Gio pulang ke rumah secara diam-diam dan sengaja menepikan motornya di tepi jalan agar Rani tidak mengetahui jikai ia sudah kembali. Namun, di tepi jalan juga Gio melihat motor Candra terparkir tepat di depannya di bawah pohon mangga.
"Ngapain Candra parkir motor disini?" gumam Gio. Gio merasa ada yang tidak beres, dan ia yakin kalau Candra memang tengah bermain api dengan istrinya. Dengan raut wajah yang sudah tampak geram, Gio mencoba menahan diri dan berjalan perlahan mengendap-endap agar langkah kakinya tak didengar. Gio pun melihat arloji di tangannya sudah menunjukkan pukul 10 malam. Pekarangan rumah pun sudah sepi, begitu juga rumah mertuanya ibu Ratih. Dari pinggiran jalan menuju rumah Rani itu, diawali dari rumah bagian belakang Rani. Gio berjalan perlahan menuju rumah, tetapi ia dikejutkan dengan suara istrinya. Terdengar samar-samar suara Rani, seperti suara yang sedang menikmati permainan bersama dengan seorang pria. Desahan napas yang dikeluarkn istrinya seakan hanyut dalam permainan kenikmatan itu. "Aaah… Mas, kamu memang pintar. Nggak ada duanya," desah Rani menikmati. "Kamu juga, sayang… kamu berbeda sekali dengan istriku," ucap seorang pria yang menikmati permainannya dengan Rani. 'Kurang ajar! Siapa yang sedang bersamanya? Dia suami orang!' batin Gio sambil mengepal keras tangannya. Gio segera berlari menuju pintu depan rumah karena ia hanya memegang kunci depan rumah. Clak...! Pintunya terkunci dari dalam. Rani sengaja tidak melepas kunci dari dalam rumah agar ia dapat mengetahui kapan Gio datang. "Anjing! Dia kunci dari dalam!" geram Gio dengan raut wajah penuh amarah. Dok… dok… dok…! Gio menggedor pintu begitu keras hingga Rani melonjak kaget dan terburu-buru merapikan pakaiannya. "Rani… buka pintunya!" teriak Gio dari luar rumah. "Duh, Mas... Gio sudah pulang. Kamu keluar dari pintu belakang, cepat!" ucap Rani panik dan ketakutan. Rani segera membuka pintu belakang rumah terlebih dahulu dan memastikan pria itu sudah pergi daari rumahnya. Gio menyadari kalau pintu belakang dibuka oleh Rani. Gio segera berlari menuju belakang rumah. Begitu terkejut Rani saat Gio menghampirinya lewat pintu belakang. "Mana orang itu?!" tanya Gio dengan raut wajah yang sudah merah terbakar sambil menengok ke dalam rumah. "Orang apa?" tanya Rani tampak panik dan ketakutan. Namun, pria itu bersembunyi di balik kandang ayam di samping rumah Rani. Bruuk...! Rani didorong oleh Gio hingga bersandar di pintu. Gio mencari pria itu ke dalam rumah, tetapi sudah tidak ada. Sementara pria itu sudah melarikan diri dari rumahnya. "Dimana bajingan itu?!" tanya Gio kembali dengan geram. "Bajingan apa sih, Mas? Aku nggak ngerti sama kamu." Rani berpura-pura bertingkah lugu. Bremmm...! Suara motor terdengar dari pinggir jalan. Suara motor RX king itu nyaring terdengar membuat Gio mendelik dan kemudian berlari ke pinggir jalan untuk mengejar pria yang belum diketahuinya. Namun, Gio mendapati motor Candra menghilang yang tadinya terparkir bersama dengan motornya. "Aaarghhh... anjing! Kali ini kau lolos!" rutuk Gio geram dan penuh murka. Gio pun berlari kembali ke rumah memperhatikan Rani tampak ketakutan, tetapi ia menghela napas lega karena pria itu tidak berhasil diketahui oleh Gio. "Siapa yang tadi bersamamu, hah?!" tanya Gio. "Siapa ... apanya sih, Mas? Aku tidur kamu ngagetin aku!" sahut Rani yang masih membela diri. "Kenapa kau balik bertanya sedangkan kau tahu sendiri, yang bersamamu itu siapa?!" dengus Gio geram. "Dan, kenapa kalau tidak ada siapa-siapa, saat saya ketuk pintu depan rumah kau malah buka pintu belakang? Kenapa?!" sambung Gio dengan suara keras penuh emosi. Tak lama ibu Ratih pun keluar dari rumah karena mendengar suara orang sedang bertengkar. "Kalian kenapa? Ini sudah malam malah ribut-ribut," teriak Ibu Ratih sambil berlari tergopoh-gopong menghampiri Gio dan Rani. "Tahu tuh, Mas Gio. Datang-datang marah mikir yang tidak-tidak tentang aku!" bentak Rani sewot. Gio tak menjawab mertuanya, ia memilih masuk ke dalam rumah karena tak ingin membuat penyakit jantung ibu Ratih kumat. Dan, Gio tak percaya jika ibu Ratih tidak mengetahui perbuatan bejat anaknya. Gio melihat kasur dan sprei terlihat berantakan. Ia juga mendapati sebuah celana dalam yang jelas itu bukanlah miliknya. Mungkin saking terburu-burunya, pria itu tidak mengenakan celana dalamanya dan hanya mengenakan celana luarannya saja. "Bajingan! Anjing!" teriak Gio sambil menginjak-injak celana dalam di bawah lantai. Gio memilih tidur di sofa karena tidak sudi tidur di kamar bekas keringat cumbuan mesra Rani dengan pria lain. Hatinya tampak teriris, begitu perih hingga ia tak bisa menahan diri dan akhirnya menjadi emosi. Andai membunuh orang bukan tindakan kriminal dan tidak berdosa, mungkin Gio sudah membunuh mereka berdua. *** Keesokan harinya, Rani menaruh kopi panas di meja ruang tamu dengan nasi uduk yang ia beli di warung ibu Ida untuk sarapan Gio suaminya. Namun, Gio tidak menyentuh sedikitpun makanan yang disediakan oleh Rani. "Mas ..." "Hmmm!" "Katanya Mas pergi dua hari, kok semalam pulang?" tanya Rani kemudian. "Ini rumahku, kapanpun saya mau pulang, itu bukan urusan kamu!" sahut Gio menyindir Rani. "Iya, bukan begitu maksudku, Mas. Tapi ..." "Sudahlah! Tak usah banyak bicara mulut kamu!" bentak Gio yang tak ingin lagi mendengar suara Rani. Masih terekam dengan jelas suara desahan Rani yang begitu menikmati permainannya semalam dengan pria lain. Suara itu membuat amarah Gio terasa bergejolak. Ia memilih menghindar agar tidak melukai Rani karena bagaimanapun, Rani tengah mengandung seorang anak yang tidak ia ketahui, anak itu adalah anak siapa. 'Sabar, Gio… suatu saat semua akan terungkap.' Gio membatin. Sesudah itu, ia bergegas pergi ke toko buahnya. Hari ini toko buahnya tampak sepi, membuat Gio terus termenung mengingat semua yang telah terjadi padanya. "Apakah Rani sengaja menyembunyikan kemandulanku agar dia bisa mengaku kalau anak yang dikandungnya adalah anakku? Kenapa dia bisa melakukan hal sekeji itu sama aku?!" gumam Gio begitu sakit hatinya. Sementara hingga waktu sudah mulai petang, Gio hanya mendapat pelanggan yang sedikit. Uang hari ini cukup untuk makan sehari-hari. "Kok, sehari cuma dapat segini?" Rani mengeluh saat menerima uang hanya seratus ribu. "Sepi pembeli," sahut Gio kemudian. "Kalau uang cuma segini, cukup buat makan dong. Belum untuk keperluan yang lain. Kamu kerja yang lain, kek apa, gitu. Nggak usah cuma jaga toko buah saja. Mancing malam misalnya, biar banyak dapat uang," protes Rani yang menyuruh Gio terus bekerja agar bisa menghasilkan banyak uang. "Mancing malam, ya? Saya mancing… terus kau juga mancing dikasur. Begitu, kan maksudnya?!" sindir Gio kemudian. "Apa maksud kamu, Mas? Jadi laki-laki jangan lemes mulutnya! Saya cuma suruh kau bekerja!" gertak Rani yang tak mau mengalah.Gio tak menyahut lagi dan memilih diam karena percuma jika ia masih terus bicara dengann Rani, sebab ia sangat keras kepala. Rani selalu begitu, menyuruh Gio untuk mencari pekerjaan tambahan di saat tokonya sedang sepi. Gio lebih memilih pergi ke tongkrongan, saat Rani sedang marah. Daripada harus mendengar celotehan Rani, lebih baik Gio menenangkan diri bersama dengan Agus dan Budi."Eh, Gio… kenapa mukamu, kok ditekuk begitu? Gelut kau, ya sama bini," ejek Agus yang selalu saja memberi candaan pada Gio."Mendingan traktir kita minumlah, Gio. Ayok!" ajak Budi yang selalu saja meminta dibelikan minuman alkohol pada Gio."Toko sedang sepi, uang aku kasih semua sama Rani," keluh Gio kesal."Ya, sudah tunggu Candra saja, ya. Dia katanya lagi cari hadiah, entah buat siapa. Nanti aku chat dia supaya sekalian beli anggur merah sama yang lainnya," celetuk Budi yang langsung menggunakan ponselnya.'Candra beli hadiah?' Gio membatin. Gio baru ingat kalau hari ini adalah hari ulang tahun Ran
Gita adalah istri sah dari perselingkuhan Rani. Selingkuhan Rani adalah teman satu tongkrongan Gio, yaitu Candra. Rani menikah dijodohkan orang tuanya dengan Gio. Candra pun menikah dengan Gita dikaruniai 3 orang anak perempuan, sedangkan Rani dengan Gio belum dikaruniai seorang anak. "Mas, beras persediaan di rumah sudah habis. Besok nggak ada buat masak nasi," ucap Gita saat Candra baru saja tiba di rumah."Aduh! Bisa nggak aku duduk dulu, baru kamu kasih tahu aku! Ini suami baru pulang sudah ditodong duit!" dengus Candra kesal.Gita hanya diam tak menyahuti sang suami, kemudian mendengar anak bungsunya menangis di dalam ayunan. Ia beranjak untuk mengayun-ayun anak bungsunya yang masih berusia 8 bulan itu. Candra pun bergegas mandi dan meninggalkan dompet serta ponselnya di meja rias kamar.Ting…! Terdengar bunyi pesan masuk di ponsel Candra.Ting…! Ting…! Pesan itu datang lagi dan lagi hingga menimbulkan bunyi berkali-kali sehingga membuat Gita penasaran.Sementara sambil mengayun
Semua ibu-ibu di tempat arisan itu tidak mengetahui kalau ternyata, selingkuhan Candra adalah Rani. Bisa marah besar ibu Eni pada Rani kalau ia tahu suami keponakannya sudah direbut oleh dirinya."Iish...! Makin marak, ya pelakor sekarang,," celetuk Vera kesal."Hmm... kalau Ari tidak mungkin nyantol sama pelakor, Ver. Dia, kan bucin banget sama kamu," sahut Dina pada Vera.Rani hanya terdiam dan merasa panik. Tubuhnya mula8 mengeluarkan keringat dingin. Dia harus memberitahu Candra kalau istrinya sedang berada di rumah ibu Eni. Rani tidak ingin jika Candra tiba-tiba datang ke rumah dan dilihat oleh Gita istrinya."Emang si Gita kayak gimana, sih wajahnya? Aku penasaran. Kok, bisa-bisanya, ya suaminya direbut pelakor?" tanya Neneng penasaran.Ibu Eni langsung mengambil gawai di tas kecilnya. Mencari foto Gita digaleri dan menunjukkannya pada ibu-ibu arisan."Secantik ini diselingkuhin? Selingkuhannya kayak apa, ya wajahnya?!" Dina menjadi sewot sendiri."Laki-laki tidak bersyukur!" g
Tubuh Ririn bergetar hebat saat teman-teman di sekelilingnya menatapnya dengan penuh rasa kebencian."Itu semua fitnah!" teriak Ririn sengaja menutupi, kemudian berlari keluar kelas karena tak sanggup menahan rasa malu oleh kelakuan bejat kakaknya yang tersebar.Sebenarnya Lia tak ingin menyebar aib ayahnya bersama dengan kakaknya Ririn, tetapi karena terpancing emosi yang dibuat oleh Ririn. Persoalan Lia dituduh menjadi perebut seorang lelaki yang disukai Ririn, Lia pun terpaksa menyebarkan perbuatan kakaknya. Berbagai macam tanya akhirnya dilontarkan teman-teman Lia di kelas. Mereka bertanya, bagaimana Lia bisa mendapatkan bukti itu. Lia tampak duduk di kursinya dan tangannya menutup kedua telinganya. Bulir-bulir bening pun akhirnya berjatuhan di pipinya.Lia harus menerima resiko kalau ayahnya, saat ini menjadi buah bibir di desanya karena perselingkuhannya dengan Rani istri Gio, sedangkan orang lain pun tak menyangka jika Candra akan mengkhianati Gita. Apalagi Lia yang sama sekali
"Apa! Bayi?" Gita terbelalak tak percaya kalau Rani sampai mengandung anak suaminya. Rani hanya mengangguk dan menundukkan kepalanya. Semakin banyak para tetangga keluar menyaksikan keributan yang dibuat oleh Rani. "Dasar lontè memang kamu, ya! Memang perempuan jalang!" geram Ibu Eni matanya memerah karena marah sambil menunjuk-nunjuk Rani. Gio hanya mendengarkan semuanya di balik pintu rumahnya, kini ia mendengar sendiri pengakuan Rani kalau anak yang dikandungnya adalah hasil perselingkuhan mereka berdua. "Heh! Kamu itu kalau punya anak jangan didukung jadi lontè! Dasar orang tua nggak ada otak! Jangan-jangan Ririn juga mau kamu ajari seperti Rani?" dengus Ibu Eni menghardik ibu Ratih yang hanya diam saja dari tadi. "Jangan tuduh Ibuku!" bentak Rani. "Kenapa? Tidak mungkin ibu kamu nggak tahu kamu selingkuh sama Candra, kan? Sudah jelas rumah kalian bersebelahan dan masih satu pekarangan!" teriak Ibu Eni. Gita hanya menangis di pelukan tantenya. Ia tak tahu harus bagai
Melihat surat hasil pemeriksaan Gio yang telah dinyatakan mandul. Rani terdiam tak bisa berkutlk lagi karena tak bisa bicara lagi jika bayi yang dikandung adalah darah daging Gio. Rani juga masih bingung, siapa ayah dari anak yang sedang dikandungnya sebab selama ia mendapat panggilan manggung, bahkan berkenalan dengan pria-pria di sosial media. Begitu banyak laki-laki yang sudah menjàmah tubuhnya tanpa sepengetahuan Gio suaminya.Sementara yang mengetahui perbuatan bejat mèsum Rani pada para pria, hanyalah Ririn adiknya karena Ririn yang selalu menjadi asisten kemana Rani kakaknya pergi. Namun, saat Rani sudah terlambat datang bulan, ia sengaja meminta Candra untuk menyetubuhinya tanpa menggunakan pengaman, sebab selama ini mereka berhubungan dengan menggunakan pengaman agar Rani tak dapat hamil."Mas, kali ini coba jangan dipake, ya pengamannya. Biar masuk kedalam. Enak tahu kalau masuk, cairannya terasa hangat." Rayu Rani sambil mengambil alat kontrasepsi yang sudah dipasang oleh
Candra hanya tersenyum sinis membaca pesan dari Rani. Siapa yang ingin menjalin hubungan serius dengan wanita seperti Rani yang dikenal sudah banyak dijamah banyak laki-laki. Sekalipun Candra tergila-gila pada Rani, itu hanya untuk memuaskan hasrat birahinya, tanpa ada ikatan dengan Rani. Candra akan tetap memilih Gita istrinya, meskipun saat ini Gita dan anak-anaknya sudah sangat membencinya.Candra pun pergi meninggalkan kampung halamannya karena malu bila terus ada di desa. Perselingkuhan Rani dan Candra sudah menyebar dimana-mana. Ia tak bisa menyalahkan siapapun, apalagi Lia anaknya yang sudah menyebar berita perselingkuhan ayahnya tersebut. Ini memang resiko bermain hubungan gelap. Namun, beruntungnya Gita maupun Gio tak ada yang melaporkan pasangan mereka kepada pihak kepolisian.*Pada saat itu Rani sengaja pergi ke rumah Vera untuk membayar arisan karena ia malu untuk bertemu dengan ibu Eni. Pasti ibu Eni masih terus mencelanya. Rani dengan maksud lain ke rumah Vera adalah a
Pak Karso terus mendengar suara di dalam gubuk. Meskipun Ririn sudah melarangnya untuk masuk, pak Karso tetap memaksa untuk masuk ke dalam. Begitu terkejut pak Karso saat melihat Rani dan Hendra sedang bersenggama tak mengenakan busana. Rani segera menutup diri menggunakan pakaiannya dan Hendra langsung ketakutan, saat mata pak Karso menatap mereka penuh kebencian."Rani! Apa-apaan kamu?! Malah main kuda-kudaan siang hari begini sama laki-laki lain!" bentak Pak Karso yang memarahi Rani."Kalian harus ikut saya ke kantor polisi!" Pak Karso langsung menyeret Rani dan Hendra."Pak… Pak saya mohon, jangan laporkan saya pada suami saya, Pak." Rani memohon kepada Pak Karso. Namun, ketika pak Karso sedang melabrak Rani dan Hendra, ada Pak Abdul dan Pak Romi yang mendengar keributan saat mereka melewati sebuah perkebunan."Ada apa, Pak Karso?" tanya Pak Abdul kemudian."Ini, loh. Rani siang bolong malah main kuda-kudaan di gubuk," tunjuk Pak Karso kesal pada Rani dan Hendra yang sedang sibuk