wajahnya nampak panik, bibirnya juga ikut gelagapan."Ma, ini ada pak dokter Hanip. Mama harus diperiksa olehnya supaya penyakit Mama sembuh dan kita bisa tau kalau perut Mama kenapa," ujar Haris.Bu Janita meneguk air liurnya deng
"Mana sih pengantin prianya, mau datang gak sih! Janji jam 8 pagi ini sudah jam 10 lebih! Kalau tau akan begini akhirnya mending saya datang ke pernikahan yang lain saja. Bukan hanya disini doang, tapi banyak orang yang harus saya nikahkan pada hari ini," gerutu Pak penghulu mulai gelisah disebabkan terlalu lama menunggu pengantin pria yang tak kunjung datang."Diandra mana Rojali? Apa kamu sudah menghubunginya?" tanya Emak Jamilah ikut merasakan gelisah dan juga resah."Barusan dia ngabarin suruh pak penghulu sabar dulu. Karena dia menuju kesini, saya harap juga pak penghulu sabar lah dulu. Palingan sekarang sedang di perjalanan," kataku sembari mencoba menghubungi Jali. Akan tetapi belum ada jawaban lagi setelah ia hanya membalas pesanku sekali saja.Hatiku rasanya bergelombang, Jali niat gak sih nikahi aku? Walaupun bukan pernikahan yang aku harapkan. Tapi seenggaknya kalo dia gak niat gak usah bohongi aku. Apa jangan-jangan ini hanya jebakan dia sebab ingin mempermalukan aku saja.
"Eh Bu sari jangan-jangan Diandra itu punya kutukan loh," sahut Ceu Odah."Hah kutukan? Kutukan apa maksudnya Ceu?""Itu loh Bu, suami pertama menikah 3 bulan langsung metong gara-gara tertabrak mobil terus kemarin pas mau nikah calon suaminya malah kecelakaan, apa lagi kalau bukan kutukan coba?" jelas Ceu Odah."Masa sih, emang kutukan apa yang sudah merasuki tubuhku ini?" tanyaku dengan lemah gemulai.Di sekeliling warung terdapat beberapa orang ibu-ibu sedang berkumpul. Aku dan Emak tak sengaja lewat dan disana telingaku mendengar jelas apa yang mereka bicarakan. Entah mereka sengaja bicara seperti itu atau tidak, aku tidak tahu. "Diandra?" sahut Bu Sari nampak tercengang.Semua pandangan berpusat padaku."Kalian pikir aku ini nenek sihir apa dapat kutukan segala. Mulut Ceu Odah ku kutuk jadi batu biar kagak bisa ngomong lagi! Mau?" gerutuku tak terima tatkala mereka berbicara sembarangan."Di-dian sejak kapan kamu disitu?" tanya Ceu Odah sembari nyengir kuda."Sejak Ceu Odah meng
Hati gelisah tak menentu, kemana lagi Jali harus mencari istrinya yang hingga kini belum pulang. Sedangkan setahu Jali, Dian tidak punya sahabat ataupun kerabat lagi selain emaknya sendiri, kalau ke rumah Alina mana mungkin, sudah lama mereka tidak akur disebabkan memperebutkan cinta seorang Rojali. "Dian, Dian Lo di mana?" gumam Jali sembari pikirannya terus mencari. Padahal diluar hujan amat deras ditambah suasana terang pun sebentar lagi akan menjadi gelap. Jali menunggu di teras rumah. Sesekali pria bertubuh tinggi itu melihat ponsel, dan menghubungi istrinya akan tetapi masih tidak ada jawaban."Percuma kamu menunggu wanita itu sampai kapanpun sebab dia tidak akan balik lagi kesini," kata Bu Janita yang hendak menemani Jali."Ma, apa Mama tau Dian kemana? Mana mungkin Mama tidak tau seharian ini Dian dirumah bersama Mama?" tanya Jali dengan tatapan kosong itu. "Mama tidak tau apapun Jali!" selalu itu yang terlontar dari jawaban sang Mama.Sebentar lagi adzan magrib akan berkum
Setelah kepulangan Jali dari kantor untuk menggantikan Bu Janita kerja. Lantaran Bu Janita hari ini tidak bisa masuk dikarenakan kepalanya yang terasa pening sebab terlalu memikirkan pernikahan sang anak.Jali melenggang gontai sembari matanya terus melirik ke arah ruangan kamar dan juga semua penjuru ruangan. Disisi lain dia mencari sang istri yang tak terlihat batang hidungnya sama sekali. Hatinya bertanya dimanakah istrinya. Akan tetapi pikirannya langsung menjawab positif bahwa sang istri sedang keluar atau memasak di dapur. Setelah beberapa saat rebahan di kamar, Jali pun merasa terheran. Biasanya kalau Jali baru pulang, jam segini paling istrinya ada di kamar. Akan tetapi kali ini tidak terlihat sama sekali.Dengan rasa penasaran yang memuncak pria berhidung mancung itu melenggang menuju lanttai bawah. Ia mencari di setiap penjuru ruangan dilihatnya secara saksama, namun tak ada sosok sang istri yang terlihat melainkan ada sang Mama yang sedang sibuk dengan ponsel di tangannya.
"Saya beri kamu 2 pilihan, kamu mau pergi dari rumah ini secara diam-diam tanpa sepengetahuan jali atau kamu mau bercerai dengan anak saya? Sebab saya tidak rela anak saya harus bersanding denganmu."Wanita setengah baya itu memberikan dua pilihan yang membuat nafas Diandra sesak. Awalnya Dian sangat enggan dan menolak untuk membuka mulut lantas pilihan tersebut sangat susah untuk dipilih. Bu Janita melangkah mengelilingi kediaman menantunya yang saat ini masih berdiri, mematung dengan pikiran yang melayang jauh entah kemana. "Cepat bicara?! Kesabaran saya sudah habis, saya benar-benar marah dan benci sama kamu Dian, andai saya tau kalau kamu itu wanita miskin yang memang matre mungkin saya tidak akan pernah mau menjodohkan kamu. Nyatanya saya hanya di bohongi oleh wajah polos yang kamu miliki!"Begitu geram Bu Janita memaksa Dian untuk memilih salah satu pilihan yang membuat Dian tidak sanggup untuk memilih. Dian terdiam mematung dengan deraian air mata yang terus saja berlinang mem
"Tadinya aku menikahi Dian atas di dasari karena paksaan Mama dan juga aku ingin membuat Haris cemburu, tapi nyatanya malah aku yang mulai menyukai Dian Ma, aku mohon jangan biarkan aku berpisah dengannya lagi Ma," ungkap Jali. Akan tetapi Bu Janita sangat kecewa dengan kedua pasangan itu terutama pada sang menantu yang tega membohonginya dan mau dibayar oleh Jali. Seharusnya Dian tidak harus melakukan itu demi sebuah uang."Tapi Mama sudah terlanjur kecewa sama kamu dan istri kamu! Jangan-jangan sekarang juga kamu membohongi Mama lagi kalau kamu mempunyai perasaan pada Dian. Pokoknya Mama tidak mau percaya dengan kamu Jali. Dan Mama tidak suka melihat Dian, terserah kamu, kalau kamu tidak mau pergi dari sini kamu ceraikan istri kamu yang murahan itu! Mama sangat eneg lihatnya. Masih banyak perempuan di luar sana yang lebih istimewa dan mempunyai harga diri," sahut Bu Janita dengan emosi yang meluap. Ia begitu kecewa saat tau bahwa pernikahan sang anak adalah pernikahan bayaran. Bah
"Sayang aku mau ke kamar duluan ya kalau kamu mau disini dulu."Jali melenggang ke lantas 2 menaiki tangga untuk menyimpan tas besar yang saat ini Dian bawa. Kali ini Dian membawa beberapa foto dan juga barang kesayangannya yang sempat ia simpan di rumah Emak.Padahal wanita muda berbulu mata lentik itu masih merasakan betah dirumah masa kecilnya dulu. Akan tetapi Jali memaksanya untuk pulang ikut bersamanya.Aku terpaku di ruangan utama, kaki Dian rasanya pegal sekali walaupun Dian baru saja menaiki mobil saat datang kesini."Berani juga ya kamu datang lagi kesini! Gak tau malah banget! Sudah menjadi pengganggu suami mertuanya, eh malah balik lagi. Kalau aku sih malas banget! Malu banget! Mau ditaruh dimana muka yang cantik ini, Dasar pengganggu suami orang. Eh bukan suami orang lebih tepatnya suami mertua sendiri! Menanti macam apa?!" Ledekan pedas itu sudah sering Dian dengan, dan suara yang meledek Dian pun tak lain adalah wanita yang pernah mewarnai kehidupan suaminya."Eh Rindu
"Jangan sebut istriku murahan Ma. Dian kamu yakin 'kan tidak bermaksud menggoda Haris? Sekarang kamu katakan di hadapan kami semua kalau kamu tidak bersalah," titah Jali sembari memandang sang istri penuh rasa bersalah sebab sebelumnya ia septa tak percaya."Iya, aku sama sekali tak mencintai siapapun terkecuali suamiku sendiri," ungkap Dian.Wanita muda cantik terkejut tatkala sang suami kini mulai mempercayainya, dengan senang hati Dian memeluk Jali di hadapan semua anggota keluarganya membuat Emak Jamilah seketika terharu melihat adegan sepasang sejoli yang tak ingin dipisahkan itu.Dian pun tak menyangka kalau akhirnya dia bisa lagi memeluk tubuh sang suami dengan erat setelah permasalahan yang hampir saja membuat dirinya dan Jali berpisah untuk selamanya.Mak Jamilah tersenyum penuh kebahagiaan yang tiada Tara, ia ikut senang dengan kehadiran Jali yang datang disaat waktu begitu tepat."Sayang pokoknya aku gak mau tau, Jali dan Dian harus bercerai, mereka tidak boleh disatukan, s
Pagi ini langit amatlah mendung ditemani rintikan hujan membasahi genting dan juga halaman semuanya nampak basah. Dian yang kala itu sedang termenung, berharap hadirnya kedatangan seseorang, tapi mungkin semuanya hanya bayangan semata. Mata mungkin suaminya datang kesini."Dian ayo makan," titah Mak Jamilah tatkala sang cucu malah tak bergeming sama sekali. Mak Jamilah pun mengambil tindakan dengan mengambilkan nasi pada piring kosong milik Dian. "Mak, gak usah repot-repot, Dian sedang malas makan, nanti saja makannya ya," sahut Dian sembari menolak sepiring nasi putih yang disodorkan Mak Jamilah."Dian kamu kemana?" seru Mak Jamilah pada sang cucu yang tiba-tiba saja gegas bangkit meninggalkan meja makan.Mak Jamilah pun nampak bingun dengan keadaan semua ini. Dian kembali duduk di ruang utama sembari matanya terus saja memandangi air hujan yang semakin siang semakin deras. Percikan kerinduan mulai terasa, nyatanya jauh dari sang suami membuatnya sangat terpuruk. Padahal baru saj
"Dian, kamu kenapa Nak, kenapa harus menangis? Apa yang sedang terjadi? Kenapa kamu kesini sendiri? Suamimu mana?" Pertanyaan demi pertanyaan keluar dari mulut nenek tua yang telah keriput dimakan usia. Emak Jamila begitu kaget saat melihat keadaan sang cucu yang telah menangis tersedu-sedu. Mata lentik Dian kini berubah menjadi bengkak disertai warna merah."Mak Dian di fitnah oleh Haris dan bude Meri, mereka menuduh Dian berselingkuh, padahal aku sama sekali tidak melakukan hal keji itu, apalagi saat ini statusku istri orang. Mana berani aku melakukan itu," tak hentinya wanita muda itu menangis.Dian memeluk tubuh sang nenek, walaupun air matanya tak henti terus saja luruh. Dengan perlahan Mak Jamilah mengelus bahu Dian dengan telapak tangan begitu lembut."Kita masuk Nak, bicarakan di dalam saja, tidak enak kalau orang lain melihat kamu sedang menangis begini," sahut Mak Jamilah sembari memapah tubuh Dian yang nampak lemas itu.Mak Jamila membawa cucunya masuk kedalam rumah dan me
"Apa maksud kalian dengan semua ini?!" tiba-tiba saja Bu Janita bersama Jali datang sembari melotot.Bagi Janita hari ini adalah hari yang terburuk, rasanya seperti si sambar gledek disiang bolong. Menantu kesayangannya berselingkuh dengan suami muda yang amat dicintainya.Janita memperlihatkan sebuah gambar, yang memang mambuat Dian dan Haris tentu saja terlonjak kaget, gambar yang di perlihatkan Janita, yakni gambar saat Haris mencium Diandra tadi.Mata Dian melirik bergantian pada kediaman bude Meri, wanita berparas cantik itu yakin bahwa Foto itu pemberian dari bude Meri, pantas saja ia merasa bahwa ada sinar Blige ponsel pada saat Haris hampir saja menodainya."Ma, tadi Haris mau melukai aku makannya dia menciumi secara paksa, tadi aku sudah coba melawan akan tetapi tanganku tak bisa melawan dan memberontak," ungkapku tergopoh menjelaskan pada sang mertua.Akan tetapi sepertinya Bu Janita tak percaya sama sekali sebab ia membaca pesan dari bude Meri bahwa Diandra menggoda Haris -