Rani benar-benar mencari dukun aborsi lain untuk menggugurkan kandungannya karena ibunya tak mau menggugurkan anak yang dikandung oleh Rani. Setelah berhasil menggugurkan kandungannya, Rani berpura-pura jatuh dari kamar mandi agar Gio mengira ia keguguran. Gio begitu panik saat melihat banyak darah yang keluar dari jalan lahir Rani. Gio segera memanggil ibu Ratih untuk memeriksa kondisinya.Ibu Ratih tahu kalau Rani ini tengah berpura-pura karena janin yang mati sudah disimpan di dalam sebuah kendi kecil. Ibu Ratih hanya memberitahu Gio kalau Rani mengalami keguguran karena jatuh dari kamar mandi. Gio menyarankan Rani untuk pergi ke Rumah Sakit, tetapi Rani menolak dan meminta untuk dirawat di rumah saja oleh ibunya. Gio akhirnya menguburkan janin yang sudah di aborsi oleh Rani di belakang rumahnya. Meskipun Gio tahu janin itu bukanlah darah dagingnya, tetapi Gio merasa sedih karena kehilangan bayi itu. Sebab mempunyai anak adalah impian Gio dan Rani. Namun, Tuhan berkehendak lain.**
Setelah Rani pergi di luar kota untuk bekerja. Tak ada habisnya orang-orang di desa membicarakannya. Membicarakan tentang kebodohan Gio yang masih mempertahankan istri seperti Rani."Kemarin suamiku lihat Rani … sedang nganu di gubuk lama itu, dekat kebun jagung," celetuk istri pak Karso membicarakan Rani di warung nasi uduk Ibu Ida. "Gubuknya akhirnya dibakar sama suamiku, bersama Pak Abdul dan juga Pak Romi.""Siapa itu laki-lakinya? Kan, Rani juga selingkuh sama Candra," timpal Neneng."Nggak tahu laki-lakinya, kayaknya cuma kenalan di pesbuk, loh. Terus inbokan gitu, pas ketemuan malah nyoblos," ucap istri pak Karso."Hiih…! Kalau aku jadi Gio, udah aku talak tiga istri macam begitu. Jijiklah, ya. Udah masuk batang sana sini, belum saja kena penyakit!" Dina ikut menimpali."Iya, kok Gio bodoh banget, masih mau saja mempertahankan Rani!" sungut Ibu Ida."Katanya, sih karena Rani lagi hamil, mungkin Gio kasihan mau ceraikan," sahut Dina."Jangan-jangan juga bukan anak Gio," celetuk
Candra merasa resah karena Rani tidak menjawab telepon dan membalas pesannya di ponsel. Candra mencoba menghubungi Feni, namun Feni tidak mau berkata jujur kepada Candra karena ia tahu kalau Rani sedang pergi bersenang-senang dengan Varo."Gue yakin lo tahu ke mana Rani, Fen!" "Gue gak tahu, Can. Gue kira dia udah balik." Feni sengaja berbohong.Candra tampak resah dan mengacak-acak rambutnya dan menendang meja di kafe itu. Candra merogoh ponsel di saku celananya. Di layar ponsel ia melihat jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi, tetapi tidak ada satupun pesannya dibalas oleh Rani."Ke mana Rani belum pulang jam segini?!" gumam Candra.*Di tempat lain, bukan hanya Candra ingin tahu kebaradaan Rani saat ini . Gio pun merasa begitu resah karena Rani selalu menghilang dan tak ada kabarnya."Sesibuk itukah dia bekerja sampai tidak bisa memberikan kabar walau hanya satu kali," gumam Gio yang sambil menyandarkan kepalanya di kursi sofa, sambil memainkan remot televisi.Ting...! Pesan masuk d
Gio tersenyum sinis menatap istrinya. Namun, kini tidak ada lagi perkataan Rani yang dapat ia percaya semuanya penuh kepalsuan. Ditambah lagi saat Gio mendapati Rani tengah bersenang-senang dengan Candra."Jadi, kalian bersekongkol pergi dari desa, dan melanjutkan perselingkuhan kalian di luar kota?" tanya Gio dengan wajah datar penuh kekecewaan."Gak, Gi. Gue gak tahu kalau Rani akan bekerja di kafe. Kami hanya bertemu di sini tanpa disengaja." Candra coba menjelaskan kepada sahabatnya itu."Kafe? Berarti selama ini benar, kan! Kalau kamu tidak bekerja di toko baju?" tanya Gio yang mendelik tajam melihat ke arah Rani yang sudah gugup karena tertangkap basah oleh suaminya."Tidak, Mas! Cuma malam saja aku kerja di kafe, cari tambahan sebagai penyanyi bayaran. Paginya aku kerja di toko baju," jawab Rani. Tubuhnya gemetar dan mulai berkeringat dingin."Kalau begitu tunjukkan tempat tinggal kamu, dan tunjukkan dimana toko bajunya," pinta Gio kemudian.Rani kebingungan menjelaskan kepada
Aku tidak pernah tahu, mana pria yang baik. Karena pria yang terbaik menurutku saja ternyata adalah pria yang paling keji kelakuannya.Rani langsung melupakan janjinya kepada Gio kalau ia menyesali perbuatannya selama ini kepada Gio karena mendapatkan pesan dari pria idamannya, yaitu Varo."Aku gak akan sanggup kalau terus di kurung sama Gio begini. Aku harus bisa bebas dari sini." Rani menggumam dan berharap Varo membawanya pergi.Drrtt...! Ponsel Rani berdering, ada telepon masuk dari Varo, tetapi Rani tidak berani mengangkatnya karena takut kalau Gio mendengar obrolannya dengan Varo.[Jangan telpon, kita chat aja, ya.] Rani mengirim pesan pada Varo setelah teleponnya ia matikan.[Kamu bisa gak jemput aku di Desa Kuala? Aku benar-benar minta tolong sama kamu, aku harap kamu bisa jemput aku.] Isi pesan Rani pada Varo lagi. Menunggu balasan dari Varo membuat Rani gelisah dan berharap Varo akan menjemputnya.[Memangnya kenapa? Kamu di desa itu ngapain?] tanya Varo.[Panjang ceritanya,
Candra segera menghubungi Gita untuk memberitahukan Lia agar tidak banyak bergaul dengan laki-laki yang nantinya hanya mempermainkannya saja. [Lia sudah dewasa, Mas. Dia sudah tahu mana yang baik menurut dia, apalagi dia ambil pembelajaran mengenal laki-laki itu dari ayahnya sendiri.] Isi pesan Gita pada Candra saat Candra menyalahkan Gita karena tak bisa menjaga anaknya."Aku yang tak bisa menjaga anak-anak dia bilang? Dia hanya bisa menjaga Rani saja sudah berani menasihatiku!" rutuk Gita kesal.Krieeet...! Suara pintu rumah terbuka."Aku pulang," seru Lia saat baru saja tiba di rumah."Lia.""Hmm...""Dari mana kamu?""Jalan sama Dimas, Bu. Kan, Ibu tahu tadi aku dijemput Dimas di pengadilan, kan.""Ayahmu menegur Ibu, katanya Ibu nggak bisa menjaga kamu karena kamu bergaul dengan pria yang salah," kata Gita pada putri sulungnya."Dia tahu dari mana kalau Dimas adalah laki-laki yang nggak baik? Sebelum dia menilai orang, lebih baik suruh ayah bercermin dulu, deh," bantah Lia tak s
Gio mencari ke sana-kemari di sudut ruangan, namun hanya ada Varo yang tengah duduk sendiri. Gio mencurigainya, tetapi ia tidak melihat Rani sedang bersamanya."Maaf, Mas pelanggan perempuan yang Mas maksud sudah pergi dari sini," kata seorang pelayan yang langsung datang menghampiri Gio."Oh, begitu, ya." Gio melirik ada rasa curiga kepada pria yang sedang duduk itu, namun Varo hanya terdiam saja."Mbak, saya pesan nasi gorengnya sama es jeruk, ya," seru Varo yang sengaja memesan makanan agar tidak dicurigai. Gio pun kemudian beringsut pergi dari warung makan Sudiro itu. Raut wajah Gio menjadi kecewa karena ia tak berhasil menemukan Rani."Berarti benar, Rani pergi dengan Candra ke kota Rajawali lagi. Dan pria yang di dalam bukanlah kenalan Rani," gumam Gio yang kemudian menaiki motornya.Gio menduga Rani melarikan diri bersama Candra ke luar kota lagi. Gio tidak tahu kalau pria di dalam warung itu adalah kekasih baru Rani istrinya. Gio melajukan motornya kembali pulang. Sepertinya G
"Ya, sudah pelet aja itu Rani. Seharusnya ibu Ratih bisa, ya seperti itu," usul Budi. Namun, bukan membuat teman-teman Gio setuju, mereka malah merasa kalau Gio yang terkena pengasihan oleh Ibu Ratih sehingga tidak bisa melepaskan Rani."Loh, kok kalian malah pada diam?" tanya Budi kemudian."Sesuatu yang dasarnya dari sihir itu tidak baik, Bud," ucap Ari."Iya juga, sih," gumam Budi. Agus menatap Gio yang masih resah dan gelisah karena kepergian Rani istrinya."Lebih baik Mas Gio sholat istikhoroh, deh. Siapa tahu Mas Gio dapat petunjuk," saran Vera dan Ari suaminya mengangguk setuju.Gio termenung, sepertinya memang harus menghadap kepada sang kuasa agar Gio merasa lebih tenang dan bisa mendapatkan petunjuk hubungannya dengan Rani. Gio sudah terlampau jauh melupakan Tuhan sehingga ia tak tahu arah dan kini mungkin saatnya Gio menghadap kepada sang kuasa untuk meminta petunjuk."Iya, bener juga yang dibilang Vera. Daripada gue ke dukun-dukun buat menghentikan Rani untuk tidak berbuat
Rani ikut pergi ke kampung halaman dimana Varo tinggal. Di tempat tinggal Varo masih minim sinyal karena jaringan tidak begitu memadai di sana. Kampung halaman Varo memang sangat pelosok, jauh dari kota karena memasuki kawasan perkebunan sawit."Di sini kalau mau cari sinyal naik ke bukit, Ran. Nanti aku kasih tahu bukitnya, ya," ucap Varo menjelaskan.Rani mengangguk. Bagi Rani tak apa hilang jaringan supaya tak ada lagi Gio yang menghubunginya. Rani disambut ramah oleh penduduk di sana. Apalagi oleh keluarga Varo. Sementara itu, Varo dan Rani sepakat merahasiakan status Rani yang sudah menjadi istri orang agar keluarga Varo mau menikahkan mereka berdua. Varo juga sudah meminta keluarganya untuk tutup mulut, soal pekerjaan Varo selama Rani belum sah menjadi istrinya.Kedua orang tua Varo banyak bertanya mengenai keseharian Rani di kampungnya dan Rani menjawab penuh kebohongan agar dapat memikat hati keluarga Varo. Rani dan Varo sama-sama menutupi sesuatu agar mereka bisa bersama. En
"Ya, sudah pelet aja itu Rani. Seharusnya ibu Ratih bisa, ya seperti itu," usul Budi. Namun, bukan membuat teman-teman Gio setuju, mereka malah merasa kalau Gio yang terkena pengasihan oleh Ibu Ratih sehingga tidak bisa melepaskan Rani."Loh, kok kalian malah pada diam?" tanya Budi kemudian."Sesuatu yang dasarnya dari sihir itu tidak baik, Bud," ucap Ari."Iya juga, sih," gumam Budi. Agus menatap Gio yang masih resah dan gelisah karena kepergian Rani istrinya."Lebih baik Mas Gio sholat istikhoroh, deh. Siapa tahu Mas Gio dapat petunjuk," saran Vera dan Ari suaminya mengangguk setuju.Gio termenung, sepertinya memang harus menghadap kepada sang kuasa agar Gio merasa lebih tenang dan bisa mendapatkan petunjuk hubungannya dengan Rani. Gio sudah terlampau jauh melupakan Tuhan sehingga ia tak tahu arah dan kini mungkin saatnya Gio menghadap kepada sang kuasa untuk meminta petunjuk."Iya, bener juga yang dibilang Vera. Daripada gue ke dukun-dukun buat menghentikan Rani untuk tidak berbuat
Gio mencari ke sana-kemari di sudut ruangan, namun hanya ada Varo yang tengah duduk sendiri. Gio mencurigainya, tetapi ia tidak melihat Rani sedang bersamanya."Maaf, Mas pelanggan perempuan yang Mas maksud sudah pergi dari sini," kata seorang pelayan yang langsung datang menghampiri Gio."Oh, begitu, ya." Gio melirik ada rasa curiga kepada pria yang sedang duduk itu, namun Varo hanya terdiam saja."Mbak, saya pesan nasi gorengnya sama es jeruk, ya," seru Varo yang sengaja memesan makanan agar tidak dicurigai. Gio pun kemudian beringsut pergi dari warung makan Sudiro itu. Raut wajah Gio menjadi kecewa karena ia tak berhasil menemukan Rani."Berarti benar, Rani pergi dengan Candra ke kota Rajawali lagi. Dan pria yang di dalam bukanlah kenalan Rani," gumam Gio yang kemudian menaiki motornya.Gio menduga Rani melarikan diri bersama Candra ke luar kota lagi. Gio tidak tahu kalau pria di dalam warung itu adalah kekasih baru Rani istrinya. Gio melajukan motornya kembali pulang. Sepertinya G
Candra segera menghubungi Gita untuk memberitahukan Lia agar tidak banyak bergaul dengan laki-laki yang nantinya hanya mempermainkannya saja. [Lia sudah dewasa, Mas. Dia sudah tahu mana yang baik menurut dia, apalagi dia ambil pembelajaran mengenal laki-laki itu dari ayahnya sendiri.] Isi pesan Gita pada Candra saat Candra menyalahkan Gita karena tak bisa menjaga anaknya."Aku yang tak bisa menjaga anak-anak dia bilang? Dia hanya bisa menjaga Rani saja sudah berani menasihatiku!" rutuk Gita kesal.Krieeet...! Suara pintu rumah terbuka."Aku pulang," seru Lia saat baru saja tiba di rumah."Lia.""Hmm...""Dari mana kamu?""Jalan sama Dimas, Bu. Kan, Ibu tahu tadi aku dijemput Dimas di pengadilan, kan.""Ayahmu menegur Ibu, katanya Ibu nggak bisa menjaga kamu karena kamu bergaul dengan pria yang salah," kata Gita pada putri sulungnya."Dia tahu dari mana kalau Dimas adalah laki-laki yang nggak baik? Sebelum dia menilai orang, lebih baik suruh ayah bercermin dulu, deh," bantah Lia tak s
Aku tidak pernah tahu, mana pria yang baik. Karena pria yang terbaik menurutku saja ternyata adalah pria yang paling keji kelakuannya.Rani langsung melupakan janjinya kepada Gio kalau ia menyesali perbuatannya selama ini kepada Gio karena mendapatkan pesan dari pria idamannya, yaitu Varo."Aku gak akan sanggup kalau terus di kurung sama Gio begini. Aku harus bisa bebas dari sini." Rani menggumam dan berharap Varo membawanya pergi.Drrtt...! Ponsel Rani berdering, ada telepon masuk dari Varo, tetapi Rani tidak berani mengangkatnya karena takut kalau Gio mendengar obrolannya dengan Varo.[Jangan telpon, kita chat aja, ya.] Rani mengirim pesan pada Varo setelah teleponnya ia matikan.[Kamu bisa gak jemput aku di Desa Kuala? Aku benar-benar minta tolong sama kamu, aku harap kamu bisa jemput aku.] Isi pesan Rani pada Varo lagi. Menunggu balasan dari Varo membuat Rani gelisah dan berharap Varo akan menjemputnya.[Memangnya kenapa? Kamu di desa itu ngapain?] tanya Varo.[Panjang ceritanya,
Gio tersenyum sinis menatap istrinya. Namun, kini tidak ada lagi perkataan Rani yang dapat ia percaya semuanya penuh kepalsuan. Ditambah lagi saat Gio mendapati Rani tengah bersenang-senang dengan Candra."Jadi, kalian bersekongkol pergi dari desa, dan melanjutkan perselingkuhan kalian di luar kota?" tanya Gio dengan wajah datar penuh kekecewaan."Gak, Gi. Gue gak tahu kalau Rani akan bekerja di kafe. Kami hanya bertemu di sini tanpa disengaja." Candra coba menjelaskan kepada sahabatnya itu."Kafe? Berarti selama ini benar, kan! Kalau kamu tidak bekerja di toko baju?" tanya Gio yang mendelik tajam melihat ke arah Rani yang sudah gugup karena tertangkap basah oleh suaminya."Tidak, Mas! Cuma malam saja aku kerja di kafe, cari tambahan sebagai penyanyi bayaran. Paginya aku kerja di toko baju," jawab Rani. Tubuhnya gemetar dan mulai berkeringat dingin."Kalau begitu tunjukkan tempat tinggal kamu, dan tunjukkan dimana toko bajunya," pinta Gio kemudian.Rani kebingungan menjelaskan kepada
Candra merasa resah karena Rani tidak menjawab telepon dan membalas pesannya di ponsel. Candra mencoba menghubungi Feni, namun Feni tidak mau berkata jujur kepada Candra karena ia tahu kalau Rani sedang pergi bersenang-senang dengan Varo."Gue yakin lo tahu ke mana Rani, Fen!" "Gue gak tahu, Can. Gue kira dia udah balik." Feni sengaja berbohong.Candra tampak resah dan mengacak-acak rambutnya dan menendang meja di kafe itu. Candra merogoh ponsel di saku celananya. Di layar ponsel ia melihat jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi, tetapi tidak ada satupun pesannya dibalas oleh Rani."Ke mana Rani belum pulang jam segini?!" gumam Candra.*Di tempat lain, bukan hanya Candra ingin tahu kebaradaan Rani saat ini . Gio pun merasa begitu resah karena Rani selalu menghilang dan tak ada kabarnya."Sesibuk itukah dia bekerja sampai tidak bisa memberikan kabar walau hanya satu kali," gumam Gio yang sambil menyandarkan kepalanya di kursi sofa, sambil memainkan remot televisi.Ting...! Pesan masuk d
Setelah Rani pergi di luar kota untuk bekerja. Tak ada habisnya orang-orang di desa membicarakannya. Membicarakan tentang kebodohan Gio yang masih mempertahankan istri seperti Rani."Kemarin suamiku lihat Rani … sedang nganu di gubuk lama itu, dekat kebun jagung," celetuk istri pak Karso membicarakan Rani di warung nasi uduk Ibu Ida. "Gubuknya akhirnya dibakar sama suamiku, bersama Pak Abdul dan juga Pak Romi.""Siapa itu laki-lakinya? Kan, Rani juga selingkuh sama Candra," timpal Neneng."Nggak tahu laki-lakinya, kayaknya cuma kenalan di pesbuk, loh. Terus inbokan gitu, pas ketemuan malah nyoblos," ucap istri pak Karso."Hiih…! Kalau aku jadi Gio, udah aku talak tiga istri macam begitu. Jijiklah, ya. Udah masuk batang sana sini, belum saja kena penyakit!" Dina ikut menimpali."Iya, kok Gio bodoh banget, masih mau saja mempertahankan Rani!" sungut Ibu Ida."Katanya, sih karena Rani lagi hamil, mungkin Gio kasihan mau ceraikan," sahut Dina."Jangan-jangan juga bukan anak Gio," celetuk
Rani benar-benar mencari dukun aborsi lain untuk menggugurkan kandungannya karena ibunya tak mau menggugurkan anak yang dikandung oleh Rani. Setelah berhasil menggugurkan kandungannya, Rani berpura-pura jatuh dari kamar mandi agar Gio mengira ia keguguran. Gio begitu panik saat melihat banyak darah yang keluar dari jalan lahir Rani. Gio segera memanggil ibu Ratih untuk memeriksa kondisinya.Ibu Ratih tahu kalau Rani ini tengah berpura-pura karena janin yang mati sudah disimpan di dalam sebuah kendi kecil. Ibu Ratih hanya memberitahu Gio kalau Rani mengalami keguguran karena jatuh dari kamar mandi. Gio menyarankan Rani untuk pergi ke Rumah Sakit, tetapi Rani menolak dan meminta untuk dirawat di rumah saja oleh ibunya. Gio akhirnya menguburkan janin yang sudah di aborsi oleh Rani di belakang rumahnya. Meskipun Gio tahu janin itu bukanlah darah dagingnya, tetapi Gio merasa sedih karena kehilangan bayi itu. Sebab mempunyai anak adalah impian Gio dan Rani. Namun, Tuhan berkehendak lain.**