Gio pulang ke rumah secara diam-diam dan sengaja menepikan motornya di tepi jalan agar Rani tidak mengetahui jikai ia sudah kembali. Namun, di tepi jalan juga Gio melihat motor Candra terparkir tepat di depannya di bawah pohon mangga.
"Ngapain Candra parkir motor disini?" gumam Gio. Gio merasa ada yang tidak beres, dan ia yakin kalau Candra memang tengah bermain api dengan istrinya. Dengan raut wajah yang sudah tampak geram, Gio mencoba menahan diri dan berjalan perlahan mengendap-endap agar langkah kakinya tak didengar. Gio pun melihat arloji di tangannya sudah menunjukkan pukul 10 malam. Pekarangan rumah pun sudah sepi, begitu juga rumah mertuanya ibu Ratih. Dari pinggiran jalan menuju rumah Rani itu, diawali dari rumah bagian belakang Rani. Gio berjalan perlahan menuju rumah, tetapi ia dikejutkan dengan suara istrinya. Terdengar samar-samar suara Rani, seperti suara yang sedang menikmati permainan bersama dengan seorang pria. Desahan napas yang dikeluarkn istrinya seakan hanyut dalam permainan kenikmatan itu. "Aaah… Mas, kamu memang pintar. Nggak ada duanya," desah Rani menikmati. "Kamu juga, sayang… kamu berbeda sekali dengan istriku," ucap seorang pria yang menikmati permainannya dengan Rani. 'Kurang ajar! Siapa yang sedang bersamanya? Dia suami orang!' batin Gio sambil mengepal keras tangannya. Gio segera berlari menuju pintu depan rumah karena ia hanya memegang kunci depan rumah. Clak...! Pintunya terkunci dari dalam. Rani sengaja tidak melepas kunci dari dalam rumah agar ia dapat mengetahui kapan Gio datang. "Anjing! Dia kunci dari dalam!" geram Gio dengan raut wajah penuh amarah. Dok… dok… dok…! Gio menggedor pintu begitu keras hingga Rani melonjak kaget dan terburu-buru merapikan pakaiannya. "Rani… buka pintunya!" teriak Gio dari luar rumah. "Duh, Mas... Gio sudah pulang. Kamu keluar dari pintu belakang, cepat!" ucap Rani panik dan ketakutan. Rani segera membuka pintu belakang rumah terlebih dahulu dan memastikan pria itu sudah pergi daari rumahnya. Gio menyadari kalau pintu belakang dibuka oleh Rani. Gio segera berlari menuju belakang rumah. Begitu terkejut Rani saat Gio menghampirinya lewat pintu belakang. "Mana orang itu?!" tanya Gio dengan raut wajah yang sudah merah terbakar sambil menengok ke dalam rumah. "Orang apa?" tanya Rani tampak panik dan ketakutan. Namun, pria itu bersembunyi di balik kandang ayam di samping rumah Rani. Bruuk...! Rani didorong oleh Gio hingga bersandar di pintu. Gio mencari pria itu ke dalam rumah, tetapi sudah tidak ada. Sementara pria itu sudah melarikan diri dari rumahnya. "Dimana bajingan itu?!" tanya Gio kembali dengan geram. "Bajingan apa sih, Mas? Aku nggak ngerti sama kamu." Rani berpura-pura bertingkah lugu. Bremmm...! Suara motor terdengar dari pinggir jalan. Suara motor RX king itu nyaring terdengar membuat Gio mendelik dan kemudian berlari ke pinggir jalan untuk mengejar pria yang belum diketahuinya. Namun, Gio mendapati motor Candra menghilang yang tadinya terparkir bersama dengan motornya. "Aaarghhh... anjing! Kali ini kau lolos!" rutuk Gio geram dan penuh murka. Gio pun berlari kembali ke rumah memperhatikan Rani tampak ketakutan, tetapi ia menghela napas lega karena pria itu tidak berhasil diketahui oleh Gio. "Siapa yang tadi bersamamu, hah?!" tanya Gio. "Siapa ... apanya sih, Mas? Aku tidur kamu ngagetin aku!" sahut Rani yang masih membela diri. "Kenapa kau balik bertanya sedangkan kau tahu sendiri, yang bersamamu itu siapa?!" dengus Gio geram. "Dan, kenapa kalau tidak ada siapa-siapa, saat saya ketuk pintu depan rumah kau malah buka pintu belakang? Kenapa?!" sambung Gio dengan suara keras penuh emosi. Tak lama ibu Ratih pun keluar dari rumah karena mendengar suara orang sedang bertengkar. "Kalian kenapa? Ini sudah malam malah ribut-ribut," teriak Ibu Ratih sambil berlari tergopoh-gopong menghampiri Gio dan Rani. "Tahu tuh, Mas Gio. Datang-datang marah mikir yang tidak-tidak tentang aku!" bentak Rani sewot. Gio tak menjawab mertuanya, ia memilih masuk ke dalam rumah karena tak ingin membuat penyakit jantung ibu Ratih kumat. Dan, Gio tak percaya jika ibu Ratih tidak mengetahui perbuatan bejat anaknya. Gio melihat kasur dan sprei terlihat berantakan. Ia juga mendapati sebuah celana dalam yang jelas itu bukanlah miliknya. Mungkin saking terburu-burunya, pria itu tidak mengenakan celana dalamanya dan hanya mengenakan celana luarannya saja. "Bajingan! Anjing!" teriak Gio sambil menginjak-injak celana dalam di bawah lantai. Gio memilih tidur di sofa karena tidak sudi tidur di kamar bekas keringat cumbuan mesra Rani dengan pria lain. Hatinya tampak teriris, begitu perih hingga ia tak bisa menahan diri dan akhirnya menjadi emosi. Andai membunuh orang bukan tindakan kriminal dan tidak berdosa, mungkin Gio sudah membunuh mereka berdua. *** Keesokan harinya, Rani menaruh kopi panas di meja ruang tamu dengan nasi uduk yang ia beli di warung ibu Ida untuk sarapan Gio suaminya. Namun, Gio tidak menyentuh sedikitpun makanan yang disediakan oleh Rani. "Mas ..." "Hmmm!" "Katanya Mas pergi dua hari, kok semalam pulang?" tanya Rani kemudian. "Ini rumahku, kapanpun saya mau pulang, itu bukan urusan kamu!" sahut Gio menyindir Rani. "Iya, bukan begitu maksudku, Mas. Tapi ..." "Sudahlah! Tak usah banyak bicara mulut kamu!" bentak Gio yang tak ingin lagi mendengar suara Rani. Masih terekam dengan jelas suara desahan Rani yang begitu menikmati permainannya semalam dengan pria lain. Suara itu membuat amarah Gio terasa bergejolak. Ia memilih menghindar agar tidak melukai Rani karena bagaimanapun, Rani tengah mengandung seorang anak yang tidak ia ketahui, anak itu adalah anak siapa. 'Sabar, Gio… suatu saat semua akan terungkap.' Gio membatin. Sesudah itu, ia bergegas pergi ke toko buahnya. Hari ini toko buahnya tampak sepi, membuat Gio terus termenung mengingat semua yang telah terjadi padanya. "Apakah Rani sengaja menyembunyikan kemandulanku agar dia bisa mengaku kalau anak yang dikandungnya adalah anakku? Kenapa dia bisa melakukan hal sekeji itu sama aku?!" gumam Gio begitu sakit hatinya. Sementara hingga waktu sudah mulai petang, Gio hanya mendapat pelanggan yang sedikit. Uang hari ini cukup untuk makan sehari-hari. "Kok, sehari cuma dapat segini?" Rani mengeluh saat menerima uang hanya seratus ribu. "Sepi pembeli," sahut Gio kemudian. "Kalau uang cuma segini, cukup buat makan dong. Belum untuk keperluan yang lain. Kamu kerja yang lain, kek apa, gitu. Nggak usah cuma jaga toko buah saja. Mancing malam misalnya, biar banyak dapat uang," protes Rani yang menyuruh Gio terus bekerja agar bisa menghasilkan banyak uang. "Mancing malam, ya? Saya mancing… terus kau juga mancing dikasur. Begitu, kan maksudnya?!" sindir Gio kemudian. "Apa maksud kamu, Mas? Jadi laki-laki jangan lemes mulutnya! Saya cuma suruh kau bekerja!" gertak Rani yang tak mau mengalah.Gio tak menyahut lagi dan memilih diam karena percuma jika ia masih terus bicara dengann Rani, sebab ia sangat keras kepala. Rani selalu begitu, menyuruh Gio untuk mencari pekerjaan tambahan di saat tokonya sedang sepi. Gio lebih memilih pergi ke tongkrongan, saat Rani sedang marah. Daripada harus mendengar celotehan Rani, lebih baik Gio menenangkan diri bersama dengan Agus dan Budi."Eh, Gio… kenapa mukamu, kok ditekuk begitu? Gelut kau, ya sama bini," ejek Agus yang selalu saja memberi candaan pada Gio."Mendingan traktir kita minumlah, Gio. Ayok!" ajak Budi yang selalu saja meminta dibelikan minuman alkohol pada Gio."Toko sedang sepi, uang aku kasih semua sama Rani," keluh Gio kesal."Ya, sudah tunggu Candra saja, ya. Dia katanya lagi cari hadiah, entah buat siapa. Nanti aku chat dia supaya sekalian beli anggur merah sama yang lainnya," celetuk Budi yang langsung menggunakan ponselnya.'Candra beli hadiah?' Gio membatin. Gio baru ingat kalau hari ini adalah hari ulang tahun Ran
Gita adalah istri sah dari perselingkuhan Rani. Selingkuhan Rani adalah teman satu tongkrongan Gio, yaitu Candra. Rani menikah dijodohkan orang tuanya dengan Gio. Candra pun menikah dengan Gita dikaruniai 3 orang anak perempuan, sedangkan Rani dengan Gio belum dikaruniai seorang anak. "Mas, beras persediaan di rumah sudah habis. Besok nggak ada buat masak nasi," ucap Gita saat Candra baru saja tiba di rumah."Aduh! Bisa nggak aku duduk dulu, baru kamu kasih tahu aku! Ini suami baru pulang sudah ditodong duit!" dengus Candra kesal.Gita hanya diam tak menyahuti sang suami, kemudian mendengar anak bungsunya menangis di dalam ayunan. Ia beranjak untuk mengayun-ayun anak bungsunya yang masih berusia 8 bulan itu. Candra pun bergegas mandi dan meninggalkan dompet serta ponselnya di meja rias kamar.Ting…! Terdengar bunyi pesan masuk di ponsel Candra.Ting…! Ting…! Pesan itu datang lagi dan lagi hingga menimbulkan bunyi berkali-kali sehingga membuat Gita penasaran.Sementara sambil mengayun
Semua ibu-ibu di tempat arisan itu tidak mengetahui kalau ternyata, selingkuhan Candra adalah Rani. Bisa marah besar ibu Eni pada Rani kalau ia tahu suami keponakannya sudah direbut oleh dirinya."Iish...! Makin marak, ya pelakor sekarang,," celetuk Vera kesal."Hmm... kalau Ari tidak mungkin nyantol sama pelakor, Ver. Dia, kan bucin banget sama kamu," sahut Dina pada Vera.Rani hanya terdiam dan merasa panik. Tubuhnya mula8 mengeluarkan keringat dingin. Dia harus memberitahu Candra kalau istrinya sedang berada di rumah ibu Eni. Rani tidak ingin jika Candra tiba-tiba datang ke rumah dan dilihat oleh Gita istrinya."Emang si Gita kayak gimana, sih wajahnya? Aku penasaran. Kok, bisa-bisanya, ya suaminya direbut pelakor?" tanya Neneng penasaran.Ibu Eni langsung mengambil gawai di tas kecilnya. Mencari foto Gita digaleri dan menunjukkannya pada ibu-ibu arisan."Secantik ini diselingkuhin? Selingkuhannya kayak apa, ya wajahnya?!" Dina menjadi sewot sendiri."Laki-laki tidak bersyukur!" g
Tubuh Ririn bergetar hebat saat teman-teman di sekelilingnya menatapnya dengan penuh rasa kebencian."Itu semua fitnah!" teriak Ririn sengaja menutupi, kemudian berlari keluar kelas karena tak sanggup menahan rasa malu oleh kelakuan bejat kakaknya yang tersebar.Sebenarnya Lia tak ingin menyebar aib ayahnya bersama dengan kakaknya Ririn, tetapi karena terpancing emosi yang dibuat oleh Ririn. Persoalan Lia dituduh menjadi perebut seorang lelaki yang disukai Ririn, Lia pun terpaksa menyebarkan perbuatan kakaknya. Berbagai macam tanya akhirnya dilontarkan teman-teman Lia di kelas. Mereka bertanya, bagaimana Lia bisa mendapatkan bukti itu. Lia tampak duduk di kursinya dan tangannya menutup kedua telinganya. Bulir-bulir bening pun akhirnya berjatuhan di pipinya.Lia harus menerima resiko kalau ayahnya, saat ini menjadi buah bibir di desanya karena perselingkuhannya dengan Rani istri Gio, sedangkan orang lain pun tak menyangka jika Candra akan mengkhianati Gita. Apalagi Lia yang sama sekali
"Apa! Bayi?" Gita terbelalak tak percaya kalau Rani sampai mengandung anak suaminya. Rani hanya mengangguk dan menundukkan kepalanya. Semakin banyak para tetangga keluar menyaksikan keributan yang dibuat oleh Rani. "Dasar lontè memang kamu, ya! Memang perempuan jalang!" geram Ibu Eni matanya memerah karena marah sambil menunjuk-nunjuk Rani. Gio hanya mendengarkan semuanya di balik pintu rumahnya, kini ia mendengar sendiri pengakuan Rani kalau anak yang dikandungnya adalah hasil perselingkuhan mereka berdua. "Heh! Kamu itu kalau punya anak jangan didukung jadi lontè! Dasar orang tua nggak ada otak! Jangan-jangan Ririn juga mau kamu ajari seperti Rani?" dengus Ibu Eni menghardik ibu Ratih yang hanya diam saja dari tadi. "Jangan tuduh Ibuku!" bentak Rani. "Kenapa? Tidak mungkin ibu kamu nggak tahu kamu selingkuh sama Candra, kan? Sudah jelas rumah kalian bersebelahan dan masih satu pekarangan!" teriak Ibu Eni. Gita hanya menangis di pelukan tantenya. Ia tak tahu harus bagai
Melihat surat hasil pemeriksaan Gio yang telah dinyatakan mandul. Rani terdiam tak bisa berkutlk lagi karena tak bisa bicara lagi jika bayi yang dikandung adalah darah daging Gio. Rani juga masih bingung, siapa ayah dari anak yang sedang dikandungnya sebab selama ia mendapat panggilan manggung, bahkan berkenalan dengan pria-pria di sosial media. Begitu banyak laki-laki yang sudah menjàmah tubuhnya tanpa sepengetahuan Gio suaminya.Sementara yang mengetahui perbuatan bejat mèsum Rani pada para pria, hanyalah Ririn adiknya karena Ririn yang selalu menjadi asisten kemana Rani kakaknya pergi. Namun, saat Rani sudah terlambat datang bulan, ia sengaja meminta Candra untuk menyetubuhinya tanpa menggunakan pengaman, sebab selama ini mereka berhubungan dengan menggunakan pengaman agar Rani tak dapat hamil."Mas, kali ini coba jangan dipake, ya pengamannya. Biar masuk kedalam. Enak tahu kalau masuk, cairannya terasa hangat." Rayu Rani sambil mengambil alat kontrasepsi yang sudah dipasang oleh
Candra hanya tersenyum sinis membaca pesan dari Rani. Siapa yang ingin menjalin hubungan serius dengan wanita seperti Rani yang dikenal sudah banyak dijamah banyak laki-laki. Sekalipun Candra tergila-gila pada Rani, itu hanya untuk memuaskan hasrat birahinya, tanpa ada ikatan dengan Rani. Candra akan tetap memilih Gita istrinya, meskipun saat ini Gita dan anak-anaknya sudah sangat membencinya.Candra pun pergi meninggalkan kampung halamannya karena malu bila terus ada di desa. Perselingkuhan Rani dan Candra sudah menyebar dimana-mana. Ia tak bisa menyalahkan siapapun, apalagi Lia anaknya yang sudah menyebar berita perselingkuhan ayahnya tersebut. Ini memang resiko bermain hubungan gelap. Namun, beruntungnya Gita maupun Gio tak ada yang melaporkan pasangan mereka kepada pihak kepolisian.*Pada saat itu Rani sengaja pergi ke rumah Vera untuk membayar arisan karena ia malu untuk bertemu dengan ibu Eni. Pasti ibu Eni masih terus mencelanya. Rani dengan maksud lain ke rumah Vera adalah a
Pak Karso terus mendengar suara di dalam gubuk. Meskipun Ririn sudah melarangnya untuk masuk, pak Karso tetap memaksa untuk masuk ke dalam. Begitu terkejut pak Karso saat melihat Rani dan Hendra sedang bersenggama tak mengenakan busana. Rani segera menutup diri menggunakan pakaiannya dan Hendra langsung ketakutan, saat mata pak Karso menatap mereka penuh kebencian."Rani! Apa-apaan kamu?! Malah main kuda-kudaan siang hari begini sama laki-laki lain!" bentak Pak Karso yang memarahi Rani."Kalian harus ikut saya ke kantor polisi!" Pak Karso langsung menyeret Rani dan Hendra."Pak… Pak saya mohon, jangan laporkan saya pada suami saya, Pak." Rani memohon kepada Pak Karso. Namun, ketika pak Karso sedang melabrak Rani dan Hendra, ada Pak Abdul dan Pak Romi yang mendengar keributan saat mereka melewati sebuah perkebunan."Ada apa, Pak Karso?" tanya Pak Abdul kemudian."Ini, loh. Rani siang bolong malah main kuda-kudaan di gubuk," tunjuk Pak Karso kesal pada Rani dan Hendra yang sedang sibuk
Rani ikut pergi ke kampung halaman dimana Varo tinggal. Di tempat tinggal Varo masih minim sinyal karena jaringan tidak begitu memadai di sana. Kampung halaman Varo memang sangat pelosok, jauh dari kota karena memasuki kawasan perkebunan sawit."Di sini kalau mau cari sinyal naik ke bukit, Ran. Nanti aku kasih tahu bukitnya, ya," ucap Varo menjelaskan.Rani mengangguk. Bagi Rani tak apa hilang jaringan supaya tak ada lagi Gio yang menghubunginya. Rani disambut ramah oleh penduduk di sana. Apalagi oleh keluarga Varo. Sementara itu, Varo dan Rani sepakat merahasiakan status Rani yang sudah menjadi istri orang agar keluarga Varo mau menikahkan mereka berdua. Varo juga sudah meminta keluarganya untuk tutup mulut, soal pekerjaan Varo selama Rani belum sah menjadi istrinya.Kedua orang tua Varo banyak bertanya mengenai keseharian Rani di kampungnya dan Rani menjawab penuh kebohongan agar dapat memikat hati keluarga Varo. Rani dan Varo sama-sama menutupi sesuatu agar mereka bisa bersama. En
"Ya, sudah pelet aja itu Rani. Seharusnya ibu Ratih bisa, ya seperti itu," usul Budi. Namun, bukan membuat teman-teman Gio setuju, mereka malah merasa kalau Gio yang terkena pengasihan oleh Ibu Ratih sehingga tidak bisa melepaskan Rani."Loh, kok kalian malah pada diam?" tanya Budi kemudian."Sesuatu yang dasarnya dari sihir itu tidak baik, Bud," ucap Ari."Iya juga, sih," gumam Budi. Agus menatap Gio yang masih resah dan gelisah karena kepergian Rani istrinya."Lebih baik Mas Gio sholat istikhoroh, deh. Siapa tahu Mas Gio dapat petunjuk," saran Vera dan Ari suaminya mengangguk setuju.Gio termenung, sepertinya memang harus menghadap kepada sang kuasa agar Gio merasa lebih tenang dan bisa mendapatkan petunjuk hubungannya dengan Rani. Gio sudah terlampau jauh melupakan Tuhan sehingga ia tak tahu arah dan kini mungkin saatnya Gio menghadap kepada sang kuasa untuk meminta petunjuk."Iya, bener juga yang dibilang Vera. Daripada gue ke dukun-dukun buat menghentikan Rani untuk tidak berbuat
Gio mencari ke sana-kemari di sudut ruangan, namun hanya ada Varo yang tengah duduk sendiri. Gio mencurigainya, tetapi ia tidak melihat Rani sedang bersamanya."Maaf, Mas pelanggan perempuan yang Mas maksud sudah pergi dari sini," kata seorang pelayan yang langsung datang menghampiri Gio."Oh, begitu, ya." Gio melirik ada rasa curiga kepada pria yang sedang duduk itu, namun Varo hanya terdiam saja."Mbak, saya pesan nasi gorengnya sama es jeruk, ya," seru Varo yang sengaja memesan makanan agar tidak dicurigai. Gio pun kemudian beringsut pergi dari warung makan Sudiro itu. Raut wajah Gio menjadi kecewa karena ia tak berhasil menemukan Rani."Berarti benar, Rani pergi dengan Candra ke kota Rajawali lagi. Dan pria yang di dalam bukanlah kenalan Rani," gumam Gio yang kemudian menaiki motornya.Gio menduga Rani melarikan diri bersama Candra ke luar kota lagi. Gio tidak tahu kalau pria di dalam warung itu adalah kekasih baru Rani istrinya. Gio melajukan motornya kembali pulang. Sepertinya G
Candra segera menghubungi Gita untuk memberitahukan Lia agar tidak banyak bergaul dengan laki-laki yang nantinya hanya mempermainkannya saja. [Lia sudah dewasa, Mas. Dia sudah tahu mana yang baik menurut dia, apalagi dia ambil pembelajaran mengenal laki-laki itu dari ayahnya sendiri.] Isi pesan Gita pada Candra saat Candra menyalahkan Gita karena tak bisa menjaga anaknya."Aku yang tak bisa menjaga anak-anak dia bilang? Dia hanya bisa menjaga Rani saja sudah berani menasihatiku!" rutuk Gita kesal.Krieeet...! Suara pintu rumah terbuka."Aku pulang," seru Lia saat baru saja tiba di rumah."Lia.""Hmm...""Dari mana kamu?""Jalan sama Dimas, Bu. Kan, Ibu tahu tadi aku dijemput Dimas di pengadilan, kan.""Ayahmu menegur Ibu, katanya Ibu nggak bisa menjaga kamu karena kamu bergaul dengan pria yang salah," kata Gita pada putri sulungnya."Dia tahu dari mana kalau Dimas adalah laki-laki yang nggak baik? Sebelum dia menilai orang, lebih baik suruh ayah bercermin dulu, deh," bantah Lia tak s
Aku tidak pernah tahu, mana pria yang baik. Karena pria yang terbaik menurutku saja ternyata adalah pria yang paling keji kelakuannya.Rani langsung melupakan janjinya kepada Gio kalau ia menyesali perbuatannya selama ini kepada Gio karena mendapatkan pesan dari pria idamannya, yaitu Varo."Aku gak akan sanggup kalau terus di kurung sama Gio begini. Aku harus bisa bebas dari sini." Rani menggumam dan berharap Varo membawanya pergi.Drrtt...! Ponsel Rani berdering, ada telepon masuk dari Varo, tetapi Rani tidak berani mengangkatnya karena takut kalau Gio mendengar obrolannya dengan Varo.[Jangan telpon, kita chat aja, ya.] Rani mengirim pesan pada Varo setelah teleponnya ia matikan.[Kamu bisa gak jemput aku di Desa Kuala? Aku benar-benar minta tolong sama kamu, aku harap kamu bisa jemput aku.] Isi pesan Rani pada Varo lagi. Menunggu balasan dari Varo membuat Rani gelisah dan berharap Varo akan menjemputnya.[Memangnya kenapa? Kamu di desa itu ngapain?] tanya Varo.[Panjang ceritanya,
Gio tersenyum sinis menatap istrinya. Namun, kini tidak ada lagi perkataan Rani yang dapat ia percaya semuanya penuh kepalsuan. Ditambah lagi saat Gio mendapati Rani tengah bersenang-senang dengan Candra."Jadi, kalian bersekongkol pergi dari desa, dan melanjutkan perselingkuhan kalian di luar kota?" tanya Gio dengan wajah datar penuh kekecewaan."Gak, Gi. Gue gak tahu kalau Rani akan bekerja di kafe. Kami hanya bertemu di sini tanpa disengaja." Candra coba menjelaskan kepada sahabatnya itu."Kafe? Berarti selama ini benar, kan! Kalau kamu tidak bekerja di toko baju?" tanya Gio yang mendelik tajam melihat ke arah Rani yang sudah gugup karena tertangkap basah oleh suaminya."Tidak, Mas! Cuma malam saja aku kerja di kafe, cari tambahan sebagai penyanyi bayaran. Paginya aku kerja di toko baju," jawab Rani. Tubuhnya gemetar dan mulai berkeringat dingin."Kalau begitu tunjukkan tempat tinggal kamu, dan tunjukkan dimana toko bajunya," pinta Gio kemudian.Rani kebingungan menjelaskan kepada
Candra merasa resah karena Rani tidak menjawab telepon dan membalas pesannya di ponsel. Candra mencoba menghubungi Feni, namun Feni tidak mau berkata jujur kepada Candra karena ia tahu kalau Rani sedang pergi bersenang-senang dengan Varo."Gue yakin lo tahu ke mana Rani, Fen!" "Gue gak tahu, Can. Gue kira dia udah balik." Feni sengaja berbohong.Candra tampak resah dan mengacak-acak rambutnya dan menendang meja di kafe itu. Candra merogoh ponsel di saku celananya. Di layar ponsel ia melihat jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi, tetapi tidak ada satupun pesannya dibalas oleh Rani."Ke mana Rani belum pulang jam segini?!" gumam Candra.*Di tempat lain, bukan hanya Candra ingin tahu kebaradaan Rani saat ini . Gio pun merasa begitu resah karena Rani selalu menghilang dan tak ada kabarnya."Sesibuk itukah dia bekerja sampai tidak bisa memberikan kabar walau hanya satu kali," gumam Gio yang sambil menyandarkan kepalanya di kursi sofa, sambil memainkan remot televisi.Ting...! Pesan masuk d
Setelah Rani pergi di luar kota untuk bekerja. Tak ada habisnya orang-orang di desa membicarakannya. Membicarakan tentang kebodohan Gio yang masih mempertahankan istri seperti Rani."Kemarin suamiku lihat Rani … sedang nganu di gubuk lama itu, dekat kebun jagung," celetuk istri pak Karso membicarakan Rani di warung nasi uduk Ibu Ida. "Gubuknya akhirnya dibakar sama suamiku, bersama Pak Abdul dan juga Pak Romi.""Siapa itu laki-lakinya? Kan, Rani juga selingkuh sama Candra," timpal Neneng."Nggak tahu laki-lakinya, kayaknya cuma kenalan di pesbuk, loh. Terus inbokan gitu, pas ketemuan malah nyoblos," ucap istri pak Karso."Hiih…! Kalau aku jadi Gio, udah aku talak tiga istri macam begitu. Jijiklah, ya. Udah masuk batang sana sini, belum saja kena penyakit!" Dina ikut menimpali."Iya, kok Gio bodoh banget, masih mau saja mempertahankan Rani!" sungut Ibu Ida."Katanya, sih karena Rani lagi hamil, mungkin Gio kasihan mau ceraikan," sahut Dina."Jangan-jangan juga bukan anak Gio," celetuk
Rani benar-benar mencari dukun aborsi lain untuk menggugurkan kandungannya karena ibunya tak mau menggugurkan anak yang dikandung oleh Rani. Setelah berhasil menggugurkan kandungannya, Rani berpura-pura jatuh dari kamar mandi agar Gio mengira ia keguguran. Gio begitu panik saat melihat banyak darah yang keluar dari jalan lahir Rani. Gio segera memanggil ibu Ratih untuk memeriksa kondisinya.Ibu Ratih tahu kalau Rani ini tengah berpura-pura karena janin yang mati sudah disimpan di dalam sebuah kendi kecil. Ibu Ratih hanya memberitahu Gio kalau Rani mengalami keguguran karena jatuh dari kamar mandi. Gio menyarankan Rani untuk pergi ke Rumah Sakit, tetapi Rani menolak dan meminta untuk dirawat di rumah saja oleh ibunya. Gio akhirnya menguburkan janin yang sudah di aborsi oleh Rani di belakang rumahnya. Meskipun Gio tahu janin itu bukanlah darah dagingnya, tetapi Gio merasa sedih karena kehilangan bayi itu. Sebab mempunyai anak adalah impian Gio dan Rani. Namun, Tuhan berkehendak lain.**