Masri terdiam, dia tak menyangka, hubungannya dengan Tamara membuahkan keturunan. Cerita Aldi ini tak mungkin bohong, apalagi Tamara ucapkan hal itu saat sekarat.Seminggu pasca pemakaman nenek Rachel, Aldi memang sengaja menemui Om nya di rumahnya, setelah berbasa-basi dengan kakaknya dan dua ponakannya yang mulai beranjak anak-anak, tak lagi balita.Aldi pun beri kode ke Om nya, untuk bicara berdua.Keduanya memilih bicara di ruang kerja Masri, belum saatnya Dewi kakaknya tahu, kalau suaminya ini punya keturunan dengan Tamara.“Berarti usia Tissa sekarang…16 tahunan?” gumam Masri tanpa sadar, beda hampir 10 tahunan dengan anak tertuanya bersama Dewi.“Kalau dilihat dari pertemuan Om dan tante Tamara, iya! Kan Om setelah itu masuk ke Akpol dan tak pernah berhubungan apapun lagi setelah itu!”Aldi ngaku Tamara tak sempat sebutkan alamat lengkap Tissa, hanya sebut di Surabaya.“Hmm…Surabaya itu luas Di, kemana kita mencari Tissa? Lagian kita tak tahu seperti wajahnya. Kalau di urut-ur
Namun Aldi mesti bersabar hingga 3 jam lebih, Atiqah ternyata baru pulang ngajar setelah jam 2 siang, untung saja tak full day hari ini. Kalau ya, bisa sampai sore Aldi menunggu.Atiqah yang pulang naik motor kaget, saat dipanggil Aldi yang duduk di kantin yang sudah ditutup pemiliknya.Aldi pun sesaat terpesona, Atiqah sangat anggun dengan baju ASN terusannya dan pakai kerudung. Padahal saat bertemu di Jakarta dulu, wanita cantik ini geraikan rambutnya.“Aldi…sejak kapan kamu di sini?” sapa Atiqah keheranan sambil mendekat.“Baru…3 jam!”“Hahh…!” Atiqah kaget lalu tertawa kecil dan duduk di bangku di depan pemuda ini, sekolah ini mulai sepi, karena para guru dan siswa sudah berangsur pulang.“Jangan kaget yaa, aku kalau ngajar emank gini. Kalau jalan atau di luar jam sekolah, baru buka kerudung, masih belum 100 persen, pelan-pelanlah belajar pake kerudung!”Atiqah seakan paham, pemuda tampan di depannya ini bingung dengan penampilannya.“Tak apa, oh ya boleh kita bicara agak serius…t
Saat melihat wajah Ameena di ponsel Aldi, Atiqah terbelalak, karena wajah mereka memang agak mirip. Walaupun dari segi usia, Atiqah lebih tua, hampir 10 tahunan bedanya.Tapi wajah Atiqah terlihat awet muda, tak ada yang menyangka, si cantik ini sudah berusia 35 tahun, wajahnya bak masih 25 tahunan dan...belum pernah menikah!Satu hal yang bikin Aldi juga diam-diam mulai suka, sifat Atiqah yang dewasa dan keibuan mengingatkannya dengan Bianti.“Atiqah, jangan-jangan ibumu turunan Arab, kalau Om Sahroni kan asli Indonesia!” cetus Aldi spontan, sambi menatap wajah cantik Atiqah.“Entah Aldi, aku tak enak bertanya ke bundaku di Bandung. Nanti aku tanyakan pada kerabat ibuku di Palembang, semoga keluarga beliau masih ada. Lagian aku tak pernah liat wajah ibunda kandungku.” sahut Atiqah.Akhirnya keduanya sepakat akan ke Palembang dua hari dari sekarang. Setelah Atiqah akan minta izin cuti selama 2 minggu pada atasannya.“Aku temani yaa…ini musim hujan, nanti aku jemput pakai mobilku!” tan
Perjalanan dari Bandara Juanda ke Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang tak lama, tak sampai dua jam, Aldi dan Atiqah ini sudah dalam perjalanan menuju ke kampung di mana dulu ibunya tinggal.“Kita kan cari tahu di sana dulu Di, kan mendiang ayahku tinggal di sana. Ibu angkatku bilang ada kerabat yang tinggal di sana, namanya Handoyo, dulu pernah jadi pejabat, tapi bangkrut setelah kalah pilkada!” cerita Atiqah, Aldi pun menganguk.Anehnya Aldi puya perasaan seolah-olah dia 'sedang pulang kampung' ke tempat yang mereka datangi.Atiqah dan Aldi sama sekali tak tahu, orang yang mereka cari, ternyata Handoyo yang memiliki anak perempuan bernama Desy.Gibran pernah punya story panjang Desi, selain peranh di gampar Handoyo, beberapa tahun kemudian, Gibran pernah menolong keluarga Desy dan...keduanya sempat CLBK. Tapi keduanya tak berjodoh.Kini keduanya ke sana untuk mencari Handoyo tersebut, yang dikatakan ibu angkat Atiqah sepupu jauhnya dengan mendiang Om Sahroni.Setelah sampai,
Aldi dan Atiqah mencari penginapan setelah pulang dari rumah Desy Handoyo, karena sudah hampir senja. Mereka memutuskan besok akan ziarah ke makam Bunda Aina, ibu kandung Atiqah.Baru saja selesai mandi, Aldi mendengar ada ketukan di kamarnya, begitu di buka, ternyata Atiqah yang datang, wanita jelita ini melengus melihat Aldi hanya pakai handukan, hingga dadanya yang bidang dan berbulu halus nampak terlihat.Aldi pun buru-buru berpakaian dan kini duduk di kursi berhadapan dengan Atiqah.“Di, kamu merasa ada yang aneh nggak dengan Tante Desy tadi, kenapa dia kaget saat kita sebut ayahmu Gibran Harnady? Gaby juga terlihat gelisah…kenapa yaa?”Atiqah yang ternyata langsung bertanya, mendahului Aldi yang terlihat agak kaget Atiqah tiba-tiba bisa nongol di kamarnya malam ini.Mereka memang menyewa dua kamar yang berdampingan di hotel ini, atas permintaan Atiqah tentunya.Aldi awalnya mau senyum, jangan-jangan Atiqah tak suka aku suka melirik Gaby, batinnya, tapi dugaan Aldi pupus, Atiqah
Aldi mendekati Gaby dan memeluk erat tubuh adiknya ini, dia tak ragu lagi, wajah Gaby seperti yang Atiqah katakan sangat mirip dirinya.“Kamu adikku…adikku, mulai sekarang dan selamanya!” suara Aldi agak terbata, tak menyangka saat ini memiliki lagi seorang adik yang sangat cantik beda ibu.Atiqah ikut meneteskan airmata, tak menyangka malam ini akan saksikan dua kakak beradik bertemu, setelah bertahun-tahun tak saling tahu.Atiqah juga sudah tahu riwayat Aldi ini, yang tak jauh beda dengan Gaby saat ini.Puas saling peluk, kini Gaby ngaku saat ini ambil kursus saja dan kerja serabutan untuk bantu ekonomi keluarganya .“Papa tiri hanya pengawai lepas di sebuah perusahaan, gajinya tak seberapa. Makanya Gaby tak langsung kuliah, kerja saja, lalu mau daftar tahun ini dan moga lulus di universitas negeri, agar mampu bayar UKT!”Curhat Gaby malu-malu dan bilang sore tadi baru pulang dari tempat kursus, bukan kuliah seperti dugaan Aldi dan Atiqah sebelumnya.Berbagai curhatan Gaby ungkapkan
Setelah ikut menemani Aldi dan Atiqah ke makam Bunda Aina, Aldi kini membawa Gaby ke Palembang dan dia membiarkan kedua wanita ini cantik sepuasnya belanja di mal.Gaby sampai bingung mau pilih pakaian dan perhiasan apa saja, termasuk Atiqah, yang dibebaskan Aldi pilih sendiri dan semuanya di bayar pemuda tajir ini.Begitu memakai pakaian baru, tak sungkan Atiqah memuji betapa cantiknya Gaby Harnady saat ini, ya Gaby berhak menyandang nama Harnady dibelakangnya mulai saat ini.“Adik kamu cantik banget yaa, tak heran sih, papa kamu ganteng, ka Desy juga cantik kok,” puji Atiqah, saat dia dan Aldi menatap Gaby yang sibuk mencoba beberapa pakaian di bantu pelayan di butik ini.Walaupun saat ini wajah Desy tak secantik dulu, Atiqah tetap kagum saat melihat foto lama ibunda Gaby tersebut.Aldi memegang tangan Atigah dan berbisik. “Kamu juga sangat cantik…dan keibuan, aku suka gaya kamu begitu…!” bisik Aldi, mulai lancarkan rayuannya.Atiqah kaget, tapi dia membiarkan tangannya dipegang pem
Balik ke hotel usai antar Gaby ke bandara dan mengantar Desy dan Arbuan pulang. Aldi kaget sekaligus senang, Atiqah memutuskan pindah kamar.“Nggak enak sendirian, nggak ada teman ngobrol, bete!” cetus Atiqah dan meletakan tasnya.“Kenapa nggak dari kemarin-kemarin sih ke sini,” ejek Aldi sambil memeluk Atiqah, wanita ini merengut manja, sambil mencebi.Aldi sejak bersama selalu menahan-nahan diri untuk tidak macam-macam dengan wanita jelita ini.Tapi hari ini, dia tak kuat juga, lembut dan harumnya tubuh Atiqah membuat ‘si iman’ mulai goyah juga.Atigah mandah saja saat Aldi menarik tubuhnya dan melumat lembut bibirnya. Setelah dulu tunangannya, kini Aldi lelaki kedua yang sukses melumat bibir merahnya.Ciuman ini mulai melebar, Atiqah mulai terbang ke angkasa, saat leher indahnya yang jadi kelemahannya di sosor pemuda ini.Atiqah bahkan membantu saat Aldi mulai melepas kancing blousenya.Wanita ini makin terpejam menikmati sentuhan Aldi yang mulai pelan-pelan melumat ujung bukit kem