Bonita makin mabuk kepayang dengan Gibran, dia bahkan berharap luka di bahu pemuda ini jangan cepat sembuhnya. Nafsu dan sayang melanda keduanya, terutama Bonita.Gibran menang segalanya dari Roy Sumanjaya, bahkan pemuda yang sebelumnya jadi ‘simpanannya’ langsung dia buang.Itu Gibran ketahui saat dia tak sengaja mendengar Bonita memarahi pemuda itu via telpon dan minta jangan lagi mencarinya.Bonita bahkan mengancam 'kekasihnya' itu, kalau permainan mereka sudah tercium suaminya, sehingga dia minta agar pemuda itu menjauhinya mulai sekarang.Bagi Bonita, Gibran sudah memenuhi semua imajinasi liarnya. Ketampanan dan gaya bercinta Gibran yang sudah terlatih dengan baik membuat Bonita enggan berpisah dengan Gibran.Pemuda ini beda lagi, dia bertahan di apartemen ini untuk sembuhkan luka dibahunya. Sekaligus masih menunggu informasi dari bodyguard papanya, yang masih berusaha keras mencari jati diri penembak dirinya.Tapi…tapi sepengetahuan Gibran, pada hari ke 7 kebersamaan mereka ke a
Penasaran, Gibran pun mendekati di mana ibunya dan Roy Sumanjaya terlihat sedang berbicara serius.Setelah mendapatkan jarak yang bisa mendengar percakapan itu, Gibran pun lamat-lamat mendengar sedikit percakapan itu, walaupun kadang pembicaraan itu kadang tak jelas.“Roy, kurasa bantuan yang aku berikan selama ini sudah dua kali lipat nilainya dari bantuan kamu dulu…dan semuanya belum kamu kembalikan!” terdengar suara Rachel cukup lembut, hingga Gibran harus menajamkan pendengarannya.“Hmm…kamu jangan ungkit nilainya, kalau dulu kamu tak aku bantu, belum tentu perusahaan suami-mu kembali hingga kini, setelah di rampas Olly Bantano di bantu Sisca, mantan sekretaris Tommy sekaligus pacarnya!” terdengar suara Roy sangat ketus.Wajah Rachel terlihat berubah, tapi kembali Gibran salut, maminya terlihat tetap tenang dan tak terpengaruh ucapan Roy.“Kamu nggak usah ungkit itu, toh aku juga tahu, si Bonita anak dari Sisca kini jadi istrimu, entah istri keberapa, atau bisa jadi hanya gundikmu
Tommy menatap bahu Gibran, dia menganggukan kepala, lega bahu itu sudah di rawat dengan baik. Walaupun sempat kaget bukan kepalang, anak kesayangannya di tembak OTK.“Jadi kejadiannnya minggu yang lalu dan kamu merasa tak punya musuh?” Tommy menatap wajah anak lelakinya ini, Gibran mengangguk.“Hmm..di kampus mungkin, siapa tahu ada yang iri denganmu?” pancing Tommy, dia tak heran tongkrongan anaknya ini bikin semua orang iri, Gibran ini pemuda paket komplet.“Ahh iya pah!” Gibran lalu menceritakan soal perkelahiannya dengan Ketua BEM di kampus itu yang dikatakannya naksir seorang gadis cantik, tapi si gadis itu lebih suka dengannya. Tommy tersenyum, dia pun ingat masa mudanya, tak beda jauh dengan Gibran. Tapi bedanya dulu berkelahi jantan, tak pengecut, apalagi main belakang.Tak lama terdengar ketukan d pintu ruang kerja mewah ini. Masuklah Sonu, bodyguard Tommy yang ditugaskan Gibran cari tahu jadi diri penembak dirinya.“Gimana informasinya Om Sonu?” Gibran langsung bertanya, T
“Bonita…!” batin Gibran terdiam sesaat, kaget juga dia, ingat dengan janjinya dulu.“Kamu tunggu saja di sini, biar aku temui dia!” Gibran pun berjalan santai menuju di mana wanita yang Hilman sebutkan tadi menunggunya.Penampilan Gibran 3 bulan dulu dan sekarang beda jauh, semenjak berlatih ala militer di bawah bimbingan Letkol Suryo, tubuh Gibran makin berisi dan makin kokoh, ditunjang tubuhnya yang tinggi jangkung.Kali ini Gibran membiarkan rambut panjangnya tergerai dibahunya. Penampilannya makin macho saja, di tambah brewoknya yang tak di pangkas.Begitu tiba di kantin yang disebutkan Hilman, Gibran kaget, karena di lihat dari punggung wanita ini, bukan Bonita. Tapi wanita lain.Begitu berbalik, wanita ini sampai kaget menatap Gibran, Gibran apalagi, dia sampai pangling melihat wanita yang ternyata masih sangat muda ini.“Kamu..apakah Dewi…?” hampir 5 tahunan tak bertemu Gibran masih ingat gadis muda ini, anaknya Tante Renita dan dulu sempat marah dengannya, gara-gara pernah per
Dewi mengangguk dan bilang baru saja lulus SMP, Gibran dan Dewi selisih 5 tahunan usianya. Dewi kaget juga, mobil yang dia naiki sebuah mobil jenis sport mewah.Walaupun tinggal di Medan dan agak masuk ke kampung, namun Dewi tahulah yang mana mobil mewah dan yang mana mobil biasa.Saat duduk di jok mobil ini pun, Dewi sudah merasa serba salah. Gibran sampai menenangkan Dewi, agar bersikap santai saja.Iba hatinya melihat Dewi yang sebenarnya cantik, tapi pakaiannya sederhana sekali. Hingga kecantikannya tak begitu menonjol. “Kamu telpon kakek dan nenekmu, agar mereka tak khawatir, bilang sudah bertemu Abang di Jakarta!” Gibran sambil pegang setiran minta remaja belia ini kontak orang terdekatnya.Dewi terdiam dan bilang…tak punya pulsa. Gibran tersenyum getir, kasian sekali dengan Dewi ini. Selain kehabisan ongkos, ponselnya juga ponsel jadul.Untung saja Dewi langsung ke kampusnya, andai Dewi tak punya alamat ini, Gibran tak bisa membayangkan, apa yang akan menimpa gadis manis ini d
Dua Hari kemudian...!Kembali Dewi terbelalak, saat naik private jet mewah milik Gibran, kali ini mereka terbang langsung ke Palembang, untuk cari di mana keberadaan Aldy Harnady, adiknya.Tak henti-hentinya Dewi berselfong ria dengan gembira, Gibran dan Hilman membiarkan gadis abege ini. Hilman pun turut bersimpati dengan gadis yatim piatu ini. Hilman yang menemani ke Palembang sampai bercanda ke Gibran, agar jangan sampai tergoda dengan si anak angkat, yang memang manis dan bak Renita saat muda.Apalagi setelah Dewi kenakan pakaian yang dia beli di sebuah mal mewah di Jakarta. Aura kecantikannya mulai terlihat."Semprol kamu, masa anak bekas kekasih sendiri aku embat juga. Aku sudah berniat akan jadikan dia anak angkat," sungut Gibran, hingga Hilman terbahak.Hilman sudah melihat wajah Renita di ponsel Dewi dan dia mengakui Dewi memang sangat mirip ibunya.Dengan mobil yang dipinjami dari kantor cabang milik papanya di Palembang, Gibran dan Hilman serta Dewi tak mau buang waktu.M
Namun bukan itu yang jadi perhatian Gibran, tapi dia melihat ada lelaki lain yang ikut bergabung. Ketiganya terlihat berbicara serius sambil menuju ke lobby apartemen itu.“Rasa-rasanya aku kenal dengan pria yang baru datang itu…!”Gibran duduk termenung di dalam mobilnya yang sengaja dia parkir di depan apartemen ini sambil mengingat-ingat.“Ahhh…iya, astagaa…inilah bangsat yang menembak aku dulu di mobil,” hampir terlonjak Gibran dari mobilnya.Pemuda ini tentu saja tak pernah melupakan sampai kapanpun penembak dirinya. Sehingga dalam waktu singkat, dia kini sudah ingat wajah orang yang menemui Bonita dan teman prianya tersebut.Seorang pria dengan wajah dingin dan sepertinya sudah sangat profesional dengan kerjaannya sebagai penembak jitu atau pembunuh bayaran.Kini kecurigaannya menampakan hasil, penembak dirinya ada hubungannya dengan Bonita. Gibran pun mulai berpikir keras untuk bisa menangkap basah penembak itu.Terutama untuk bikin perhitungan, andai saat itu dia tak refleks m
Namun Gibran akhirnya kehilangan jejak, buruannya manfaatkan malam hari dan juga banyaknya gang yang berbelok-belok untuk kabur. Sehingga Gibran kehilangan jejak dan tak bisa mengejarnya lagi.Namun wajah orang itu tak bakal Gibran lupakan, karena orang itu adalah pria yang dekat dengan Bonita.Gibran pun terdiam sambil redakan nafasnya yang ngos-ngosan. Saat melihat ada bapak-bapak yang jualan rokok dan air mineral, Gibran pun ambil sebuah dan meminumnya, lalu menghela nafas panjang.Gibran menelpon Sonu, pengawal ayahnya yang juga mantan anggota kepolisian, lalu ceritakan apa yang terjadi, mulai di apartemen hingga aksi kejar-kejaran.“Baik tuan muda, tenang saja, aku akan bereskan soal ini secepatnya!” sahut Sonu, yang langsung berkoordinasi dengan kepolisian, untuk bereskan korban di apartemen tersebut.Setelah membayar minumannya dan tak mengambil kembaliannya, Gibran pun beranjak dari sana.“Om…mau cari orang yang lari tadi yaa..?”Mendengar suara ini, Gibran otomatis berbalik.
Pernikahan sederhana pun di gelar, Dea menolak saat Atiqah mau merayakannya, dia sangat menjaga perasaan Atigah yang hamil tua ini. Baginya Atiqah tetap ‘Ratu’ dalam rumah tangga mereka.Termasuk menolak bulan madu kemanapun dengan Aldi.“Dirumah saja Bang, bisa-bisa Abang lah atur kapan mau gauli Dea,” bisik Dea hingga Aldi tersenyum mengiyakan, sekaligus salut dengan istri keduanya ini.Usai menikah, Aldi yang di minta Atiqah mendatangi kamar Dea garuk-garuk kepala, karena si gemoy Kimberly ternyata selama ini selalu minta ditemani tidur ibu sambungnya ini.Si bungsu yang bentar lagi akan diambil alih posisinya oleh adiknya yang segera lahir memang kolokan.Sampai seminggu usai menikah, Aldi dan Dea belum juga belah duren, Atiqah yang tahu itu tertawa dan sarankan keduanya ke apartemen atau ke hotel bulan madunya.Apalagi Atiqah sudah tak kasih jatah lagi, karena dokter masih melarang keduanya berhubungan, untuk jaga kandungannya.Hingga Aldi yang sudah naik spanning, akhirnya dapat
“Ja-jangan Bang, nanti kebla-blasan,” terdengar suara Dea gemetaran. Antara suka dan takut melanda hatinya.“Maaf…!” Aldi pun kini duduk tenang lagi di setirannya, keduanya sama-sama membisu, namun suara hati tak bisa bohong. Dea sangat bahagia..!Tapi, akal sehat Dea langsung jalan, pria di dekatnya ini pria…beristri dan punya 3 anak! Diapun sudah anggap Atiqah kakaknya dan dekat dengan Nissa, Dilan dan Kimberly. Masa iya dia nekat jadi pelakor?“Dea…seandainya Abang ambil kamu istri, maukah kamu menerimanya?” Kini Aldi tanpa aling-aling ajukan lamaran ke Dea.Mata Dea langsung terbelalak, ini benar-benar diluar nurul baginya. Pria yang diam-diam dia sukai dan kagumi saat ini, di tengah jalan yang macet, justru melamarnya jadi istri kedua!“Bang, j-jangan….bagaimana kalau ka Atiqah tahu, kasian beliau, mana hamil tua lagi!” ceplos Dea, untuk redakan hatinya yang kebingungan.“Justru yang meminta aku melamarmu dia sendiri…!” sahut Aldi kalem. Lagi-lagi ucapan ini membuat Dea terbelal
Semenjak hamil anak kedua, Atiqah harus membatasi berhubungan dengan suaminya, dokter melarang keduanya terlalu sering kumpul.“Kandungan yang kedua ini agak rentan, jadi harus di jaga benar-benar apalagi di usia ibu begini,” kata dokter kandungan langganan keduanya beri peringatan. Mau tak mau Atiqah pun kadang kasian dengan Aldi, yang terlihat menahan libidonya saat mereka bersama. Karena tak bisa lagi bergaya ‘liar’ seperti kebiasan mereka saat bercinta.Kini Atiqah sudah menerima Nissa sebagai anak sulung dalam keluarga mereka, Atiqah juga sudah kenal dengan Dea, yang di tampung sementara, untuk hilangkan trauma di tempat asalnya [Makasar].Nissa dan Dea yang sering dipanggilya ‘Kak Dea’ makin akrab tentu saja tak pernah menduga, kalau Aldi bukan pria sembarangan.Nissa yang semula agak ‘ragu’ dengan Aldi, kini bangga tak terkira, ayah kandungnya, selain tampan juga seorang crazy rich.Apalagi setelah dia kenal dua adiknya, Dilan dan Kimberly yang langsung cocok dengannya, belu
Ditemani Aldi, Dea menjenguk Marsha yang kini koma di rumah sakit, sepintas Dea dan Aldi sudah paham, agaknya sulit bagi Marsha sembuh.Kondisi Marsha makin memprihatinkan dari hari ke hari, dokter sudah berkali-kali lakukan berbagai upaya, untuk selamatkan Marsha.Namun kondisinya tak tak banyak perubahan.“Mabuk akibat alkohol ditambah cekikan yang mematikan penyebabnya,” kata dokter yang merawat Marsha menjelaskan ke Aldi dan Dea, yang saat ini menjenguknya, ini yang ke 3 kalinya.Tiba-tiba datang seorang perawat dengan tergopoh-gopoh. “Dok pasien sadar, tapi kondisinya makin menurun!” seru seorang perawat.Lewat kaca Aldi dan Dea melihat Marsha yang kembali di beri pertolongan darura. Bahkan dokter sampai menggunakan alat kejut jantung untuk memberikan pertolongan pada Marsha.Dokter lalu beri kode pada perawat, seakan minta Aldi dan Dea masuk ke ruangan perawatan ini. Sepertinya dokter sudah merasa, Marsha sulit tertolong.“Pak, kayaknya ibu Marsha mau menyampaikan sebuat pesan,
Aldi kini sudah di jalan raya dan ikuti kemana mobil Marsha dan teman prianya meluncur. Tapi Aldi merasa aneh, kenapa keduanya terlihat bertengkar di dalam mobil tersebut.Itu terlihat dari siluet kaca mobil keduanya, sehingga Aldi heran sendiri, apa yang mereka pertengkarkan.Tiba-tiba di sebuah jalan yang sepi, mobil tersebut berhenti dan tak lama kemudian Aldi kaget bukan main, saat melihat tubuh Marsha yang setengah mabuk di dorong keluar dari mobil tersebut.Dan si teman prianya tadi tancap gas meninggalkan Marsaha begitu saja di sisi jalan.Aldi langsung pinggirkan mobilnya dan dia kaget bukan main, Marsha pingsan dan lehernya seperti baru tercekik.Aldi buru-buru angkat tubuh Marsha dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Dia tak paham apa masalahnya, hingga Marsha dan teman lelakinya itu bertengkar hebat dan Marsha kini kritis akibat cekikan tersebut, sampai berbusa mulutnya.Pertolongan darurat pun diberikan saat sampai di IGD, Aldi langsung kontaknya temannya di Polda dan
Penasaran siapa istri mas Bram sebelumnya, suami dokter Athalia, Aldi pun mulai selidiki wanita itu, benarkah terlibat dalam kecelakaan maut bekas kekasihnya itu.Aldi pun sementara titip Nissa ke bibinya, dia hanya beralasan ada yang di urus di kantornya.“Nanti setelah urusan papa beres, kamu ikut papa ke Jakarta dan tinggal dengan mama dan adik-adikmu yaa?” Aldi bujuk anak sulungnya ini, Nissa pun mengangguk.Hubungan keduanya cepat akrab, selain ada hubungan darah, Nissa yang kini berusia 10 tahun jelang 11 tahun mulai paham soal masalalu mama nya dan ayah kandungnya ini.Dia malah tak sabaran ingin jumpa kedua saudaranya serta ibu sambungnya. Aldi pun plong, dia mulai selidiki mantan istri mas Bram, jiwa petualangannya bangkit saat tahu kematian Athalia dan Mas Bram tak wajar.Tak sulit bagi Aldi ketahui di mana alamat wanita yang pernah jadi istri Mas Bram tersebut.“Wanita ini bernama Marsha, profesinya selebgram, dia suka dugem, inilah yang bikin Mas Bram dulu menceraikannya,
Aldi menatap gundukan tanah merah, jasad dokter Athalia baru saja dimakamkan berdampingan dengan mendiang suaminya, yang tewas di tempat kejadian kecelakaan.Mobil mereka menghantam sebuah truk tronton, Aldi sudah melihat kondisi mobil yang ringsek berat di kantor Polres setempat.Dia sempat memejamkan mata, karena mobil SUV yang rusak berat ini ternyata pemberiannya dahulu buat Athalia.“Maafkan aku Athalia…mobil ini justru bawa celaka buatmu dan suamimu!” batin Aldi sambil hela nafas panjang, sekaligus menatap pilu Nissa yang menangisi kepergian ibunda dan ayah sambungnya.Nissa terus meratapi kepergian Athalia yang tragis, Aldi pun tak tega meninggalkan gadis kecil ini, yang dikatakan Athalia anaknya, darah dagingnya bersama dokter cantik tersebut.Masih terngiang ditelinganya, di saat terakhir di rumah sakit Athalia bilang, setelah berpisah dengan Aldi dia hamil Nissa.“Pantas…wajahnya mirip sekali dengan Kimberly…ternyata Nissa kakaknya sendiri, juga kakaknya Dilan beda ibu…!” pi
Setelah puas berlibur di vila mewah ini, keluarga besar Harnady kembali ke Jakarta. Aldi langsung boyong anak-anak dan istrinya ke rumah mewah yang hampir 3 tahunan ini tak pernah ia tempati.Atiqah ternyata masih subur di usia 39 tahunan, setelah 3 bulan, wanita cantik ini kembali muntah-muntah.Setelah di bawa ke dokter, Dilan dan Kimberly bersuka cita, mereka bakalan punya adik baru. Atiqah ternyata hamil lagi anak kedua setelah Kimberly.Hamil di usia rentan membuat Aldi ekstra jaga kesehatan Atiqah. Dia tak mau kenapa-kenapa dengan istrinya, yang beda usia 9 tahun dengannya.Kebahagiaan menaungi keluarga kecil ini.Tapi perjalanan waktu itu ada siang dan malam, ada sedih ada bahagia, demikianlah semua itu datang silih berganti.Dan…Aldi punya masalalu yang harus dia tuntaskan.Suatu hari Aldi harus ke Makasar, untuk meninjau anak perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan emas dan kini sudah diserahkan Gibran untuk Aldi kelola di sana.Dia dapat kabar ada insiden yang mengak
Dilan hanya terdiam saat Atiqah menjelaskan pelan-pelan, kalau selama ini papanya tidak pernah meninggalkan mereka. Justru Atiqah-lah yang meninggalkan ayahnya.“Jadi mama donk yang salah, bukan papa?” sahut Dilan, Atiqah pun mengangguk dan bilang dulu itu ada kesalah pahaman.“Nanti kalau Dilan dah gede, paham apa itu kesalah pahamannya yaah, sekarang Dilan harus temui papa dan harus segera minta maaf. Kasian papa kamu sejak kemarin ingin meluk Dilan…masa nggak mau di peluk papa seperti adik Kim?”Dilan pun melihat di kejauhan papanya asyik ajarin Kimberly main golf.Dengan perlahan Dilan mendekati ayahnya dan Kimberly yang asyik di ajari main golf. Kimberly agaknya menyukai olahraga ‘mewah’ ini dan Aldi dengan senang hati ajari gadis cantiknya ini.Aldi melirik anaknya yang terlihat ragu mendekatinya. Namun Aldi paham, sebagai orang tua, dia harus mendahului sapa anaknya. Dilan masih rada malu, karena bersikap sinis dengan ayahnya ini.“Kamu mau main golf juga Dilan?” tanya Aldi sam