Aku tidak pernah tahu, mana pria yang baik. Karena pria yang terbaik menurutku saja ternyata adalah pria yang paling keji kelakuannya.Rani langsung melupakan janjinya kepada Gio kalau ia menyesali perbuatannya selama ini kepada Gio karena mendapatkan pesan dari pria idamannya, yaitu Varo."Aku gak akan sanggup kalau terus di kurung sama Gio begini. Aku harus bisa bebas dari sini." Rani menggumam dan berharap Varo membawanya pergi.Drrtt...! Ponsel Rani berdering, ada telepon masuk dari Varo, tetapi Rani tidak berani mengangkatnya karena takut kalau Gio mendengar obrolannya dengan Varo.[Jangan telpon, kita chat aja, ya.] Rani mengirim pesan pada Varo setelah teleponnya ia matikan.[Kamu bisa gak jemput aku di Desa Kuala? Aku benar-benar minta tolong sama kamu, aku harap kamu bisa jemput aku.] Isi pesan Rani pada Varo lagi. Menunggu balasan dari Varo membuat Rani gelisah dan berharap Varo akan menjemputnya.[Memangnya kenapa? Kamu di desa itu ngapain?] tanya Varo.[Panjang ceritanya,
Baru saja Gio pulang dari toko buah tempat ia bekerja, seperti biasa Gio selalu saja ditodongkan telapak tangan istrinya yang langsung menadah meminta uang hasil berjualan buah di toko mereka. Gio segera membuka tas kecilnya, dimana tempat ia menyimpan semua uangnya disana. Gio tak lagi menghitungnya dan segera menyerahkan semua pada istrinya. Rani menghitung uang yang diberikan oleh Gio suaminya dan raut wajahnya sedikit sumringah karena hari ini penjualan buah lumayan cukup banyak. "Oke… makasih sayang. Aku buatkan kamu kopi dulu, ya," ucap Rani lembut yang segera beranjak pergi ke dapur. Gio pun masuk ke dalam kamar mengambil handuk untuk segera pergi mandi. Terdengar keran air dinyalakannya, Gio membuka bajunya sehingga terlihat ototnya yang begitu kekar seperti laki-laki perkasa. Ia berdiri mematung memperhatikan bentuk tubuhnya di sebuah cermin yang memperlihatkan seluruh tubuhnya. Gio menghela napas kasar, sepertinya tubuh gagah perkasa ini rasanya percuma sebab ia mempunyai
BAGAIMANA ISTRIKU BISA HAMIL? SEDANGKAN AKU SENDIRI DINYATAKAN MANDUL! "Mandinya lama sekali, Mas. Itu kopinya hampir dingin, loh," ucap Rani sambil memberikan pakaian untuk dikenakan Gio suaminya. Gio tak menjawab dan justru memperhatikan bagian leher Rani istrinya. "Kamu beli kalung baru?" tanya Gio kemudian. "Oh, iya... bagus, kan, Mas? Aku beli ini 10 gram tadi di pasar. Motifnya cantik," jawab Rani. "Sepuluh gram?!" tanya Gio begitu terkejut dan kemudian Rani mengangguk. Gio terdiam dan berpikir dari mana istrinya mendapatkan uang sebanyak itu untuk membeli emas 10 gram. Minggu kemarin ia baru saja membelikannya sebuah cincin 5 gram. Rani selalu mengeluh karena mendapatkan hasil menjual buah di toko sedang sepi. Pendapatan yang didapat oleh Gio biasanya mencapai seratus sampai dua ratus ribu per hari. Mereka juga harus menyimpan separoh modalnya untuk berbelanja buah kembali. 'Tapi, kenapa Rani bisa membeli perhiasan? Uang dari mana?' Gio membatin penuh tanya. "Kamu, kok
"Besok aku gak buka toko dulu, ada panggilan kerja bantu pasang keramik di luar kota," ucap Gio seraya bersandar di dipan ranjang."Hah! Serius, Mas, berapa lama? Berapa hari?" tanya Rani beruntun yang justru memperlihatkan raut penuh bahagia jika Gio akan pergi ke luar kota.Padahal Gio hanya ingin memeriksa kondisinya saja dan terpaksa berbohong karena ingin tahu apa yang dilakukan Rani selama ia tidak ada di rumah. Sepertinya pergi keluar kota untuk membantu kerja bangunan, adalah alasan yang tepat karena selain menjual buah, Gio memang mahir bekerja proyek bangunan."Dua hari, saja," jawab Gio."Oh… okey, kalau emang dua hari belum kelar, kamu lanjutin saja sampai selesai. Aku nggak apa kok kamu tinggal, kan ada mama," sahut Rani santai."Nanti aku lihat situasinya, ya," ucap Gio yang langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Ia mencoba memejamkan matanya, tetapi malah terus saja terngiang dengan ucapan dan perkataan Ana soal Rani bila Gio sedang berjualan di pasar tadi."Mas Gio rom
Gio pulang ke rumah secara diam-diam dan sengaja menepikan motornya di tepi jalan agar Rani tidak mengetahui jikai ia sudah kembali. Namun, di tepi jalan juga Gio melihat motor Candra terparkir tepat di depannya di bawah pohon mangga."Ngapain Candra parkir motor disini?" gumam Gio. Gio merasa ada yang tidak beres, dan ia yakin kalau Candra memang tengah bermain api dengan istrinya. Dengan raut wajah yang sudah tampak geram, Gio mencoba menahan diri dan berjalan perlahan mengendap-endap agar langkah kakinya tak didengar. Gio pun melihat arloji di tangannya sudah menunjukkan pukul 10 malam. Pekarangan rumah pun sudah sepi, begitu juga rumah mertuanya ibu Ratih. Dari pinggiran jalan menuju rumah Rani itu, diawali dari rumah bagian belakang Rani. Gio berjalan perlahan menuju rumah, tetapi ia dikejutkan dengan suara istrinya. Terdengar samar-samar suara Rani, seperti suara yang sedang menikmati permainan bersama dengan seorang pria. Desahan napas yang dikeluarkn istrinya seakan hanyut d
Gio tak menyahut lagi dan memilih diam karena percuma jika ia masih terus bicara dengann Rani, sebab ia sangat keras kepala. Rani selalu begitu, menyuruh Gio untuk mencari pekerjaan tambahan di saat tokonya sedang sepi. Gio lebih memilih pergi ke tongkrongan, saat Rani sedang marah. Daripada harus mendengar celotehan Rani, lebih baik Gio menenangkan diri bersama dengan Agus dan Budi."Eh, Gio… kenapa mukamu, kok ditekuk begitu? Gelut kau, ya sama bini," ejek Agus yang selalu saja memberi candaan pada Gio."Mendingan traktir kita minumlah, Gio. Ayok!" ajak Budi yang selalu saja meminta dibelikan minuman alkohol pada Gio."Toko sedang sepi, uang aku kasih semua sama Rani," keluh Gio kesal."Ya, sudah tunggu Candra saja, ya. Dia katanya lagi cari hadiah, entah buat siapa. Nanti aku chat dia supaya sekalian beli anggur merah sama yang lainnya," celetuk Budi yang langsung menggunakan ponselnya.'Candra beli hadiah?' Gio membatin. Gio baru ingat kalau hari ini adalah hari ulang tahun Ran
Gita adalah istri sah dari perselingkuhan Rani. Selingkuhan Rani adalah teman satu tongkrongan Gio, yaitu Candra. Rani menikah dijodohkan orang tuanya dengan Gio. Candra pun menikah dengan Gita dikaruniai 3 orang anak perempuan, sedangkan Rani dengan Gio belum dikaruniai seorang anak. "Mas, beras persediaan di rumah sudah habis. Besok nggak ada buat masak nasi," ucap Gita saat Candra baru saja tiba di rumah."Aduh! Bisa nggak aku duduk dulu, baru kamu kasih tahu aku! Ini suami baru pulang sudah ditodong duit!" dengus Candra kesal.Gita hanya diam tak menyahuti sang suami, kemudian mendengar anak bungsunya menangis di dalam ayunan. Ia beranjak untuk mengayun-ayun anak bungsunya yang masih berusia 8 bulan itu. Candra pun bergegas mandi dan meninggalkan dompet serta ponselnya di meja rias kamar.Ting…! Terdengar bunyi pesan masuk di ponsel Candra.Ting…! Ting…! Pesan itu datang lagi dan lagi hingga menimbulkan bunyi berkali-kali sehingga membuat Gita penasaran.Sementara sambil mengayun
Semua ibu-ibu di tempat arisan itu tidak mengetahui kalau ternyata, selingkuhan Candra adalah Rani. Bisa marah besar ibu Eni pada Rani kalau ia tahu suami keponakannya sudah direbut oleh dirinya."Iish...! Makin marak, ya pelakor sekarang,," celetuk Vera kesal."Hmm... kalau Ari tidak mungkin nyantol sama pelakor, Ver. Dia, kan bucin banget sama kamu," sahut Dina pada Vera.Rani hanya terdiam dan merasa panik. Tubuhnya mula8 mengeluarkan keringat dingin. Dia harus memberitahu Candra kalau istrinya sedang berada di rumah ibu Eni. Rani tidak ingin jika Candra tiba-tiba datang ke rumah dan dilihat oleh Gita istrinya."Emang si Gita kayak gimana, sih wajahnya? Aku penasaran. Kok, bisa-bisanya, ya suaminya direbut pelakor?" tanya Neneng penasaran.Ibu Eni langsung mengambil gawai di tas kecilnya. Mencari foto Gita digaleri dan menunjukkannya pada ibu-ibu arisan."Secantik ini diselingkuhin? Selingkuhannya kayak apa, ya wajahnya?!" Dina menjadi sewot sendiri."Laki-laki tidak bersyukur!" g