Laura makin pucat tak terkira, tak menyangka Aldi begitu enteng keluarkan peluru menghajar 3 anak buahnya dan kini menembak kaki dua anak buahnya.“Jangan katakan anakku kalian bunuh, cepat keluarkan!” bentak Aldi melihat Laura kebingungan begitu.Gemes melihat Laura bersikap begitu, Aldi yang sejak kemarin marah tak terkira, tanpa ampun tembak lagi dua anak buah Laura, dan keduanya langsung pingsan seketika dengan kaki kedua-duanya berlubang.Laura langsung lunglai….pingsan!Aldi melihat itu makin jengkel bukan main, setelah ambil pistol anak buah Laura yang tadi dia tembak mati, Aldi bergegas masuk ke dalam vila ini.Namun semua ruangan yang dia obrak abrik, tak ada anaknya di vila ini.Aldi kaget bukan kepalang saat mendengar suara mobil, Aldi bergegas ke halaman dan dia benar-benar murka melihat Laura yang tadi pingsan.Kini kabur dengan mobilnya, dan yang bikin Aldi murka bukan kepalang, dua tas nya yang berisi uang diangkut Laura.Aldi kalah cerdik, Laura ternyata hanya pura-pur
Bibi Dayah yang ikutan panik tahu Atiqah menghilang dengan perut hamil besar, mencoba menghubungi beberapa sahabat anaknya, namun semuanya sama. Tidak ada yang tahu kemana Atiqah pergi. Mereka juga sebut Atiqah tidak berkunjung ke tempat mereka.Aldi pun pulang kembali ke Jakarta dengan hati kecewa, bingung harus kemana lagi mencari istrinya ini.Begitu ayah, ibunya dan adik-adiknya datang dari LN, Aldi pun di panggil Gibran, termasuk Masri, untuk bertanya lebih detil apa yang terjadi.Gibran yang sangat mirip gaya mendiang kakeknya Purnomo Harnady, mengakui kesalahannya. Masri juga ikutan kaget saat tahu istri keponakan sekaligus adik iparnya ini justru Atiqah. Tapi Masri diam saja, dia tak mungkin buka masalalu yang pernah sempat dekati Atiqah, walaupun Aldi sebenarnya sudah tahu dari cerita istrinya ini.“Maafkan papa, saat itu papa akui terbawa emosi, karena tak menyangka Atiqah itu justru istri kamu Di.”“Iya pah, Aldi paham, justru Aldi-lah yang salah, harusnya Aldi yang ber
Atiqah menuju ke kawasan puncak, dia paham, kalau pulang ke rumah ibu angkatnya, pasti Aldi akan ke sana mendatanginya.Dulu saat KKN di tempat itu, Atiqah kenal baik dan pernah angkat seorang wanita setengah tua yang berprofesi sebagai bidan kampung, sebagai ibu angkatnya, kini ke sanalah Atiqah menuju.Saat itu jalanan ramai lancar, namun di sebuah jalanan yang agak sempit, mobil daring terpaksa berhenti. Macet penyebabnya…!Atiqah yang masih bersedih hanya bisa duduk termenung, sambil melihat kiri kanan jalanan yang ramai ini.Tiba-tiba Atiqah kaget, saat seorang pria yang penampilannya kucel, mengetuk-ngetuk kaca mobil tengahnya, dimana dia duduk.Yang membuat Atiqah heran, pria yang agaknya OGDJ ini terlihat sedang menggendong seorang bayi yang terbungkus kain.Atiqah pun membuka kacanya. “Makan…makan, nih anakmu, makan!” kata si orang gila itu sambil sodorkan bayi yang terlihat menangis kejer tersebut.Atiqah tentu saja kaget bukan kepalang, dia terpaksa menerima bayi yang tak d
Tiga tahun kemudian…!Waktu memang sangat cepat berlalu, Atiqah sangat bahagia melihat perkembangan Dilan dan Kimberly, yang terlihat makin montok dan pintar.Dilan di usianya yang hampir 4 tahunan makin terlihat sangat pintar dan kalau bicara pun lancar tak cadel.Adiknya Kimberly yang tak kalah lincah dan menggemaskan juga bikin siapapun sangat gemas, bila melihat tingkahnya yang gemoy dan lucu ini.Dilan dan Kimberly besar di desa yang indah dan berhawa sejuk, sehingga kulit keduanya bak anak bulay saja.Terlanjur sayang dengan Dilan, Atiqah akhirnya tak pernah lagi berniat hubungi Tito dan Masna, juga suaminya.“Mah, kenapa sih papa jahat banget, udah lama nggak datang-datang jenguk Dilan dan adik Kim serta mama?” suatu hari Dilan bertanya ini pada Atiqah.“Papa kamu…masih kerja di luar Jawa Dilan, sabar yah, pasti papa kalian datang nanti,” itulah pertanyaan Dilan yang membuat Atiqah kadang merasa bersalah, karena memisahkan kedua anaknya ini dengan Aldi, ayah kandung Dilan dan K
Dilan hanya bisa meneguk air liurnya, saat melihat anak makan es krim dengan nikmatnya, setelah keluar dari minimarket tersebut.Dilan sengaja istirahat sambil berharap jualannya laku di depan minimarket ini.Anehnya Dilan kaget saat menatap wajah anak remaja itu, yang mirip sekali dengan wajahnya.Tiba-tiba anak itu berhenti dan menatap Dilan, agaknya remaja tanggung ini sama herannya menatap Dilan, yang wajahnya mirip dengannya.Anak remaja ini tiba-tiba mendekati Dilan. “Kamu mau…?” anak remaja ini menawarkan es krim ini pada Dilan.Dengan polosnya Dilan mengangguk. “Ayo kita ke dalam, kamu pilih sendiri, nanti aku yang bayar” kata si anak remaja ini.“Tommy kamu ngapain balik lagi, ayohh kita berangkat, mama di mobil nungguin, tuh papa juga udah selesai belanjanya!” tegur seorang gadis remaja yang sangat cantik.“Ini ka Dyani, kasian si bocil ini, dia pingin es krim katanya, makanya mau aku belikan!” sahut anak remaja yang dipanggil Tommy ini.“Ya udah cepetan yaa!” gadis bernama
Atiqah ‘meliburkan’ Tommy jualan hingga 3 hari, tak tega Atiqah membiarkan anaknya ini tiap hari jualan. Apalagi dia baru saja dapat rejeki nomplok dari pamannya sendiri, Tommy Harnady, tanpa Dilan sadari.Ditambah lagi Dilan sempat dijahati anak-anak nakal, hingga pipinya membiru. Atiqah pun jadi was-was dengan Dilan.Hari ini si bocil ini kembali jualan, karena kapok kalau-kalau ketemuan lagi dengan 5 anak punk nakal, Dilan jualannya berbeda, dia ambil jurusan lain lagi.Entah karena ikatan batin dan ada hubungan darah, Tuhan Yang Maha Esa lalu ‘menuntun’ anak kecil ini menuju ke sebuah vila yang sangat mewah dengan halaman dan perkebunan teh yang sangat luas hingga ribuan hektar.Dilan tak sadar jualan di dekat di perkebunan yang sangat luas ini, dan di pagar yang tinggi ada tulisan “Harnady House”.Inilah kejeniusan Dilan yang menurun dari Aldi, di usia belia dia sudah pintar membaca.“Jangan-jangan kak Tommy yang baik hati itu tinggal di sini,” batin Dilan, sambil mendekati pagar
“Atiqah Sahroni eh Harnady…!” sahut Dilan cepat, wajah Gibran melongo, Tommy terbelalak.“Siapa nama papa Dilan..?” kembali Gibran bertanya, kini suaranya agak bergetar.“Papa namanya Aldi Harnady, tapi papa jahat Om, sampai kini tak pernah mau jenguk mama dan adik Kimberly!” kata Dilan lagi dengan polosnya.Tiba-tiba Dilan kaget setengah mati, Gibran memeluknya erat dan sayup-sayup dia mendengar Gibran menyebutnya…cucuku.Tommy terlihat pergi dan tak sampai 5 menitan kembali lagi dengan Celica dan Dyani, ibu dan kakaknya.“Astagaaa…jadi ini Dilan Harnady yang dulu hilang di culik, ya Tuhannnn…Dilan, kamu cucuku, ayah kamu itu anak nenek paling tua, ini Dyani bibi kamu dan Tommy paman kamu, bibi kamu satunya namanya Gaby, tapi dia lagi kuliah di Inggris!” ceplos Celica, yang langsung menghambur memeluk Dilan, makin bengonglah anak kecil ini.Tadi si Om ganteng yang meluk, kini seorang wanita jelita.Dilan yang masih bocil ini tentu saja terkaget-kaget, melihat wanita cantik yang ngaku
Dengan langkah kaki lunglai, Atiqah pulang kembali ke rumah nenek Sadiya, yang selama 3 tahunan ini ikhlas menampungnya bersama Dilan dan Kimberly.Airmata wanita yang kini jarang berias, namun kecantikannya tak berkurang ini terus bercucuran memikirkan anak sambungnya tersebut.Satu malaman Atiqah tak bisa tidur, memikirkan kemana Dilan tak pulang-pulang.Di vila mewah itu, Dilan bak pangeran saat ini, apapun yang dia mau langsung dibelikan Celica dan Gibran.Saking ‘ke enakan’ usai di bawa ke mal yang ada di Bogor dan bebas memilih pakaian dan sepatu apapun yang dia suka, termasuk di belikan ponsel mehong. Dilan jadinya lupa pulang.Dia bahkan kecapekan dan tidur di kamar Tommy, usai main game online bersama, tak sadar ibu sambungnya satu malaman meneteskan airmata mengenang dirinya.Paginya Dilan dapat kejutan lagi, Aldi yang baru datang dari Kalteng langsung menghambur memeluk dirinya, saat dia masih keenakan molor di kamar mewah Tommy.Awalnya Dilan merengut saat tahu inilah ayah