Walaupun tidak selebar dan semulus jalan tol, tapi akses jalan dan jembatan ini akan membuka isolasi hampir 25 desa terpencil, termasuk kelak ke Lembah Kurau.Kontraktor langsung bangun mess perusahaan di Desa Punai. Dia juga bilang pekerjaan akan dilakukan dari ujung ke ujung agar cepat kelar.“Mumpung lagi mau memasuki musim kemarau, kita kebut pembangunannya,” sebut sang kontraktor.Suatu hari, Aldi yang baru mandi dan bermaksud melihat langsung megaproyek jalan tersenyum saat melihat tamunya hari ini.Si cantik Seria dan dua temannya yang dulu dia intip saat mandi, tiba-tiba datang berkunjung.“Tumben datang berkunjung Seria, ini siapa?” Aldi sengaja berbasa-basi dan persilahkan ketiganya masuk ke mess-nya.“Ih Abang masa lupa, ini Inaya dan Elita, teman aku yang dulu Abang tolong!” sungut Seria pura-pura mangkel, hingga Aldi tertawa dan sengaja nepuk jidat.Seria bilang, 2 bulan lagi dia dan Jofo akan menikah, termasuk Inaya dan Elita, sekaligus undang Aldi datang.Dan inilah ya
Di saat pembangunan jalan makin jauh dan kini sudah hampir terbuka akses hingga 20 kilometeran lebih.Aldi pun makin asek tenggelam bersama 3 wanita denok ini, layari nafsu yang tiada habisnya.Kadang mereka datang berdua, kadang ada yang sendiri-sendiri, kadang susul menyusul hingga sampai sore mereka bersama di mess ini.Ketiganya punya kelebihan masing-masing, kalau Seria dan Inaya punya bukit kembar yang indah dan menjulang. Elita beda lagi, bukitnya standar saja, tapi soal goyangan, Elita jawaranya.Hingga Elita punya julukan, kuda binal dari Aldi, sedangkan Seria dan Inaya dapat julukan buah melon. Si binal dan dou melon juga punya julukan buat Aldi, yakni Lion King.Aldi pun tak mengistimewakan salah satunya, karena mereka sama-sama mampu puaskan nafsunya yang makin hebat, sejak kembali minum ramuan kakek Gabar.“Kalau begini terus, ga bisa satu punya bini, harus 3 sekaligus,” pikir Aldi lalu tertawa kecil saat dia sendiri, setelah 3 ‘haremnya’ pulang dan janji besok akan datan
Tak lama mobil jemputan Aldi datang, Aldi lalu mendekati wanita ini. “Kalau jemputannya masih lama, mari ikut saya. Jangan khawatir, saya orang baik-baik kok, namaku Aldi…Aldi Harnady!” Aldi tawarkan jasanya.Gara-gara nama Harandy itulah, wanita cantik yang awalnya manyun dan diam, berubah warna wajahnya.Dia melepas kacamata hitamnya dan menatap tubuh tinggi besar Aldi.“Namaku Atiqah…kamu siapanya tuan Gibran atau Masri Harnady..?” Atiqah bertanya.“Anda kenal…ayah dan om aku…?” Aldi balik bertanya dan kini keduanya sudah masuk ke dalam mobil mewah jemputan Aldi.“Hahh…jadi…kamu anaknya Gibran Harnady, usia kamu berapa sekarang? Maaf aku jadi kepo?” Atiqah balik bertanya.“Baru jalan 26 tahun..! sahut Aldi kalem.“Hmm…seingatku, ayahmu kini baru berusia…!” Atiqah menahan kalimatnya, karena Aldi lah yang menyahut.“40 tahun…papaku memang masih muda dan belum tua, karena papa dan mama menikah saat papa berusia 13 tahun dan setahun kemudian aku lahir,” sahut Aldi kalem, hingga wajah A
Masri terdiam, dia tak menyangka, hubungannya dengan Tamara membuahkan keturunan. Cerita Aldi ini tak mungkin bohong, apalagi Tamara ucapkan hal itu saat sekarat.Seminggu pasca pemakaman nenek Rachel, Aldi memang sengaja menemui Om nya di rumahnya, setelah berbasa-basi dengan kakaknya dan dua ponakannya yang mulai beranjak anak-anak, tak lagi balita.Aldi pun beri kode ke Om nya, untuk bicara berdua.Keduanya memilih bicara di ruang kerja Masri, belum saatnya Dewi kakaknya tahu, kalau suaminya ini punya keturunan dengan Tamara.“Berarti usia Tissa sekarang…16 tahunan?” gumam Masri tanpa sadar, beda hampir 10 tahunan dengan anak tertuanya bersama Dewi.“Kalau dilihat dari pertemuan Om dan tante Tamara, iya! Kan Om setelah itu masuk ke Akpol dan tak pernah berhubungan apapun lagi setelah itu!”Aldi ngaku Tamara tak sempat sebutkan alamat lengkap Tissa, hanya sebut di Surabaya.“Hmm…Surabaya itu luas Di, kemana kita mencari Tissa? Lagian kita tak tahu seperti wajahnya. Kalau di urut-ur
Namun Aldi mesti bersabar hingga 3 jam lebih, Atiqah ternyata baru pulang ngajar setelah jam 2 siang, untung saja tak full day hari ini. Kalau ya, bisa sampai sore Aldi menunggu.Atiqah yang pulang naik motor kaget, saat dipanggil Aldi yang duduk di kantin yang sudah ditutup pemiliknya.Aldi pun sesaat terpesona, Atiqah sangat anggun dengan baju ASN terusannya dan pakai kerudung. Padahal saat bertemu di Jakarta dulu, wanita cantik ini geraikan rambutnya.“Aldi…sejak kapan kamu di sini?” sapa Atiqah keheranan sambil mendekat.“Baru…3 jam!”“Hahh…!” Atiqah kaget lalu tertawa kecil dan duduk di bangku di depan pemuda ini, sekolah ini mulai sepi, karena para guru dan siswa sudah berangsur pulang.“Jangan kaget yaa, aku kalau ngajar emank gini. Kalau jalan atau di luar jam sekolah, baru buka kerudung, masih belum 100 persen, pelan-pelanlah belajar pake kerudung!”Atiqah seakan paham, pemuda tampan di depannya ini bingung dengan penampilannya.“Tak apa, oh ya boleh kita bicara agak serius…t
Saat melihat wajah Ameena di ponsel Aldi, Atiqah terbelalak, karena wajah mereka memang agak mirip. Walaupun dari segi usia, Atiqah lebih tua, hampir 10 tahunan bedanya.Tapi wajah Atiqah terlihat awet muda, tak ada yang menyangka, si cantik ini sudah berusia 35 tahun, wajahnya bak masih 25 tahunan dan...belum pernah menikah!Satu hal yang bikin Aldi juga diam-diam mulai suka, sifat Atiqah yang dewasa dan keibuan mengingatkannya dengan Bianti.“Atiqah, jangan-jangan ibumu turunan Arab, kalau Om Sahroni kan asli Indonesia!” cetus Aldi spontan, sambi menatap wajah cantik Atiqah.“Entah Aldi, aku tak enak bertanya ke bundaku di Bandung. Nanti aku tanyakan pada kerabat ibuku di Palembang, semoga keluarga beliau masih ada. Lagian aku tak pernah liat wajah ibunda kandungku.” sahut Atiqah.Akhirnya keduanya sepakat akan ke Palembang dua hari dari sekarang. Setelah Atiqah akan minta izin cuti selama 2 minggu pada atasannya.“Aku temani yaa…ini musim hujan, nanti aku jemput pakai mobilku!” tan
Perjalanan dari Bandara Juanda ke Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang tak lama, tak sampai dua jam, Aldi dan Atiqah ini sudah dalam perjalanan menuju ke kampung di mana dulu ibunya tinggal.“Kita kan cari tahu di sana dulu Di, kan mendiang ayahku tinggal di sana. Ibu angkatku bilang ada kerabat yang tinggal di sana, namanya Handoyo, dulu pernah jadi pejabat, tapi bangkrut setelah kalah pilkada!” cerita Atiqah, Aldi pun menganguk.Anehnya Aldi puya perasaan seolah-olah dia 'sedang pulang kampung' ke tempat yang mereka datangi.Atiqah dan Aldi sama sekali tak tahu, orang yang mereka cari, ternyata Handoyo yang memiliki anak perempuan bernama Desy.Gibran pernah punya story panjang Desi, selain peranh di gampar Handoyo, beberapa tahun kemudian, Gibran pernah menolong keluarga Desy dan...keduanya sempat CLBK. Tapi keduanya tak berjodoh.Kini keduanya ke sana untuk mencari Handoyo tersebut, yang dikatakan ibu angkat Atiqah sepupu jauhnya dengan mendiang Om Sahroni.Setelah sampai,
Aldi dan Atiqah mencari penginapan setelah pulang dari rumah Desy Handoyo, karena sudah hampir senja. Mereka memutuskan besok akan ziarah ke makam Bunda Aina, ibu kandung Atiqah.Baru saja selesai mandi, Aldi mendengar ada ketukan di kamarnya, begitu di buka, ternyata Atiqah yang datang, wanita jelita ini melengus melihat Aldi hanya pakai handukan, hingga dadanya yang bidang dan berbulu halus nampak terlihat.Aldi pun buru-buru berpakaian dan kini duduk di kursi berhadapan dengan Atiqah.“Di, kamu merasa ada yang aneh nggak dengan Tante Desy tadi, kenapa dia kaget saat kita sebut ayahmu Gibran Harnady? Gaby juga terlihat gelisah…kenapa yaa?”Atiqah yang ternyata langsung bertanya, mendahului Aldi yang terlihat agak kaget Atiqah tiba-tiba bisa nongol di kamarnya malam ini.Mereka memang menyewa dua kamar yang berdampingan di hotel ini, atas permintaan Atiqah tentunya.Aldi awalnya mau senyum, jangan-jangan Atiqah tak suka aku suka melirik Gaby, batinnya, tapi dugaan Aldi pupus, Atiqah