Semua ibu-ibu di tempat arisan itu tidak mengetahui kalau ternyata, selingkuhan Candra adalah Rani. Bisa marah besar ibu Eni pada Rani kalau ia tahu suami keponakannya sudah direbut oleh dirinya.
"Iish...! Makin marak, ya pelakor sekarang,," celetuk Vera kesal. "Hmm... kalau Ari tidak mungkin nyantol sama pelakor, Ver. Dia, kan bucin banget sama kamu," sahut Dina pada Vera. Rani hanya terdiam dan merasa panik. Tubuhnya mula8 mengeluarkan keringat dingin. Dia harus memberitahu Candra kalau istrinya sedang berada di rumah ibu Eni. Rani tidak ingin jika Candra tiba-tiba datang ke rumah dan dilihat oleh Gita istrinya. "Emang si Gita kayak gimana, sih wajahnya? Aku penasaran. Kok, bisa-bisanya, ya suaminya direbut pelakor?" tanya Neneng penasaran. Ibu Eni langsung mengambil gawai di tas kecilnya. Mencari foto Gita digaleri dan menunjukkannya pada ibu-ibu arisan. "Secantik ini diselingkuhin? Selingkuhannya kayak apa, ya wajahnya?!" Dina menjadi sewot sendiri. "Laki-laki tidak bersyukur!" geram Neneng. 'Cantik dari mananya! Cantik juga aku, body aja bagusan aku, kok. Jelaslah suaminya pilih aku, kok!' Rani membantin sambil memonyongkan bibirnya. "Biar saja! Pelakor itu hidupnya tidak akan tenang. Gelisah di dunia dan di siksa di akhirat nanti," sahut Vera kemudian. "Duh...! Udahlah, yok, setor saja arisannya biar cepet beres, nih!" sela Rani yang tidak suka mendengar ucapan Vera membahas soal karma pelakor. * Gita yang kini masih berdiam di rumah tantenya, terasa enggan pulang ke rumah karena ia sudah terlanjur sakit hati. Wanita mana yang tidak sakit hatinya mendapatkan perlakuan kasar dan dikhianati suaminya. Gita hanya menyuruh Lia untuk membawakan semua pakaiannya dan tidak membiarkan satu potong baju pun tertinggal. Lia pulang ke rumah saat Candra sedang tidak ada di rumah. Lia bergegas mengemas pakaian ibunya dan adik-adiknya untuk dibawa ke rumah tante Eni. Setelah selesai, Lia bergegas pergi. Baru saja Lia menutup pintu rumah. Lia seperti mendengar suara Candra berjalan sambil tertawa bersama dengan seorang wanita di samping rumah sebelah kiri. Lia segera menepi ke samping rumah di sebelah kanan untuk bersembunyi dan mengintip siapa wanita yang di bawa oleh ayahnya masuk ke dalam rumah. "Kalau Gita itu kabur dan tinggal di rumah tantenya, ya kita main di rumah saja. Nggak perlu lagi aku ke rumah kamu," ucap Candra dan wanita itu hanya tertawa. Hati Lia tampak mendidih dan ingin meluapkan kekecewaannya pada ayahnya, tetapi Lia memilih untuk tetap bersembunyi karena ingin mengetahui hubungan ayahnya dengan wanita selingkuhannya itu. Ceklek...! Candra terdiam karena mendapati pintu rumah yang sudah tidak terkunci. "Kenapa, Mas?" tanya Rani kemudian. "Pintunya sudah tidak terkunci, berarti ada yang pulang. Aku cek dulu ke dalam," jawab Candra yang kemudian masuk ke dalam rumah. Tidak lama Candra pun keluar dengan raut wajah yang senang. "Ternyata Gita pulang membawa semua pakaiannya dan pakaian anak-anak. Kita jadi semakin bebas disini. Bagaimana kalau kamu menginap saja?" Candra menawarkan dan Rani mengangguk tanpa berpikir lagi. "Nanti kamu pamit saja sama Gio, bagaimana?" "Gampang. Aku bilang saja nginep di rumah Neneng atau di rumah Dina," jawab Rani santai. 'Gio? Jadi selingkuhannya ayah itu tante Rani?' Batin Lia bergejolak. Hatinya terasa mendidih karena menahan emosinya. Candra dan Rani langsung masuk ke rumah dan mengunci pintu depan agar tak ada yang menganggunya. Lia terus berusaha mengintip ayahnya dengan Rani lewat samping rumah. Lia mencari cara bagaimana ia bisa mendapatkan bukti perselingkuhan mereka. "Auuw... pelan-pelan, dong Mas," rintih Rani. "Aku gemes tahu, sayang. Rasanya ingin setiap hari melakukan hubungan ini sama kamu. Aah," desah Candra kemudian "Ayah bajingan!" rutuk Lia yang mendengar suara mereka dari dinding luar. "Iya, tapi kamu harus pelan-pelan. Ingat ya, Mas. Di dalam perut aku sekarang ada anak kita," ucap Rani yang membuat Lia semakin tak bisa menahan emosinya. Lia terus mencari cara agar bisa mendapatkan bukti perselingkuhan mereka. Akan tetapi jika Lia melabraknya, ia pasti tidak mampu melawan ayahnya. Lia mengambil kursi plastik dan menyusunnya tinggi-tinggi sehingga ia dapat mengintip keduanya yang sedang bercumbu mesra di dalam kamar. Lia pun segera merogoh ponsel disaku celananya dan merekam aksi ayah bersama selingkuhannya melalui pentilasi jendela kamar. Sementara itu, hanya 1 menit lebih 20 detik Lia berhasil merekam karena ia sudah tidak sanggup lagi melihat apa yang telah diperbuat ayahnya. Tak disadari pipi Lia sudah berlinangan air mata dan harus menyaksikan sendiri kelakuan sang ayah yang telah mengkhianati ibunya. Lia langsung berlari membawa koper berisi pakaiannya dan ibunya. Candra menghentikan permainan bejatnya. Sementara itu karena mendengar seperti ada orang berlari di samping rumahnya sambil menarik koper. "Ah, kenapa berenti, sih, Mas. Kamu capek?" keluh Rani kemudian. Candra kemudian bangun sambil mengenakan handuk dan memeriksa ke samping rumah. Candra pun melihat ada kursi yang tersusun didekat jendelanya. "Anjing! Ada yang mengintip kita, Rani," rutuk Candra yang segera mengenakan pakaiannya. "Mas... masih nanggung, tahu," gerutu Rani. "Iya, sayang. Tapi kita berhenti dulu, ya. Ada yang coba mengintip kita tadi. Karena aku lihat ada kursi di samping rumah dekat jendela. Kursinya ada bekas pijakkan orang," ucap Candra menjadi gelisah. "Siapa kira-kira, Mas?" tanya Rani yang sambil mengikat rambutnya. "Aku juga tidak tahu. Mudah-mudahan hanya perasaanku saja," ucap Candra yang kemudian membakar rokoknya sebatang. Rani ikut terdiam karena ia juga takut kalau perselingkuhannya akan terbongkar jika Gio akan mengetahuinya, mungkin Rani sudah diusir dari rumahnya. *** Lia duduk bersandar di meja sekolahnya. Ia tidak bisa tidur semalam dan terus menangis mengingat perbuatan keji sang ayah tadi malam. Lia masih menutupi rapat-rapat pada ibunya karena takut kalau ibunya akan stres. Bruk...! Ririn menggebrak meja Lia sehingga ia mendadak kaget. "Eh, pelakor! Gue kasih tahu sama lo, ya! Jangan pernah lo godain Dimas! Dia itu pacar gue!" ancam Ririn penuh emosi pada Lia. "Heh! Apa lo bilang, pelakor kata lo? Elo sama Dimas belum jadian, dan Dimas yang ngincer gue, ya. Bukan gue yang ngejar dia!" teriak Lia tak mau kalah. Lia ingat kalau ia baru saja dicap pelakor oleh Ririn adiknya Rani. Lia menatap Ririn dengan mata tajam penuh kebencian. "Tadi apa lo bilang, pelakor?! Yang pelakor itu kakak lo bukan gue!" lanjut Lia lagi. "Iih... maksud lo apa bawa-bawa kakak gue. Hah?!" desis Ririn. "Oh... pura-pura nggak tahu?" Ririn mengernyitkan alisnya karena ia yakin Lia tak mengetahui hubungan kakaknya dengan ayahnya Lia. Lia segera mengambil ponsel di dalam tasnya. Memutar video yang berhasil direkamnya dan di tunjukkan kepada Ririn. "Lo, ihat baik-baik siapa yang ada di video ini?" Lia menunjukkan video yang sudah direkam diponselnya dan membuat Ririn tampak begitu terkejut. Lia juga menunjukkan kepada teman yang lainnya karena Lia sangat kesal dan emosi sudah dihina pelakor oleh adik selingkuhan ayahnya. Semua teman di dalam kelasnya melihat dengan jelas video yang direkam oleh Lia dan langsung melirik jijik ke arah Ririn. "Hapus video itu, Lia!" ucap Ririn kemudian. "Apa... hapus? Ini semua akan jadi bukti kalau keluarga pelakor itu berasal dari keluarga lo!" teriak Lia penuh emosi.Tubuh Ririn bergetar hebat saat teman-teman di sekelilingnya menatapnya dengan penuh rasa kebencian."Itu semua fitnah!" teriak Ririn sengaja menutupi, kemudian berlari keluar kelas karena tak sanggup menahan rasa malu oleh kelakuan bejat kakaknya yang tersebar.Sebenarnya Lia tak ingin menyebar aib ayahnya bersama dengan kakaknya Ririn, tetapi karena terpancing emosi yang dibuat oleh Ririn. Persoalan Lia dituduh menjadi perebut seorang lelaki yang disukai Ririn, Lia pun terpaksa menyebarkan perbuatan kakaknya. Berbagai macam tanya akhirnya dilontarkan teman-teman Lia di kelas. Mereka bertanya, bagaimana Lia bisa mendapatkan bukti itu. Lia tampak duduk di kursinya dan tangannya menutup kedua telinganya. Bulir-bulir bening pun akhirnya berjatuhan di pipinya.Lia harus menerima resiko kalau ayahnya, saat ini menjadi buah bibir di desanya karena perselingkuhannya dengan Rani istri Gio, sedangkan orang lain pun tak menyangka jika Candra akan mengkhianati Gita. Apalagi Lia yang sama sekali
"Apa! Bayi?" Gita terbelalak tak percaya kalau Rani sampai mengandung anak suaminya. Rani hanya mengangguk dan menundukkan kepalanya. Semakin banyak para tetangga keluar menyaksikan keributan yang dibuat oleh Rani. "Dasar lontè memang kamu, ya! Memang perempuan jalang!" geram Ibu Eni matanya memerah karena marah sambil menunjuk-nunjuk Rani. Gio hanya mendengarkan semuanya di balik pintu rumahnya, kini ia mendengar sendiri pengakuan Rani kalau anak yang dikandungnya adalah hasil perselingkuhan mereka berdua. "Heh! Kamu itu kalau punya anak jangan didukung jadi lontè! Dasar orang tua nggak ada otak! Jangan-jangan Ririn juga mau kamu ajari seperti Rani?" dengus Ibu Eni menghardik ibu Ratih yang hanya diam saja dari tadi. "Jangan tuduh Ibuku!" bentak Rani. "Kenapa? Tidak mungkin ibu kamu nggak tahu kamu selingkuh sama Candra, kan? Sudah jelas rumah kalian bersebelahan dan masih satu pekarangan!" teriak Ibu Eni. Gita hanya menangis di pelukan tantenya. Ia tak tahu harus bagai
Melihat surat hasil pemeriksaan Gio yang telah dinyatakan mandul. Rani terdiam tak bisa berkutlk lagi karena tak bisa bicara lagi jika bayi yang dikandung adalah darah daging Gio. Rani juga masih bingung, siapa ayah dari anak yang sedang dikandungnya sebab selama ia mendapat panggilan manggung, bahkan berkenalan dengan pria-pria di sosial media. Begitu banyak laki-laki yang sudah menjàmah tubuhnya tanpa sepengetahuan Gio suaminya.Sementara yang mengetahui perbuatan bejat mèsum Rani pada para pria, hanyalah Ririn adiknya karena Ririn yang selalu menjadi asisten kemana Rani kakaknya pergi. Namun, saat Rani sudah terlambat datang bulan, ia sengaja meminta Candra untuk menyetubuhinya tanpa menggunakan pengaman, sebab selama ini mereka berhubungan dengan menggunakan pengaman agar Rani tak dapat hamil."Mas, kali ini coba jangan dipake, ya pengamannya. Biar masuk kedalam. Enak tahu kalau masuk, cairannya terasa hangat." Rayu Rani sambil mengambil alat kontrasepsi yang sudah dipasang oleh
Candra hanya tersenyum sinis membaca pesan dari Rani. Siapa yang ingin menjalin hubungan serius dengan wanita seperti Rani yang dikenal sudah banyak dijamah banyak laki-laki. Sekalipun Candra tergila-gila pada Rani, itu hanya untuk memuaskan hasrat birahinya, tanpa ada ikatan dengan Rani. Candra akan tetap memilih Gita istrinya, meskipun saat ini Gita dan anak-anaknya sudah sangat membencinya.Candra pun pergi meninggalkan kampung halamannya karena malu bila terus ada di desa. Perselingkuhan Rani dan Candra sudah menyebar dimana-mana. Ia tak bisa menyalahkan siapapun, apalagi Lia anaknya yang sudah menyebar berita perselingkuhan ayahnya tersebut. Ini memang resiko bermain hubungan gelap. Namun, beruntungnya Gita maupun Gio tak ada yang melaporkan pasangan mereka kepada pihak kepolisian.*Pada saat itu Rani sengaja pergi ke rumah Vera untuk membayar arisan karena ia malu untuk bertemu dengan ibu Eni. Pasti ibu Eni masih terus mencelanya. Rani dengan maksud lain ke rumah Vera adalah a
Pak Karso terus mendengar suara di dalam gubuk. Meskipun Ririn sudah melarangnya untuk masuk, pak Karso tetap memaksa untuk masuk ke dalam. Begitu terkejut pak Karso saat melihat Rani dan Hendra sedang bersenggama tak mengenakan busana. Rani segera menutup diri menggunakan pakaiannya dan Hendra langsung ketakutan, saat mata pak Karso menatap mereka penuh kebencian."Rani! Apa-apaan kamu?! Malah main kuda-kudaan siang hari begini sama laki-laki lain!" bentak Pak Karso yang memarahi Rani."Kalian harus ikut saya ke kantor polisi!" Pak Karso langsung menyeret Rani dan Hendra."Pak… Pak saya mohon, jangan laporkan saya pada suami saya, Pak." Rani memohon kepada Pak Karso. Namun, ketika pak Karso sedang melabrak Rani dan Hendra, ada Pak Abdul dan Pak Romi yang mendengar keributan saat mereka melewati sebuah perkebunan."Ada apa, Pak Karso?" tanya Pak Abdul kemudian."Ini, loh. Rani siang bolong malah main kuda-kudaan di gubuk," tunjuk Pak Karso kesal pada Rani dan Hendra yang sedang sibuk
Rani benar-benar mencari dukun aborsi lain untuk menggugurkan kandungannya karena ibunya tak mau menggugurkan anak yang dikandung oleh Rani. Setelah berhasil menggugurkan kandungannya, Rani berpura-pura jatuh dari kamar mandi agar Gio mengira ia keguguran. Gio begitu panik saat melihat banyak darah yang keluar dari jalan lahir Rani. Gio segera memanggil ibu Ratih untuk memeriksa kondisinya.Ibu Ratih tahu kalau Rani ini tengah berpura-pura karena janin yang mati sudah disimpan di dalam sebuah kendi kecil. Ibu Ratih hanya memberitahu Gio kalau Rani mengalami keguguran karena jatuh dari kamar mandi. Gio menyarankan Rani untuk pergi ke Rumah Sakit, tetapi Rani menolak dan meminta untuk dirawat di rumah saja oleh ibunya. Gio akhirnya menguburkan janin yang sudah di aborsi oleh Rani di belakang rumahnya. Meskipun Gio tahu janin itu bukanlah darah dagingnya, tetapi Gio merasa sedih karena kehilangan bayi itu. Sebab mempunyai anak adalah impian Gio dan Rani. Namun, Tuhan berkehendak lain.**
Setelah Rani pergi di luar kota untuk bekerja. Tak ada habisnya orang-orang di desa membicarakannya. Membicarakan tentang kebodohan Gio yang masih mempertahankan istri seperti Rani."Kemarin suamiku lihat Rani … sedang nganu di gubuk lama itu, dekat kebun jagung," celetuk istri pak Karso membicarakan Rani di warung nasi uduk Ibu Ida. "Gubuknya akhirnya dibakar sama suamiku, bersama Pak Abdul dan juga Pak Romi.""Siapa itu laki-lakinya? Kan, Rani juga selingkuh sama Candra," timpal Neneng."Nggak tahu laki-lakinya, kayaknya cuma kenalan di pesbuk, loh. Terus inbokan gitu, pas ketemuan malah nyoblos," ucap istri pak Karso."Hiih…! Kalau aku jadi Gio, udah aku talak tiga istri macam begitu. Jijiklah, ya. Udah masuk batang sana sini, belum saja kena penyakit!" Dina ikut menimpali."Iya, kok Gio bodoh banget, masih mau saja mempertahankan Rani!" sungut Ibu Ida."Katanya, sih karena Rani lagi hamil, mungkin Gio kasihan mau ceraikan," sahut Dina."Jangan-jangan juga bukan anak Gio," celetuk
Candra merasa resah karena Rani tidak menjawab telepon dan membalas pesannya di ponsel. Candra mencoba menghubungi Feni, namun Feni tidak mau berkata jujur kepada Candra karena ia tahu kalau Rani sedang pergi bersenang-senang dengan Varo."Gue yakin lo tahu ke mana Rani, Fen!" "Gue gak tahu, Can. Gue kira dia udah balik." Feni sengaja berbohong.Candra tampak resah dan mengacak-acak rambutnya dan menendang meja di kafe itu. Candra merogoh ponsel di saku celananya. Di layar ponsel ia melihat jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi, tetapi tidak ada satupun pesannya dibalas oleh Rani."Ke mana Rani belum pulang jam segini?!" gumam Candra.*Di tempat lain, bukan hanya Candra ingin tahu kebaradaan Rani saat ini . Gio pun merasa begitu resah karena Rani selalu menghilang dan tak ada kabarnya."Sesibuk itukah dia bekerja sampai tidak bisa memberikan kabar walau hanya satu kali," gumam Gio yang sambil menyandarkan kepalanya di kursi sofa, sambil memainkan remot televisi.Ting...! Pesan masuk d
Rani ikut pergi ke kampung halaman dimana Varo tinggal. Di tempat tinggal Varo masih minim sinyal karena jaringan tidak begitu memadai di sana. Kampung halaman Varo memang sangat pelosok, jauh dari kota karena memasuki kawasan perkebunan sawit."Di sini kalau mau cari sinyal naik ke bukit, Ran. Nanti aku kasih tahu bukitnya, ya," ucap Varo menjelaskan.Rani mengangguk. Bagi Rani tak apa hilang jaringan supaya tak ada lagi Gio yang menghubunginya. Rani disambut ramah oleh penduduk di sana. Apalagi oleh keluarga Varo. Sementara itu, Varo dan Rani sepakat merahasiakan status Rani yang sudah menjadi istri orang agar keluarga Varo mau menikahkan mereka berdua. Varo juga sudah meminta keluarganya untuk tutup mulut, soal pekerjaan Varo selama Rani belum sah menjadi istrinya.Kedua orang tua Varo banyak bertanya mengenai keseharian Rani di kampungnya dan Rani menjawab penuh kebohongan agar dapat memikat hati keluarga Varo. Rani dan Varo sama-sama menutupi sesuatu agar mereka bisa bersama. En
"Ya, sudah pelet aja itu Rani. Seharusnya ibu Ratih bisa, ya seperti itu," usul Budi. Namun, bukan membuat teman-teman Gio setuju, mereka malah merasa kalau Gio yang terkena pengasihan oleh Ibu Ratih sehingga tidak bisa melepaskan Rani."Loh, kok kalian malah pada diam?" tanya Budi kemudian."Sesuatu yang dasarnya dari sihir itu tidak baik, Bud," ucap Ari."Iya juga, sih," gumam Budi. Agus menatap Gio yang masih resah dan gelisah karena kepergian Rani istrinya."Lebih baik Mas Gio sholat istikhoroh, deh. Siapa tahu Mas Gio dapat petunjuk," saran Vera dan Ari suaminya mengangguk setuju.Gio termenung, sepertinya memang harus menghadap kepada sang kuasa agar Gio merasa lebih tenang dan bisa mendapatkan petunjuk hubungannya dengan Rani. Gio sudah terlampau jauh melupakan Tuhan sehingga ia tak tahu arah dan kini mungkin saatnya Gio menghadap kepada sang kuasa untuk meminta petunjuk."Iya, bener juga yang dibilang Vera. Daripada gue ke dukun-dukun buat menghentikan Rani untuk tidak berbuat
Gio mencari ke sana-kemari di sudut ruangan, namun hanya ada Varo yang tengah duduk sendiri. Gio mencurigainya, tetapi ia tidak melihat Rani sedang bersamanya."Maaf, Mas pelanggan perempuan yang Mas maksud sudah pergi dari sini," kata seorang pelayan yang langsung datang menghampiri Gio."Oh, begitu, ya." Gio melirik ada rasa curiga kepada pria yang sedang duduk itu, namun Varo hanya terdiam saja."Mbak, saya pesan nasi gorengnya sama es jeruk, ya," seru Varo yang sengaja memesan makanan agar tidak dicurigai. Gio pun kemudian beringsut pergi dari warung makan Sudiro itu. Raut wajah Gio menjadi kecewa karena ia tak berhasil menemukan Rani."Berarti benar, Rani pergi dengan Candra ke kota Rajawali lagi. Dan pria yang di dalam bukanlah kenalan Rani," gumam Gio yang kemudian menaiki motornya.Gio menduga Rani melarikan diri bersama Candra ke luar kota lagi. Gio tidak tahu kalau pria di dalam warung itu adalah kekasih baru Rani istrinya. Gio melajukan motornya kembali pulang. Sepertinya G
Candra segera menghubungi Gita untuk memberitahukan Lia agar tidak banyak bergaul dengan laki-laki yang nantinya hanya mempermainkannya saja. [Lia sudah dewasa, Mas. Dia sudah tahu mana yang baik menurut dia, apalagi dia ambil pembelajaran mengenal laki-laki itu dari ayahnya sendiri.] Isi pesan Gita pada Candra saat Candra menyalahkan Gita karena tak bisa menjaga anaknya."Aku yang tak bisa menjaga anak-anak dia bilang? Dia hanya bisa menjaga Rani saja sudah berani menasihatiku!" rutuk Gita kesal.Krieeet...! Suara pintu rumah terbuka."Aku pulang," seru Lia saat baru saja tiba di rumah."Lia.""Hmm...""Dari mana kamu?""Jalan sama Dimas, Bu. Kan, Ibu tahu tadi aku dijemput Dimas di pengadilan, kan.""Ayahmu menegur Ibu, katanya Ibu nggak bisa menjaga kamu karena kamu bergaul dengan pria yang salah," kata Gita pada putri sulungnya."Dia tahu dari mana kalau Dimas adalah laki-laki yang nggak baik? Sebelum dia menilai orang, lebih baik suruh ayah bercermin dulu, deh," bantah Lia tak s
Aku tidak pernah tahu, mana pria yang baik. Karena pria yang terbaik menurutku saja ternyata adalah pria yang paling keji kelakuannya.Rani langsung melupakan janjinya kepada Gio kalau ia menyesali perbuatannya selama ini kepada Gio karena mendapatkan pesan dari pria idamannya, yaitu Varo."Aku gak akan sanggup kalau terus di kurung sama Gio begini. Aku harus bisa bebas dari sini." Rani menggumam dan berharap Varo membawanya pergi.Drrtt...! Ponsel Rani berdering, ada telepon masuk dari Varo, tetapi Rani tidak berani mengangkatnya karena takut kalau Gio mendengar obrolannya dengan Varo.[Jangan telpon, kita chat aja, ya.] Rani mengirim pesan pada Varo setelah teleponnya ia matikan.[Kamu bisa gak jemput aku di Desa Kuala? Aku benar-benar minta tolong sama kamu, aku harap kamu bisa jemput aku.] Isi pesan Rani pada Varo lagi. Menunggu balasan dari Varo membuat Rani gelisah dan berharap Varo akan menjemputnya.[Memangnya kenapa? Kamu di desa itu ngapain?] tanya Varo.[Panjang ceritanya,
Gio tersenyum sinis menatap istrinya. Namun, kini tidak ada lagi perkataan Rani yang dapat ia percaya semuanya penuh kepalsuan. Ditambah lagi saat Gio mendapati Rani tengah bersenang-senang dengan Candra."Jadi, kalian bersekongkol pergi dari desa, dan melanjutkan perselingkuhan kalian di luar kota?" tanya Gio dengan wajah datar penuh kekecewaan."Gak, Gi. Gue gak tahu kalau Rani akan bekerja di kafe. Kami hanya bertemu di sini tanpa disengaja." Candra coba menjelaskan kepada sahabatnya itu."Kafe? Berarti selama ini benar, kan! Kalau kamu tidak bekerja di toko baju?" tanya Gio yang mendelik tajam melihat ke arah Rani yang sudah gugup karena tertangkap basah oleh suaminya."Tidak, Mas! Cuma malam saja aku kerja di kafe, cari tambahan sebagai penyanyi bayaran. Paginya aku kerja di toko baju," jawab Rani. Tubuhnya gemetar dan mulai berkeringat dingin."Kalau begitu tunjukkan tempat tinggal kamu, dan tunjukkan dimana toko bajunya," pinta Gio kemudian.Rani kebingungan menjelaskan kepada
Candra merasa resah karena Rani tidak menjawab telepon dan membalas pesannya di ponsel. Candra mencoba menghubungi Feni, namun Feni tidak mau berkata jujur kepada Candra karena ia tahu kalau Rani sedang pergi bersenang-senang dengan Varo."Gue yakin lo tahu ke mana Rani, Fen!" "Gue gak tahu, Can. Gue kira dia udah balik." Feni sengaja berbohong.Candra tampak resah dan mengacak-acak rambutnya dan menendang meja di kafe itu. Candra merogoh ponsel di saku celananya. Di layar ponsel ia melihat jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi, tetapi tidak ada satupun pesannya dibalas oleh Rani."Ke mana Rani belum pulang jam segini?!" gumam Candra.*Di tempat lain, bukan hanya Candra ingin tahu kebaradaan Rani saat ini . Gio pun merasa begitu resah karena Rani selalu menghilang dan tak ada kabarnya."Sesibuk itukah dia bekerja sampai tidak bisa memberikan kabar walau hanya satu kali," gumam Gio yang sambil menyandarkan kepalanya di kursi sofa, sambil memainkan remot televisi.Ting...! Pesan masuk d
Setelah Rani pergi di luar kota untuk bekerja. Tak ada habisnya orang-orang di desa membicarakannya. Membicarakan tentang kebodohan Gio yang masih mempertahankan istri seperti Rani."Kemarin suamiku lihat Rani … sedang nganu di gubuk lama itu, dekat kebun jagung," celetuk istri pak Karso membicarakan Rani di warung nasi uduk Ibu Ida. "Gubuknya akhirnya dibakar sama suamiku, bersama Pak Abdul dan juga Pak Romi.""Siapa itu laki-lakinya? Kan, Rani juga selingkuh sama Candra," timpal Neneng."Nggak tahu laki-lakinya, kayaknya cuma kenalan di pesbuk, loh. Terus inbokan gitu, pas ketemuan malah nyoblos," ucap istri pak Karso."Hiih…! Kalau aku jadi Gio, udah aku talak tiga istri macam begitu. Jijiklah, ya. Udah masuk batang sana sini, belum saja kena penyakit!" Dina ikut menimpali."Iya, kok Gio bodoh banget, masih mau saja mempertahankan Rani!" sungut Ibu Ida."Katanya, sih karena Rani lagi hamil, mungkin Gio kasihan mau ceraikan," sahut Dina."Jangan-jangan juga bukan anak Gio," celetuk
Rani benar-benar mencari dukun aborsi lain untuk menggugurkan kandungannya karena ibunya tak mau menggugurkan anak yang dikandung oleh Rani. Setelah berhasil menggugurkan kandungannya, Rani berpura-pura jatuh dari kamar mandi agar Gio mengira ia keguguran. Gio begitu panik saat melihat banyak darah yang keluar dari jalan lahir Rani. Gio segera memanggil ibu Ratih untuk memeriksa kondisinya.Ibu Ratih tahu kalau Rani ini tengah berpura-pura karena janin yang mati sudah disimpan di dalam sebuah kendi kecil. Ibu Ratih hanya memberitahu Gio kalau Rani mengalami keguguran karena jatuh dari kamar mandi. Gio menyarankan Rani untuk pergi ke Rumah Sakit, tetapi Rani menolak dan meminta untuk dirawat di rumah saja oleh ibunya. Gio akhirnya menguburkan janin yang sudah di aborsi oleh Rani di belakang rumahnya. Meskipun Gio tahu janin itu bukanlah darah dagingnya, tetapi Gio merasa sedih karena kehilangan bayi itu. Sebab mempunyai anak adalah impian Gio dan Rani. Namun, Tuhan berkehendak lain.**