Aldi terkagum-kagum saat melihat tampangnya di cermin, kini dia berubah bak orang Yordania. Inilah hasil kreasi Yasmin.Sedangkan Yasmin juga berubah, hari ini dia sengaja kenakan burka. Mereka hari ini sengaja menyamar, untuk…merampas kembali tabungan Aldi yang sengaja dibekukan pihak bank.“Aku hanya mengambil sisa uang dan berlian itu, selebihnya tidak!” ceplos Aldi santai, saat mereka kini sudah dalam mobil dan menunggu saat beraksi.“Iya donk, kita bukan perampok, tapi hanya ambil hak kamu saja!” saat Yasmin tak kalah santainya, lalu mulai tutup wajahnya, setelah Aldi beri kode agar mereka segera beraksi.Tinggal 15 menit lagi bank ini tutup, Aldi dan Yasmin bersikap seperti nasabah yang akan mengambil uang bank tersebut.Dua sekuriti yang berjaga di depan langsung menahan langkah keduanya. “Kami akan mengambil uang, saya nasabah dibank ini,” Aldi langsung menyahut saat salah satu sekuriti ini bertanya.Dua sekuriti ini sempat bimbang, namun akhinya keduanya mengangguk dan menutu
“Gila juga kamu ini Di nekat nggak tanggung-tanggung. Eh bukankah uang cash yang kamu taruh itu hanya 10 juta dolar amerika dan sudah kamu donasikan semuanya, bahkan total donasi kamu kan hampir 15 juta dolar. Terus kenapa kamu ambil lagi yang 10 juta itu?”Yasmin bertanya keheranan tapi tetap konsen ke setiran, apalagi RPM sudah menunjukan lebih dari 170/perjam di jalan bebas hambatan yang lumayan ramai.“Aku lupa cerita, uang ini totalnya hampir 30 juta dolar, tapi saat itu campur dengan mata uang Palestina dan Yordania, so…ku ambil hanya 10 juta dolar, anggap bunganya selama 3 tahunan ini,” sahut Aldi cuek, hingga Yasmi langsung tertawa.Sepanjang jalan keduanya tak bosan-bosannya saling bercerita. Aldi yang biasanya cool, kini makin sering tertawa terbahak. Dunia jadi indah berada di samping si agen jelita ini.Akhirnya setelah lebih 7 jam menggeber mobil, mereka sampai juga di perbatasan Yordania-Arab Saudi.Saat santai di kafe yang buka 24 jam, karena ini sudah tengah malam, ked
Dengan suara terbata Aldi mengisahkan tragedi yang menimpa Bianti istrinya di Pangkalan Bun. Ada rasa penyesalan mendalam saat Aldi ceritakan tragedi Bianti.Yasmin sampai terdiam tak bisa berkata-kata. Tak terasa hampir 10 bulanan di Timur Tengah, Aldi tak tahu sama sekali kalau istrinya sudah berpulang dengan tragis.“Sabar…ini sudah takdir…!” Yasmin memeluk pemuda ini yang menahan tangisnya, kecuali airmatanya yang meleleh.Kembali Aldi harus kehilangan seorang istri dengan cara yang sama, di bunuh!“Aku….putuskan pulang ke Indonesia Yasmin, aku harus cari pembunuh Bianti sampai dapat, dan mencari anak kami yang dibawa kerabat Paman Atui” Aldi menggertakan giginya, terasa sekali aroma dendam tak bisa di tahan pemuda ini.“Hmm…ya sudahlah, tapi jangan bawa hati panas, tetap gunakan akal sehat. Musuh yang kamu hadapi pasti sudah perhitungkan resikonya, hingga nekat membunuh Bianti,” Yasmi langsung nasehati Aldi.Yasmin memang lebih dewasa dna matang dari Aldi, apalagi usianya dua tah
Aldi kini mendengarkan semua cerita dari Paman Atui dan anaknya, tentang musibah yang menimpa Bianti, kali ini tentu aja lebih komplet.Sejak mendarat di bandara perintis dan di jemput anak Paman Atui, pemuda ini tak mau berleha-leha, dia lalu temui Paman Atui dan menyimak kisah kakek tua ini. “Maafkan paman, yang tak bisa cegah pembunuhan itu,” Paman Atui menghela nafas, menyesali ketidak mampuannya jaga Bianti. Sambil memandang kakinya yang pincang dan kecil sebelah.“Di mana sekarang anak kami paman?” Aldi kini alihkan pembicaraan, dia tak menyalahkan kakek ini. Dirinya sadar, Paman Atui bukan seperti dirinya yang masih muda dan ganas.Walaupun paman Atui punya ilmu kebal dan lihai menembak, tapi usia tua tak mungkin di lawan, ditambah fisiknya yang tak pagi seperti saat muda.“Anak kalian di pelihara kerabat paman, cuman mereka pindah ke Palembang, suaminya pindah kerja ke sana. Tapi tak usah khawatir, paman jamin keselamatannya terjaga!” Paman Atui buru-buru menenangkan pemuda
Perjalanan menuju ke tempat dugaan persembunyian Jalak benar-benar medan yang sulit. Apalagi saat ini musim penghujan.Namun dendam membara membuat Aldi tetap nekat terobos jalanan di hutan yang becek dan penuh lumpur.Aldi sengaja tak mau gunakan helikopter perusahaan ayahnya. Bila itu digunakan, bisa jadi musuh besarku makin bersembunyi, batinnya.Padahal kalau Aldi mau, hitungan jam sudah sampai ke lokasi yang di tuju.“Sepanjang jalan aku bisa bertanya-tanya dengan warga, manusia begitu pasti sangat licin dan miliki muslihat,” pikirnya lagi, sambil tancap gas melibas jalanan.Awalnya perjalanan memang enak dan nyaman, tapi setelah lebih 50 kiloan dan sudah masuk daerah hutan, Aldi pun mulai merasakan apa yang dikatakan Kapolres dan Paman Atui.Selain becek, juga kadang dia terjebak di jalan penuh lumpur, butuh tenaga ekstra dan kelihaian sebagai joke kendalikan trailnya ini.“Betul-betul kepala daerah tak berguna, anggaran besar, tapi bangun jalan layak tak mampu,” batin Aldi samb
Kakek Gabar mulai ramah setelah Aldi berikan 1 slop rokok, yang dia beli di desa sebelumnya. Aldi paham, benda seperti rokok adalah alat untuk buka komunikasi dengan warga lokal. Dan kali ini terbukti…!“Daerah itu tak aman lagi semenjak ditemukannya tambang emas di sana. Warga luar berbondong-bondong ke sana, lalu timbul bentrok dengan warga Lembah Kurau!” Gabar pun mulai buka-bukaan.“Pantas, itu masalahnya ya pak, bahaya juga kalau terjadi bentrok, bisa menimbulkan korban,” gumam Aldi, sambil merapatkan jaketnya, karena hawa mulai menusuk tulang.“Sudah banyak yang tewas, di sana seolah tak ada hukum anak muda, yang ada hanya hukum rimba, siapa kuat dia yang selamat,” sahut kakek Gabar apa adanya, lalu merem melek menikmati rokok ‘mahal’ yang Aldi berikan.Aldi terdiam sesaat, ia lalu ingat peringatan Kapolres, kalau daerah yang dirinya datangi amat rawan dan kini terbukti, tak mungkin kakek Gabar berbohong.Kakek Gabar juga sebut, hampir separu warganya ikut ke sana ikut menambang
“Om, aku bukan wanita seperti yang om kira. Aku gadis baik-baik!”Rachel mengiba sambil berjongkok di ujung ranjang kamar hotel mewah ini. Di hadapannya, seorang pria hidung belang tengah menatapnya dengan mata berkabut gairah.Kehormatannya dalam bahaya, usai dia dikhianati kekasihnya sendiri. Kekasih yang dia kira akan memberinya pekerjaan, nyatanya malah menjualnya pada pria tambun yang ada di depannya saat ini. “Dengar, cantik. Kamu ini sudah dijual kekasihmu pada Om. Lagipula, uang 15 juta bisa kamu bawa pulang setelah ini. Jadi, jangan menolak.”Setelahnya, tanpa menunggu Rachel menjawab, pria itu bergerak menarik tubuh mungilnya. Dia mencoba melawan, tetapi cengkeraman pria itu di bahunya begitu kuat, hingga kemudian terdengar suara robekan.Brettt!Bahu mulus milik Rachel terekspos, membuat tatapan penuh gairah pria itu semakin menjadi, bak serigala yang lapar dan telah menemukan mangsanya. Rachel mundur tatkala pria itu terus memangkas jarak. Seringai pria itu, juga tatapan
“Sayang, kamu–” Plak!Lagi-lagi, tamparan dihadiahkan Rachel untuk pria itu. “Aku jijik mendengar panggilanmu!” Dia menatap penuh amarah ke arah Doni yang terdiam dengan kedua pipi memerah. Lobi yang semula sepi, kini ramai karena keributan yang diciptakan mereka berdua. Beberapa karyawan yang berjaga mencuri pandang ke arah mereka.Doni menggertakkan rahangnya. Dia menatap nyalang ke arah Rachel yang baru saja mempermalukannya.“Wanita tidak tahu diri!!” ujarnya sambil merapatkan gigi. “Kamu pikir, pekerjaan apa yang bisa memberikanmu uang banyak dengan waktu yang cepat? Kamu tidak perlu munafik, Rachel!”Rachel mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Dia memang bukan wanita religius, tetapi menyerahkan kehormatannya pada pria hidung belang, terlebih yang tidak dia kenal jelas membuatnya jijik. Dia tak rela disentuh pria hidung belang hanya untuk memuaskan hasrat liar mereka yang tak pernah padam.“Kamu benar-benar bajingan, Don!”Pria itu terlihat tak acuh. Alih-alih lelah memaksa