“Maaf Khalifa, aku benar-benar ceroboh,” sahut Aldi dengan wajah kuyu, selain benar-benar tak paham dunia spionase, dia juga menyadari kebodohannya sendiri.Khalifa hanya tertawa kecil, dia pun tanpa sungkan akhirnya ajari dunia mata-mata yang penuh muslihat dan nyawa seolah tak ada harganya.Bagi Aldi, Khalifa jadi guru keduanya setelah Yasmin, tentang dunia mata-mata ini.“Ingat Aldi, di dunia kami, indentitas itu bisa palsu, aku saat ini bisa saja bilang namaku Khalifa, tapi besok bisa jadi Yasmin, Grace atau nama lain, sesuka akulah!”Lagi-lagi Aldi melongo, Khalifa sampai bilang sebuah film tentang dunia spionase yang bisa berubah identitas seenak hati. "Jangan-jangan Yasmin itu juga nama palsu?" gumamnya tanpa sadar. Khalifa kembali tertawa dan bilang bisa jadi...!“So.. begitulah Aldi, jadi kamu jangan terlalu percaya denganku, juga Yasmin, hari ini bisa saja kita berteman, tapi besok-besok bisa jadi aku atau Yasmin akan jadi musuh besarmu!” cetus Khalifa enteng. “Trus…nama
“Kenapa tidak, sini aku ambil alih setiran, kamu gunakan senjata milikku di tas ransel itu. Sekarang kamu buktikan lagi sebagai penembak lihai!” cetus Khalifa tiba-tiba, seakan menantang Aldi.“Oh yaa, kenapa nggak bilang dari tadi.” sungut Aldi, lalu tertawa, lalu dia beri kode agar Khalifa segera bergeser duduknya.Dan terlihatlah pemandangan menggelikan sekaligus menegangkan, kala Aldi dan Khalifa bertukar posisi, di saat mobil sedang melaju kencang, dengan RPM di atas 120 km/perjam.Wajah keduanya sampai bersentuhan saat bertukar posisi tersebut, baik Aldi dan Khalifa tentu saja tidak berpikir aneh-aneh, apalagi situasi sangat tegang.Aldi lalu mengambil sebuah senjata pendek yang tersimpan di tas ransel Khalifa, yang mampu memuat sampai 25 peluru sekaligus.“Buka sunroof-nya!” Aldi kini bersiap berdiri, Khalifa mengangguk dan atap mobil sedan ini pun terbuka.Aldi sudah berdiri, tetapi dia terpaksa merunduk lagi, tembakan beruntun dari helikopter menerjang mobil mereka yang saat
Aldi kini gantian pegang setiran dan kembali Yasmin alias Khalifa yang jadi petunjuk jalan. Aldi sangat terbantu dengan gadis cantik ini, dia hapal semua jalanan tanpa perlu gunakan peta satelit.Walaupun Aldi masih ingat kotanya, di mana dulu dia dan Ameena menaruh harta karun, tapi dia tak bisa menjamin akan cepat sampai.Mereka sudah ganti mobil jenis SUV yang bisa melibas gurun dengan cepat, Yasmin yang sarankan itu.“Mudah mereka lacak kita, kalau masih gunakan mobil warga Israel itu. Kita juga sementara jangan gunakan ponsel.” Saran si agen Turki ini.Aldi pun mengangguk paham, dia kini sangat percaya dengan agen tersebut. Biarpun awalnya meragu, melihat mudahnya Yasmin mengubah dirinya dan saat bercerita sangat menyakinkan.Gara-gara inilah, Aldi tak tahu apa yang terjadi di Pangkalan Bun, saat peristiwa tragis menimpa istrinya. Kemudian anaknya Dilan Harnady di bawa Masna serta suaminya Tito ke Palembang.Bahkan kedua orang tuanya sudah pernah bertemu Dilan dan di gendong mam
Aldi terkagum-kagum saat melihat tampangnya di cermin, kini dia berubah bak orang Yordania. Inilah hasil kreasi Yasmin.Sedangkan Yasmin juga berubah, hari ini dia sengaja kenakan burka. Mereka hari ini sengaja menyamar, untuk…merampas kembali tabungan Aldi yang sengaja dibekukan pihak bank.“Aku hanya mengambil sisa uang dan berlian itu, selebihnya tidak!” ceplos Aldi santai, saat mereka kini sudah dalam mobil dan menunggu saat beraksi.“Iya donk, kita bukan perampok, tapi hanya ambil hak kamu saja!” saat Yasmin tak kalah santainya, lalu mulai tutup wajahnya, setelah Aldi beri kode agar mereka segera beraksi.Tinggal 15 menit lagi bank ini tutup, Aldi dan Yasmin bersikap seperti nasabah yang akan mengambil uang bank tersebut.Dua sekuriti yang berjaga di depan langsung menahan langkah keduanya. “Kami akan mengambil uang, saya nasabah dibank ini,” Aldi langsung menyahut saat salah satu sekuriti ini bertanya.Dua sekuriti ini sempat bimbang, namun akhinya keduanya mengangguk dan menutu
“Gila juga kamu ini Di nekat nggak tanggung-tanggung. Eh bukankah uang cash yang kamu taruh itu hanya 10 juta dolar amerika dan sudah kamu donasikan semuanya, bahkan total donasi kamu kan hampir 15 juta dolar. Terus kenapa kamu ambil lagi yang 10 juta itu?”Yasmin bertanya keheranan tapi tetap konsen ke setiran, apalagi RPM sudah menunjukan lebih dari 170/perjam di jalan bebas hambatan yang lumayan ramai.“Aku lupa cerita, uang ini totalnya hampir 30 juta dolar, tapi saat itu campur dengan mata uang Palestina dan Yordania, so…ku ambil hanya 10 juta dolar, anggap bunganya selama 3 tahunan ini,” sahut Aldi cuek, hingga Yasmi langsung tertawa.Sepanjang jalan keduanya tak bosan-bosannya saling bercerita. Aldi yang biasanya cool, kini makin sering tertawa terbahak. Dunia jadi indah berada di samping si agen jelita ini.Akhirnya setelah lebih 7 jam menggeber mobil, mereka sampai juga di perbatasan Yordania-Arab Saudi.Saat santai di kafe yang buka 24 jam, karena ini sudah tengah malam, ked
Dengan suara terbata Aldi mengisahkan tragedi yang menimpa Bianti istrinya di Pangkalan Bun. Ada rasa penyesalan mendalam saat Aldi ceritakan tragedi Bianti.Yasmin sampai terdiam tak bisa berkata-kata. Tak terasa hampir 10 bulanan di Timur Tengah, Aldi tak tahu sama sekali kalau istrinya sudah berpulang dengan tragis.“Sabar…ini sudah takdir…!” Yasmin memeluk pemuda ini yang menahan tangisnya, kecuali airmatanya yang meleleh.Kembali Aldi harus kehilangan seorang istri dengan cara yang sama, di bunuh!“Aku….putuskan pulang ke Indonesia Yasmin, aku harus cari pembunuh Bianti sampai dapat, dan mencari anak kami yang dibawa kerabat Paman Atui” Aldi menggertakan giginya, terasa sekali aroma dendam tak bisa di tahan pemuda ini.“Hmm…ya sudahlah, tapi jangan bawa hati panas, tetap gunakan akal sehat. Musuh yang kamu hadapi pasti sudah perhitungkan resikonya, hingga nekat membunuh Bianti,” Yasmi langsung nasehati Aldi.Yasmin memang lebih dewasa dna matang dari Aldi, apalagi usianya dua tah
Aldi kini mendengarkan semua cerita dari Paman Atui dan anaknya, tentang musibah yang menimpa Bianti, kali ini tentu aja lebih komplet.Sejak mendarat di bandara perintis dan di jemput anak Paman Atui, pemuda ini tak mau berleha-leha, dia lalu temui Paman Atui dan menyimak kisah kakek tua ini. “Maafkan paman, yang tak bisa cegah pembunuhan itu,” Paman Atui menghela nafas, menyesali ketidak mampuannya jaga Bianti. Sambil memandang kakinya yang pincang dan kecil sebelah.“Di mana sekarang anak kami paman?” Aldi kini alihkan pembicaraan, dia tak menyalahkan kakek ini. Dirinya sadar, Paman Atui bukan seperti dirinya yang masih muda dan ganas.Walaupun paman Atui punya ilmu kebal dan lihai menembak, tapi usia tua tak mungkin di lawan, ditambah fisiknya yang tak pagi seperti saat muda.“Anak kalian di pelihara kerabat paman, cuman mereka pindah ke Palembang, suaminya pindah kerja ke sana. Tapi tak usah khawatir, paman jamin keselamatannya terjaga!” Paman Atui buru-buru menenangkan pemuda
Perjalanan menuju ke tempat dugaan persembunyian Jalak benar-benar medan yang sulit. Apalagi saat ini musim penghujan.Namun dendam membara membuat Aldi tetap nekat terobos jalanan di hutan yang becek dan penuh lumpur.Aldi sengaja tak mau gunakan helikopter perusahaan ayahnya. Bila itu digunakan, bisa jadi musuh besarku makin bersembunyi, batinnya.Padahal kalau Aldi mau, hitungan jam sudah sampai ke lokasi yang di tuju.“Sepanjang jalan aku bisa bertanya-tanya dengan warga, manusia begitu pasti sangat licin dan miliki muslihat,” pikirnya lagi, sambil tancap gas melibas jalanan.Awalnya perjalanan memang enak dan nyaman, tapi setelah lebih 50 kiloan dan sudah masuk daerah hutan, Aldi pun mulai merasakan apa yang dikatakan Kapolres dan Paman Atui.Selain becek, juga kadang dia terjebak di jalan penuh lumpur, butuh tenaga ekstra dan kelihaian sebagai joke kendalikan trailnya ini.“Betul-betul kepala daerah tak berguna, anggaran besar, tapi bangun jalan layak tak mampu,” batin Aldi samb