Balik ke hotel usai antar Gaby ke bandara dan mengantar Desy dan Arbuan pulang. Aldi kaget sekaligus senang, Atiqah memutuskan pindah kamar.“Nggak enak sendirian, nggak ada teman ngobrol, bete!” cetus Atiqah dan meletakan tasnya.“Kenapa nggak dari kemarin-kemarin sih ke sini,” ejek Aldi sambil memeluk Atiqah, wanita ini merengut manja, sambil mencebi.Aldi sejak bersama selalu menahan-nahan diri untuk tidak macam-macam dengan wanita jelita ini.Tapi hari ini, dia tak kuat juga, lembut dan harumnya tubuh Atiqah membuat ‘si iman’ mulai goyah juga.Atigah mandah saja saat Aldi menarik tubuhnya dan melumat lembut bibirnya. Setelah dulu tunangannya, kini Aldi lelaki kedua yang sukses melumat bibir merahnya.Ciuman ini mulai melebar, Atiqah mulai terbang ke angkasa, saat leher indahnya yang jadi kelemahannya di sosor pemuda ini.Atiqah bahkan membantu saat Aldi mulai melepas kancing blousenya.Wanita ini makin terpejam menikmati sentuhan Aldi yang mulai pelan-pelan melumat ujung bukit kem
Hampir tengah malam mereka balik lagi ke hotel, kali ini beda 180 derajat, status keduanya sudah syah suami istri.Walaupun hanya nikah siri, tapi bagi Aldi apalagi Atiqah tak masalah, tuh mereka sama-sama cinta.Setelah hampir 12 tahun, Atiqah akhirnya menemukan pria yang dia cintai sepenuh hati.Kalau dulu ayah dan bunda mereka pernah menikah saat Aldi dalam kandungan Renita. Kini Aldi dan Atiqah seolah menjadi Om Sahroni dan Tante Renita lagi dalam versi masakini.Aldi juga seakan kilas balik jodoh kakek dan neneknya, dulu Tommy Harnady di usia 45 tahun menikahi Rachel Adriana yang masih berusia 21-22 tahunan.Kini Aldi di usianya 26 tahun menikahi Atiqah yang sudah berusia 35 tahun!“Sayang…kamu harus siap, istrimu ini kelak jadi nenek-nenek duluan, apakah kamu masih cinta?” Atiqah membelai wajah Aldi sambil tiduran.“Hmm…sebelum jadi nenek, kamu harus lahirkan Harnady-Harnady junior sebanyak-banyaknya!” balas Aldi tertawa kecil.“Hahh…jadi aku nggak boleh jeda hamil…?”“Iyah, pok
Sebagai pria matang, Gibran tidak langsung menanyakan hal ini ke Aldi, dia beranggapan mungkin saja ada Atiqah yang lain.Walaupun kadang pikirannya terusik juga, terlebih Aldi akan segera dia beri ‘jabatan’ dan beranggapan anaknya sudah dewasa dan mampu, untuk jadi direktur di perusahaan Harnady Group.Gibran ingin Aldi cukup ‘berpetualang’ dan minta anaknya fokus kerja saja!Tiga bulan kemudian…!“Aldi…papa rasa, kamu saatnya kamu mulai kerja!” cetus Gibran, ketika memanggil anaknya datang ke rumah.“Iya pah, Aldi pun begitu, ingin dekat dengan papa dan mama, juga biar dekat Gaby, Dyani dan Tommy!”“Hmm…usiamu sudah 26 tahunan lebih, nggak adakah niat untuk beristri lagi?” pancing Gibran.“Sudah ada…eh maksudnya sudah ada calon pah, tapi nantilah Aldi kenalkan ke papa dan mama, juga ke keluarga yang lain!” sahut Aldi hampir keceplosan.“Calon kamu…lebih muda, seumuran atau lebih tua? Apa kerjanya?” Gibran pelan-pelan mulai selidiki, agak penasaran juga dia dengan anaknya yang lebih
Makin hari perut Atiqah makin besar, seiring usia kandungannya yang sudah memasuki usia 7 bulanan.Trauma dengan nasib Bianti, Aldi kini tak mau jauh-jauh dari sisi istrinya, pulang ngantor dia langsung balik ke apartemen.Sampai hari ini pun keduanya belum ada keberanian mendatangi Gibran dan Celica minta restu. Atiqah lah yang aslinya belum percaya diri.Namun sepintar-pintarnya nyimpan rahasia, akhirnya ketahuan juga, itu gara-gara ulah Gaby dan si bungsu Tommy.Saat itu Aldi menemani Atiqah berbelanja baju-baju calon anak mereka, yang akan lahir 2 bulanan lagi.Tommy yang kini sudah kelas 2 SD dan saat itu ditemani Gaby yang pertama melihat.“Kak Gaby, lihat, itu kan Bang Aldi, siapa wanita cantik dan lagi hamil gede?” tunjuk Tommy pada Aldi dan Atiqah.Gaby yang kini sudah jadi bagian keluarga Harnady dan sangat akrab dengan dua adik-adiknya otomatis melihat ke arah tunjukan Tommy.“Benar Tom, itu Bang Aldi, ehhh itu kan ka Atiqah!” seru Gaby gantian kaget.“Ihh, siapa Atiqah itu
Atiqah yang sedang bersih-bersih ruang tamu apartemennya kaget, mendengar bunyi bel di pintu depan.Apartemen mewah ini makin sedap di pandang mata semenjak dia tinggal di sini. Atiqah sangat pintar menata ruangan, dia belum mau cari ART, walaupun Aldi sudah memintanya.“Kok Aldi balik lagi, apa ada yang ketinggalan ya?” batinnya, sambil jalan perlahan menuju ke pintu.Kehamilannya yang sudah 8 bulan membuat langkah kakinya tak selincah dulu lagi, berat badannnya juga naik sampai 6 kiloan.“Iya sayangg bentar…!” Atiqah pun agak bergegas ke pintu, karena bel kembali berbunyi hingga dua kali.Begitu pintu di buka, Atiqah langsung terdiam seribu bahasa, di depannya sudah berdiri seorang lelaki matang dan dandy, dengan wajah simpatik.Namun tidak ada senyum di wajah pria tampan ini.Dialah Gibran Harnady, ayah suaminya, sekaligus mertuanya dan pria yang pernah mendekatinya beberapa tahun yang lalu, sebelum menikah dengan Celica…!“Abang G-gi…eh silahkan masuk…?” dengan wajah berubah puca
Wanita cantik ini ternyata….Laura.“Hemm…mau apa kamu duduk di sini Laura,” dengus Aldi kurang senang, apalagi pikirannya sangat mumets, ingat Atiqah.“Jangan marah dulu ganteng…oh iya, aku turut berduka cita atas meninggalnya Bianti, istri kamu itu! Tapi kamu juga hebat, sudah bikin pembalasan yang sempurna di Lembah Kurau!” ceplos Laura tanpa tedeng aling-aling.Aldi kaget juga dalam hati, darimana wanita blasteran ini tahu. Namun dia bersikap tenang dan menyandarkan punggungnya ke kursi.“Kalau kamu sudah tahu, cukup berani juga kamu ke sini dan menemuiku. Apa kamu tak takut, aku bisa saja membunuhmu. Karena kamu sudah berkomplot dengan Jalak selama ini,” tegur Aldi lalu sengaja pasang wajah serius, hingga Laura terlihat kaget juga. “Tenanglah…kamu jangan marah begitu!” keder juga akhirnya Laura. Lalu Laura sebut sesuatu yang bikin dahi Aldi berkerut.“Kamu jangan berbohong terus Laura, apa gunanya!” tegur Aldi.“Aku tak bohong Aldi, papa asliku bukan Roy Sumanjaya, tapi ada pri
Gibran kaget menerima telpon dari Aldi, lebih kaget lagi setelah tahu saat ini Dilan di culik Laura dan komplotannya.Dalam kekalutannya, Aldi butuh dukungan orang tuanya saat ini, diapun dengan suara terbata minta maaf pada ayahnya, lalu mengisahkan apa yang terjadi saat ini.Mendengar suara Aldi yang serak begitu, semarah-marahnya Gibran dengan kelakuan anaknya ini, yang nekat menikahi Atiqah tanpa restu darinya, diapun mulai luluh juga.Gibran akhirnya ajak Celica bicara berdua dan menceritakan soal Aldi ini.“Aku memang meminta Atiqah bercerai setelah melahirkan…aku salah, ini soal cinta bukan soal ego…!” Gibran kini akui kesalahan fatalnya.“Mau gimana lagi pah, walaupun Atiqah hanya beda 1 tahunan denganku…tapi dia kan mencintai Aldi dan mereka sudah menikah, hamil besar lagi, diperutnya ada cucu kita …!”Celica seolah menegur ulah suaminya yang terbawa emosi saat meminta Atiqah tinggalkan Aldi, alias minta mereka cerai setelah melahirkan dan bayi mereka itu akan dipelihara kelua
Aldi seolah kembali ke medan tempur lagi, tapi kali ini misinya beda, dia ingin selamatkan anaknya dari penculikan Laura dan anak buahnya.Wajahnya kembali dingin, lengkap dengan kacamata warna coklatnya dan brewok yang tak di pangkas selama beberapa hari, padahal selama ada Atiqah, istrinya ini sangat memperhatikan penampilannya.“Jangan terlalu klimis ahh, nanti banyak yang naksir,” kelakar Aldi, Atiqah hanya tersenyum.“Kalau niatnya emank mau selingkuh, brewokan pun bisa. Aku percaya denganmu, jagalah kepercayaan itu. Masalalu tak masalah, masakini jangan di ulang. Ingat sudah ada istri dan calon anak..!”Atiqah menjawab setengah goyun tapi bijak, tapi maknanya sangat dalam dan dia tak mau kepo serta ganggu Aldi, apalagi nelpon-nelpon saat kerja.Kini penampilan dingin Aldi berubah total, setelah hari ke 2 kepergian Atiqah, Aldi seolah menjadi anak ‘manja’ yang kehilangan seorang ibu.Kehilangan dua orang yang sangat dia cintai membuat jiwanya mulai kembali rusak dan akan puas kal