Share

Pilihan Kedua

Penulis: Ans
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-16 15:18:23

Langkah Dimas terhenti. Anak-anak? Ingatannya melayang pada Vinara dan Arya. Entah bagaimana, Dimas justru merasa kesal saat mengingat mereka. Jika bukan karena kedua anak itu, pastilah dia sudah sejak lama mendapatkan kebebasan. Dia mungkin telah menceraikan Hayati tanpa perhitungan dan memilih wanita lain yang dia sukai.

Anak-anak itu bukan lagi alasan Dimas untuk bekerja keras, sekarang. Dimas merasa karir dan keberhasilan yang sekarang dicapainya adalah kesempatan mewujudkan kebahagiaan pribadi sebagai pria yang sudah sejak lama Dimas idamkan dalam diam. Namun, bagaimana pun dia tidak bisa mengabaikan bahwa Arya dan Vinara telah hadir dalam pernikahannya sebagai anak mereka. 

Dimas menarik nafas. “Anak-anak akan baik-baik saja. Aku akan bicara dengan mereka bahwa mereka akan memiliki ibu baru yang lebih baik. Ibu yang akan mengajarkan mereka kehidupan yang lebih modern dan berpenampilan layak.”

Seketika mata Hayati terbelalak lebar. Wajahnya memerah, telinganya mencoba berdusta bahwa dia mendengar sesuatu yang salah dari suaminya itu. Sesuatu yang selama ini Hayati takutkan. Sesuatu yang Hayati tahu itu akan menghancurkan rumah tangganya.

Tergopoh Hayati berdiri dan berjalan perlahan mendekati Dimas. Suaminya itu berdiri mematung beberapa langkah dari pintu. Dimas menunggu reaksi Hayati. Walau semua sudah dia perkirakan dan walau Dimas tahu Hayati tidak akan bisa melakukan apa pun, mengatakan hal itu tetap saja membuat Dimas menduga-duga reaksi apa yang akan istrinya itu berikan.

Perlahan tangan Hayati terulur meraih lengan suaminya. Saat telapak tangannya nyaris menempel di kemeja biru langit Dimas, Hayati menyadari bahwa tangannya kotor karena baru saja membereskan kekacauan kue-kue di lantai. Hayati menurunkan tangannya perlahan.

Dia bisa melihat tangannya bergetar. Butiran bening hangat mengalir semakin deras di wajahnya. Beberapa rambutnya yang jatuh menutupi wajah, membuat keadaan Hayati menjadi terlihat sangat menyedihkan. Hatinya bergetar sama hebat. Rasa nyeri menyerang tepat di dalam sana dan membuatnya nyaris kehilangan kekuatan untuk menopang tubuhnya sendiri. Hayati memaksa lidah kelunya untuk mulai berbicara.

“Apa kau baru saja mengatakan  bahwa kau ingin menikah lagi?” Hayati bisa mendengar kesakitan dalam suaranya yang perlahan meluncur luruh runtuh.

Alih-alih berbelas kasihan, Dimas mengangkat dagunya tinggi-tinggi. Dia mencoba menutupi kejahatannya dengan ekspresi arogansi.

“Ya. Aku perlu dukungan untuk masa depan karirku. Itu tidak bisa kau lakukan. Jadi harus ada orang lain yang melakukan. Lagi pula, aku ingin anak-anak tumbuh lebih baik. Lebih modern dan berpendidikan. Kau tidak akan bisa mengajarkan hal itu pada mereka. Jadi, bagus juga seseorang yang bisa membawa perubahan masuk ke dalam rumah kita untuk mengubah semuanya. Mungkin dia juga bisa mengajarkanmu menjadi wanita yang lumayan. Kalau kau tidak bisa mengimbangi keadaan, jangan salahkan aku kalau kau hanya akan berperan seperti pelayan di rumah ini.”

Bagaimana pun kesiapan hati Hayati menerima kejujuran Dimas, semua kata-kata suaminya itu terasa seperti pisau beracun yang dilemparkan. Hayati bahkan sudah tidak punya kata dan ekspresi untuk memperlihatkan rasa sakit di hatinya.

Ketika Dimas melangkah keluar pintu, Hayati jatuh bersimpuh di tengah ruangan. Dimas bahkan tidak menunggu sebentar sekedar untuk tahu bagaimana reaksi wanita yang masih berstatus sebagai istrinya itu. Sekuat tenaga dia menahan agar tidak ada teriakan yang keluar dari mulutnya. Telapak tangannya bertumpu ke lantai. Matanya berkedip cepat untuk membangun kesadaran penuh. Dadanya sesak dan sulit untuk bernafas.

Hayati tidak ingin pingsan. Tidak ada yang akan menolongnya jika itu terjadi. Dia tidak ingin memberi penjelasan pada para tetangga jika itu terjadi.

Dunianya hancur. Hayati tahu ini telah menjadi akhir dari pernikahan yang lebih dari sepuluh tahun sudah berusaha untuk dia pertahankan. Kenangan lama dan bayangan masa lalu berkilatan di kepalanya.

Itu adalah hari di mana dia dan Dimas disatukan dalam sebuah ikatan pernikahan. Setelah menjalin cinta selama tiga tahun, Dimas dan Hayati memutuskan untuk menikah. Sebuah keputtusan besar dan berani yang dilakukan oleh mereka di usianya.

Saat itu Dimas baru saja memutuskan untuk pindah keluar kota dan mulai sebuah pekerjaan yang lebih baik. Kehidupan desa dengan segala kemiskinannya sama sekali tidak menjanjikan sebuah masa depan.

Tanpa sebuah ikatan yang resmi, nyaris tidak mungkin orang tua Hayati mengijinkan mereka untuk pergi bersama. Karena itulah mereka memutuskan untuk menikah dan memulai kehidupan yang baru.

Ternyata impian tidak pernah seindah apa yang ada dalam impian. Kemiskinan membuat mereka saling mencintai. Namun setelah keadaan menjangkau apa yang menjadi harapan, cinta justru menjadi satu2nya hal yang hilang dari mereka.

Tangis Hayati semakin luluh lantah di antara perasaannya yang penuh luka. Dia beranjak menuju kamar. Photo pernikahannya dengan Dimas seolah tidak berarti lagi. Hanya satu yang Hayati sesali bahwa uang ternyata bukan tujuan bagi mereka.

Langkah-langkah kaki kecil terdengar di ruang depan. Hayati segera mengusap air matanya yang mengalir. Itu sudah pasti Vinara dan Arya. Mereka sudah kembali dari sekolah. Dan Hayati tidak ingin kedua buah hatinya melihat kesedihan yang sedang dia rasakan.

Hayati menarik nafas dan berharap itu akan membuatnya lebih tenang. Sesaat sebelum dia membuka pintu kamar, Hayati memeriksa wajahnya di cermin dan merapikan penampilannya yang berantakan. Berharap anak-anaknya tidak menemukan jejak apa pun dari kejadian yang ayah mereka lakukan. Dia merapikan rambut dan pakaiannya.

“Kalian sudah pulang?” sapa Hayati ketika sampai di ruang tengah.

Vinara berlari kecil menuju arah Hayati. “lihat, Bu. Aku membawa bunga kesukaan ibu. Tadi saat di jalan aku melihat bunga itu.”

Hayati melihat ke arah tangan kecil Vinara. Tatapannya menyipit. “Benarkah ibu menyukai bunga itu?”

Suasana berubah hening. Vinara dan Arya saling bertukar pandang.

“Apakah ibu tidak menyukai bunga itu? Kata Kakak, ibu pasti suka dengan bunga itu.” Vinara melemparkan pandangan mematikan pada Arya.

Sang Kakak yang tidak diberi kesempatan membela diri pun hanya bisa tersenyum. “Aku bilang ibu menyukai warna ungu. Bunga itu berwarna ungu, jadi ibu pasti menyukainya juga.”

Seketika Hayati menyadari apa maksud kedua buah hatinya. Bukan masalah apa yang mereka bawa pulang dan apa yang dia sukai. Hayati hanya mengerti bahwa kedua anaknya itu sangat mencintainya.

Kepingan di hati Hayati berubah menjadi kekuatan. Bukankah cinta mereka adalah alasan yang sangat layak untuk diperjuangkan. Jika Dimas tidak menginginkan dirinya sebagai istri, maka anak-anaknya tidak boleh menjadi korban dari keadaan. Air mata Hayati nyaris jatuh saat dia mendengar Vinara menepuk bahu Arya.

“Kakak bohong! Kakak harusnya bilang bahwa ibu menyukai warnanya dan bukan bunganya!” Vinara merajuk.

Hayati segera mengambil bunga ungu dari tangan Vinara.  “Ibu menyukai bunganya. Dan kakak benar kalau ibu memang menyukai semua hal yang berwarna ungu.”

Vinara menoleh ke arah Hayati begitu juga dengan Arya. Kedua bocah kecil berusia tujuh dan sembilan tahun itu pun tersenyum. Wajah mereka terlihat bangga karena merasa mereka melakukan sesuatu yang benar. Sesuatu yang ibunya sukai. Pertengkaran yang hampir meledak pun akhirnya diselesaikan.

“Ayo cepat, kalian ganti pakaian lalu berkemas. Siapkan beberapa baju dengan tas ransel kalian.” Hayati memberikan perintah sambil membalikkan badan. Dia yakin kali ini dia tidak akan mampu lagi menahan air matanya.

Vinara dan Arya lagi-lagi bertukar pandang. Keduanya seolah bertanya satu sama lain. Namun mereka tidak menemukan jawaban.

“Kita mau ke mana, Bu?’ Arya memberanikan diri bertanya.

Bab terkait

  • Istri yang Teraniaya, Kini Menjadi Kaya   Tertangkap Basah

    Apa yang harus dia jelaskan pada kedua buah hatinya? Mereka masih terlalu kecil untuk mengerti kerusakan yang perlahan tapi pasti sedang terjadi di keluarganya.Hayati menarik nafas panjang. “Kita mau liburan," jawabnya singkat sebelum meneruskan langkah.Kedua anak kecil di belakangnya melihat satu sama lain. Mata mereka berbinar bahagia. Sesaat kemudian mereka berteriak girang.“Yeayyy! Liburan!” Lantang keduanya berjingkrak.Mereka pun berhamburan masuk ke kamar masing-masing untuk menyiapkan barang-barang. Liburan adalah waktu yang telah mereka tunggu. Waktu yang sebenarnya telah dijanjikan oleh orang tua mereka.Ketika kemudian mereka keluar rumah dan melihat Hayati sudah bersiap di di samping mobil taxi online, kedua anak itu pun mengerutkan kening.“Ayah mana, Bu?” tanya Vinara lugu.Hayati memaksa sebuah senyuman muncul di wajahnya. “Nanti ayah menyusul ya.”Setelah mengangguk cepat, kedua buah hati Hayati itu pun masuk ke kursi penumpang belakang. Sementara Hayati memilih dudu

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-16
  • Istri yang Teraniaya, Kini Menjadi Kaya   Sang Pengkhianat

    Mata Hayati nyaris keluar dari sarangnya, demi melihat wanita yang sedang satu selimut dengan pria yang masih berstatus suaminya itu.“Marina….” Desisnya nyaris tidak terdengar.Rasa panas menyebar di wajah dan dada Hayati. Pemandangan yang tidak pernah Hayati bayangkan terhampar di depannya. Suami dan sahabatnya berada dalam satu selimut di kamarnya. Mereka dalam keadaan nyaris tanpa busana. Kamar tempat yang seharusnya hanya milik Hayati. Tempat di mana Hayati pernah menguntai harapan tentang bahagia sebuah pernikahan.Melihat keadaan nyaris meledak, Dimas keluar dari selimut. Beruntung pria itu masih menggunakan celana boxer yang menyelamatkan keadaan agar tidak semakin memalukan. Alih-alih menenangkan istrinya, Dimas justru mencengkeram lengan Hayati dan menariknya keluar kamar. Setelah menutup pintu, Dimas menghentakkan tubuh Hayati dengan kasar.“Kenapa kau kembali?!” bentaknya tanpa belas kasihan.Air mata Hayati bahkan enggan turun untuk merespon sikap Dimas padanya. Dia yang b

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-16
  • Istri yang Teraniaya, Kini Menjadi Kaya   Sebuah Tawaran

    “Bisa kita bertemu? Saya menemukan sesuatu milik anda yang sepertinya cukup penting,” jelas pria yang sedang berbicara dangan Hayati.Merasa belum mendapat jawaban pasti Hayati sekali lagi bertanya. “Anda siapa?”“Saya dengan Daren, supir taksi online yang ibu pesan beberapa hari lalu. Saya baru menemukan dompet merah di kolong kursi mobil. Saya dapat nomor telp ibu di sana.” Pria itu sepertinya membaca kecurigaan Hayati. Dia berusaha menjelaskan segera.Hayati mencoba mengingat kejadian beberapa hari lalu. Saat dia meninggalkan rumah itu untuk menuju ke rumah ibunya bersama anak2nya, dia memang menggunakan taksi online. Saat itu kondisi Hayati sedang kacau. Dia mungkin tanpa sengaja menjatuhkan barang di taksi online itu.Hayati berusaha mengingat apa isi dompet merah yang jatuh itu. Pastinya isinya bukan uang. Karena itu adalah hal terakhir dan paling sedikit yang dia miliki.“Halo, Ibu.” Suara pria itu memecah kebingungan Hayati. “Apakah saya bisa mengembalikan ke rumah ibu?”Mata H

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-16
  • Istri yang Teraniaya, Kini Menjadi Kaya   Kesempatan Emas

    Sebuah tawaran yang sungguh di luar dugaan Hayati. Tubuh Hayati membeku dan matanya diam terpana melihat ke arah Daren. Dia berharap Daren sekali lagi mengulangi kata-katanya untuk memastikan bahwa dirinya tidak mendengar sesuatu yang salah.Daren melihat Hayati sambil mengerutkan kening. Dia sedang memikirkan ulang apakah ada kata-katanya yang salah diucapkan. Reaksi wanita di depannya itu terlihat datar tanpa ada ekspresi yang bisa dibaca. Hayati hanya diam dan tatapan matanya kosong.“Maaf kalau saya menawarkan sesuatu yang salah. Saya hanya berharap ini bisa menjadi sebuah kerjsama yang baik.” Daren mencoba memperbaiki keadaan.Hiruk pikuk suara café sama sekali tidak bisa mencairkan keadaan di antara mereka. Seolah tenggelam di tengah kesepian, Dimas menunggu Hayati memberikan reaksi.“Ehm! Hayati, kau bisa mengatakan saja jika memang kau tidak setuju.” Daren sekali lagi berusaha memecahkan es di antara mereka.Hayati seperti tersadar dari renungan yang membingungkan. Dia segera

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-01
  • Istri yang Teraniaya, Kini Menjadi Kaya   Siapa Dia?

    “Menurutmu? Tentu saja tidak! Mana mungkin Tuan Daren memiliki tamu seperti ini.” Sengaja membuat suaranya terdengar semakin sinis, Pertiwi melihat Hayati dengan sudut mata yang tajam.Security yang bersama mereka segera mencengkeram kasar lengan Hayati. Itu membuat Hayati meringis kesakitan. Dia mencoba melepaskan diri, namun tenaganya tentu tidak sebanding dengan security yang bertubuh tinggi besar itu.“Kau mencoba menyusup ke kantor kami! Kenapa orang-orang seperti kalian selalu berusaha menemui orang kaya seperti Tuan Daren?!” Dia sengaja meninggikan suara agar orang-orang di sekitar mereka mendengar keributan yang terjadi. Security itu akan merasa bangga jika dia dianggap sebagai pahlawan yang menyelamatkan perusahaan.Hayati meronta untuk sekali lagi mencoba melepaskan diri. “Tolong, saya bukan penyusup. Daren yang meminta saya untuk datang.”“Daren?! Hah?! Beraninya kau memanggil Tuan Daren hanya dengan nama saja. Apakah kau tidak tahu sy iapa dia?” Mata Security itu seketika

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-02
  • Istri yang Teraniaya, Kini Menjadi Kaya   Kanker Stadium Empat

    Ekspresi terkejut tampak jelas di wajah Andi. Terlalu banyak hal yang rasanya sulit untuk dia ungkapkan. Tatapan matanya terkunci pada sosok sederhana Hayati.“Itu bukan urusanmu.” Sesingkat itu jawaban yang Andi berikan.Entah bagaimana suara ramah yang tadi terdengar dari Andi seketika hilang. Seperti dua pribadi yang berbeda saat Andi menjelaskan tentang kerjasama mereka dia adalah pria yang ramah. Namun apa yang Hayati lihat beberapa detik lalu, Andi sepertinya tidak suka dengan pertanyaan Hayati.Hayati memutuskan untuk diam. Dalam hati dia sedikit menyesal dengan pertanyaan spontan yang dia ajukan pada Andi. Dia berpikir mungkin Andi melihanya sebagai orang yang selalu ingin tahu tentang urusan orang lain.Dua bulan setelahnya, Hayati mulai merasakan hasil dari kerjasama dengan perusahaan Daren. Makanan kiriman dari ‘Vaya Cake’ selalu laris manis di hotel dan resto perusahaan Daren. Meski secara keuangan Hayati masih berjuang, namun dia tidak merasakan kekurangan.Dibantu oleh A

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-03
  • Istri yang Teraniaya, Kini Menjadi Kaya   Waktunya Balas Dendam

    “Bukankah harta gono gini sudah ada dalam aturan? Bisakah kita mengambil lebih?” Hayati terperangah dengan pertanyaan Linda.Dia yakin Linda pasti akan membantunya, namun dia tidak menyangka bahwa antusias Linda untuk memenangkan perceraian atas dirinya dan Dimas begitu besar.“Anak-anak ada padamu. Tidak ada alasan untuk tidak memenangkan. Lagi pula kau berhak atas apa yang Dimas miliki. Jika nanti Dimas memenangkan semua harta kalian, bisa kau bayangkan apa yang akan dia lakukan pada harta itu?” Linda menatap tajam pada Hayati.Hayati membalas tatapan Linda dengan pandangan yang tidak kalah tajam. Tentu saja dia tahu apa yang akan Dimas lakukan pada harta mereka. Bahkan ketika mereka masih bersama, Dimas lebih senang menghabiskan uang untuk bersenang-senang. Beberapa kali Dimas pulang dalam keadaan mabuk.Dimas juga selalu membeli barang mahal untuk dirinya sendiri, namun sangat perhitungan untuk Hayati dan anak-anak mereka. Jabatan dan kekayaan yang Dimas miliki telah mengubah Dima

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-04
  • Istri yang Teraniaya, Kini Menjadi Kaya   Perkara Pidana

    “Aku tidak akan mengijinkan orang melakukan kekerasan apa pun lagi padaku. Tidak lagi. Aku sudah mengirimkan bukti kekerasan yang Dimas lakukan dan sudah kukirimkan padamu.” Suara Hayati terdengar berat dan bergetar saat dia menjelaskan semuanya pada Linda.“Apakah kau yakin ingin melakukan ini? Dia adalah bapak dari anak-anakmu. Kasus kekerasan adalah perkara pidana, dan risikonya mungkin saja hukuman penjara.” Linda menjelaskan.Hayati memikirkan apa yang Linda katakan. Wajah Dimas terbayang di benaknya. Itu adalah pria yang pernah dia cintai. Walau perasaannya pada pria itu sudah berubah, apa yang Linda katakan benar. Pria itu adalah bapak dari anak-anaknya. Jika Dimas dipenjara, entah apa yang akan anak-anaknya rasakan. Lebih lagi apa yang akan orang lain pikirkan tentang dirinya. Seorang istri yang menjebloskan suaminya sendiri ke penjara. Bukankah itu terdengar menyedihkan? Pemikiran yang membuat Hayati tidak bergeming.“Setiap orang perlu mendapatkan pelajaran. Agar mereka meng

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-06

Bab terbaru

  • Istri yang Teraniaya, Kini Menjadi Kaya   Bagian Yang Tertinggal

    Daren mengangguk, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. "Ya, aku yakin. Saudara tiriku, yang baru saja kuketahui namanya adalah Bastian, punya sejarah panjang dengan Dimas. Mereka pernah bekerja sama di masa lalu, dan mereka berbagi ambisi yang sama untuk menguasai segala sesuatu yang mereka rasa berhak mereka dapatkan. Bastian tahu bahwa dengan bantuan Dimas dan Marina, dia bisa mempercepat upayanya untuk mengambil alih segalanya."Hayati merasa semakin tenggelam dalam kompleksitas situasi ini. "Jadi, itu sebabnya Dimas dan Marina begitu gigih mengejarku? Mereka hanya bagian dari rencana yang lebih besar?""Tepat sekali," jawab Daren. "Mereka mencoba menakut-nakutimu dan menciptakan kekacauan untuk melemahkanku, untuk membuatku tampak tidak kompeten dan tidak layak mengelola perusahaan. Jika mereka berhasil membuatku jatuh, Bastian akan lebih mudah mendapatkan apa yang dia inginkan."Hayati mengangguk, akhirnya mulai memahami betapa seriusnya keadaan ini. "Apa yang bisa ki

  • Istri yang Teraniaya, Kini Menjadi Kaya   Kembalinya Daren

    Daren tetap tenang, pandangannya tak tergoyahkan. "Aku tahu lebih dari yang kau kira, Dimas. Kau lupa, kita pernah bekerja di lingkaran yang sama. Aku tahu caramu berbisnis, bagaimana kau menyembunyikan aset, bagaimana kau menyuap orang-orang untuk menutup mata. Kau selalu berpikir kau di atas angin, tak tersentuh. Tapi kali ini, kau sudah salah perhitungan."Dimas mengerutkan kening, rasa percaya dirinya mulai terkikis. "Kau tak punya bukti," katanya, suaranya melemah.Daren mengeluarkan ponsel dari saku jasnya, menelusuri beberapa file sebelum menampilkan layar pada Dimas. "Lihat sendiri. Transkrip percakapanmu dengan Marina, dokumen keuangan yang dimanipulasi, dan bukti pembayaran di bawah meja. Semua ini bisa aku serahkan ke pihak berwenang kapan saja."Wajah Dimas semakin memucat, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Marina, yang berdiri di sampingnya, mulai panik. Dia mencoba meraih ponsel Daren, tetapi Daren dengan cepat menarik tangannya kembali."Jangan mencoba merampa

  • Istri yang Teraniaya, Kini Menjadi Kaya   Membalikkan Boomerang

    Dimas menambahkan dengan senyum miring, "Kami hanya berharap kau bisa menerima kenyataan ini dengan anggun."Hayati menahan napasnya, mencoba menekan amarah yang mulai membara dalam dirinya. Dia tahu mereka berusaha meruntuhkannya, menghancurkan martabatnya di depan semua orang. Hayati bahkan tidak tahu apa yang harus dilakukan.Marina yang melihat kelemahan Hayati merasa semakin senang. Sebuah senyum tipis muncul di wajahnya. Dia berjalan elegan menuju Hayati. Sambil lalu tangannya meraih sebuah gelas berisi minuman berwarna merah dari salah satu pelayan yang sedang berdiri di sekitarnya.Marina mendekat, langkahnya seolah menari di atas lantai yang dingin, sorot matanya penuh kebencian yang dingin. Tanpa berkata-kata, dia dengan anggun namun kejam menuangkan minuman merah itu ke gaun putih Hayati. Cairan dingin itu meresap dengan cepat, meninggalkan noda yang mencolok di atas kain putih yang sempurna. Gaun itu sekarang tampak seperti bekas medan perang—berantakan, kotor, dan basah k

  • Istri yang Teraniaya, Kini Menjadi Kaya   Pesta Peralihan

    Hayati menggenggam ponselnya erat, suaranya sedikit gemetar saat dia berbicara dengan Linda, pengacaranya yang sudah bertahun-tahun menangani semua urusan hukum keluarga dan bisnisnya."Linda, aku sudah memutuskan," Hayati memulai dengan tegas. "Aku ingin semua harta dan saham perusahaan dialihkan kepada Dimas. Aku lelah dengan semua ini. Aku hanya ingin hidup tenang bersama Arya dan Vinara."Di ujung telepon, Linda terdiam. Keputusan Hayati membuatnya tercengang. Dia tahu betapa pentingnya perusahaan ini bagi Hayati—itu bukan hanya soal bisnis, tapi juga simbol perjuangan dan kebebasan dari bayang-bayang pernikahan yang gagal. "Hayati, kau yakin? Ini bukan keputusan yang bisa diambil dengan mudah.""Ya, Linda. Aku yakin," Hayati menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan air mata yang menggenang di matanya. "Aku sudah lelah. Semuanya... terlalu berat untukku. Dimas dan Marina bisa mengambil semuanya, aku tak peduli lagi. Yang penting, aku bisa fokus pada Vinara."Meskipun memahami ke

  • Istri yang Teraniaya, Kini Menjadi Kaya   Mengambil Alih Perusahaan

    Anggara tidak segera membalas pesan Hayati, membuat kecemasan di hati Hayati semakin membuncah. Dia mencoba menenangkan dirinya, tetapi pikirannya terus berputar, memikirkan berbagai kemungkinan yang bisa terjadi. Marina, wanita yang dulu dia anggap sahabat, kini menjadi ancaman terbesar dalam hidupnya.Saat itu, Vinara bergerak sedikit di ranjangnya, membuat Hayati langsung kembali fokus pada putrinya. "Bunda, kenapa Bunda terlihat sedih?" tanya Vinara dengan suara lirih, menyadari perubahan emosi ibunya.Hayati segera menghapus air matanya yang hampir jatuh. "Tidak, Sayang. Bunda hanya sedikit lelah. Kamu istirahat saja, ya. Bunda di sini."Namun, sebelum Hayati bisa kembali menenangkan dirinya, ponselnya bergetar lagi. Pesan dari Anggara masuk, dengan singkat namun menegangkan:‘Dia sedang mencari cara untuk menggugat hak kamu atas perusahaan. Kita harus bertindak cepat.’Hayati merasa darahnya mendidih. Bagaimana bisa Marina berani sejauh itu? Menggugat haknya yang sudah jelas dip

  • Istri yang Teraniaya, Kini Menjadi Kaya   Rencana Pengalihan Saham

    Hayati merasa hatinya tersentuh mendalam mendengar nama yang disebut oleh Vinara, meskipun dengan suara yang lemah. Dia merasakan tumpukan emosi yang sulit untuk dijelaskan. Selama ini, Dimas adalah nama yang penuh dengan rasa sakit dan kenangan pahit baginya, namun bagi Vinara, Dimas adalah ayahnya yang masih memiliki tempat di hatinya.Dengan lembut, Hayati merapatkan tubuhnya ke samping ranjang Vinara, menggenggam tangan putrinya yang lemah. “Sayang, Ayahmu sudah… sudah pergi ke kamar yang lain. Dia sedang beristirahat di sana. Tapi kamu tahu, dia mencintaimu, dan dia sangat bangga padamu,” ujarnya dengan suara bergetar, berusaha menahan air mata yang hampir tumpah.Vinara membuka matanya sedikit, meskipun kelopak matanya masih tampak berat. “Tapi… Bunda bilang… ayah…” Vinara tidak bisa melanjutkan, suaranya melemah kembali, terhenti oleh kelelahan dan rasa sakit.“Ya, Bunda tahu. Bunda tahu ada banyak hal yang sulit untuk dimengerti sekarang,” Hayati berusaha menjelaskan dengan le

  • Istri yang Teraniaya, Kini Menjadi Kaya   Hasil Operasi

    “Mamah!” Raditya kembali memanggil, tangannya kecil melambai ke arah Marina dengan senyum ceria yang memperlihatkan sederet gigi susu yang belum lengkap. Marina segera merendahkan tubuhnya untuk menyambut bocah kecil itu, membungkuk dengan tangan terbuka lebar.“Sayang, sini ke Mamah,” panggil Marina dengan nada manis yang penuh kasih sayang, seolah dia adalah ibu paling sempurna di dunia. Raditya berlari kecil ke arahnya, tertawa senang saat Marina mengangkatnya ke dalam pelukan. Marina mencium pipi Raditya dengan lembut, senyumnya tampak penuh kemenangan saat dia melihat Hayati.Hayati, yang masih berdiri terpaku dengan perasaan campur aduk, tidak bisa mengalihkan pandangannya dari bocah itu. Betapa miripnya Raditya dengan Dimas ketika masih kecil. Hidungnya, matanya, bahkan cara dia tersenyum. Semua itu membuat Hayati merasakan tusukan tajam di hatinya. Bocah kecil yang tidak tahu apa-apa ini akan menjadi penerus dari semua harta yang dulu pernah dia dan Dimas perjuangkan bersama.

  • Istri yang Teraniaya, Kini Menjadi Kaya   Persiapan Operasi

    Hayati meraih pena dengan tangan gemetar, menatap kertas persetujuan operasi di depannya. “Saya sudah tahu,” jawabnya pelan, suaranya terdengar lemah meski berusaha tegar.Dokter itu, seorang pria paruh baya dengan raut wajah serius namun penuh empati, mengangguk pelan. “Saya harus jujur, Bu Hayati. Operasi ini memang membawa risiko yang sangat besar. Salah satu risikonya adalah kelumpuhan permanen jika ada komplikasi. Namun, kami juga percaya bahwa dengan keberhasilan operasi ini, peluang Vinara untuk bisa berjalan kembali sangat tinggi. Kami sudah melakukan segala persiapan dengan matang.”Hayati mengangguk, meski hatinya diliputi ketakutan. “Tapi jika tidak dioperasi…?”“Jika tidak dioperasi, kondisi Vinara akan semakin memburuk. Kesempatannya untuk sembuh secara alami sangat kecil, dan kemungkinan besar dia akan kehilangan kemampuan untuk berjalan selamanya,” jawab dokter itu, tatapannya lurus dan penuh pengertian.Kata-kata dokter tersebut menghantam Hayati seperti palu. Harapan

  • Istri yang Teraniaya, Kini Menjadi Kaya   Bertemu Kembali

    Hayati berdiri di depan cermin, memandangi bayangannya yang tampak lebih tua dan lelah. Kerutan di dahi dan lingkaran hitam di bawah matanya menjadi bukti nyata dari malam-malam tanpa tidur dan kecemasan yang tak pernah henti. Hari ini adalah hari besar bagi Vinara, hari di mana putrinya akan menjalani operasi tulang belakang yang sangat berisiko. Ini adalah satu-satunya harapan bagi Vinara untuk kembali hidup normal, dan Hayati tahu bahwa dia harus kuat untuk menghadapi hari ini.Dengan langkah berat, Hayati akhirnya tiba di rumah sakit. Setiap langkah menuju kamar operasi terasa seperti beban yang semakin menekan. Di depan pintu kamar operasi, matanya langsung tertumbuk pada sosok-sosok yang sudah sangat dikenalnya—keluarga Dimas. Mereka berdiri di sana dengan ekspresi yang membuat perut Hayati terasa mual. Bukan rasa khawatir atau cemas yang terlihat di wajah mereka, melainkan kebencian dan ejekan yang teramat jelas.Ibu Dimas, seorang wanita paruh baya dengan sorot mata yang selal

DMCA.com Protection Status