Hayati menatap Laksmana dengan bingung. "Maksud Anda? Rival?"Laksmana mengangguk sambil meletakkan tangannya di atas meja, jemarinya saling bertaut. "Ya, aku yakin kau tahu siapa Daren, pemilik Sentosa Group. Kami sudah cukup lama menjadi pesaing dalam dunia bisnis otomotif, dan aku tidak ingin melibatkan diriku dengan seseorang yang berhubungan dekat dengan rivalku."Hayati mengernyitkan kening. Tampaknya Laksmana sudah mencari informasi banyak tentangnya. Hayati mulai berpikir bahwa kecelakaan yang melibatkan mereka berdua bukan sebuah kebetulan belaka. Ada perasaan tidak nyaman menghinggapi Hayati setelah Laksmana menyebut nama Daren.Walau Laksmana terlihat sebagai pria baik, namun Hayati akan selalu menghargai Daren sebagai orang pertama yang melemparkan pelampung padanya setelah dia hampir tenggelam dalam badai perceraian. Hayati mencoba memahami hubungan antara dirinya Laksmana dan Daren.Hayati terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Laksmana. "Tapi ini berbeda. Aku menjalanka
Hayati tertegun sejenak, berusaha mencerna pertanyaan Laksmana di hadapan Daren. Matanya beralih dari Laksmana ke Daren yang tampak menunggu jawaban dengan penuh perhatian. Hayati tahu Daren menunggu jawaban Hayati pada Laksmana. Walau wajahnya terlihat tenang, Daren sedang dalam perasaan tidak nyaman mengetahui hubungan antara Laksmana dan Daren.Hayati berusaha berhati-hati menanggapi Laksmana. Bagaimana pun hubungannya dengan Daren lebih berarti, lebih lama dan lebih layak untuk dijaga. Dia tahu bahwa menjawab pertanyaan ini tidak hanya mempengaruhi bisnisnya, tetapi juga hubungan pribadinya dengan kedua pria tersebut. Walau Hayati tidak tahu persis seperti apa hubungan kedua pria di depannya itu, tapi firasatnya mengatakan bahwa itu bukan sesuatu yang baik dan menyenangkan."Ya, aku masih mempertimbangkannya," jawab Hayati akhirnya sambil tersenyum tipis pada Laksmana. Suaranya tetap tenang meski hatinya berdebar kencang. Hayati berharap Laksmana tidak melanjutkan pada pertanyaan
Isabelle tersenyum licik, memainkan rambutnya dengan jari-jari lentik. "Daren, sayang, kau tahu aku selalu memiliki akses ke tempat-tempat terbaik. Lagipula, aku merindukanmu. Tidak salah kan jika aku ingin melihat wajah tampanmu lagi?"Daren menghela napas, berusaha menahan emosinya. "Isabelle, kita sudah berakhir. Aku tidak ingin ada drama di sini. Malam ini adalah tentang bisnis dan kerjasama, bukan masa lalu kita."Isabelle melangkah lebih dekat, mengabaikan jarak yang Daren coba pertahankan. "Bisnis, ya? Sejak kapan kau lebih tertarik pada bisnis daripada padaku? Kau tahu, Daren, aku masih mencintaimu. Aku selalu mencintaimu." Suaranya melembut, namun mata Isabelle tetap penuh perhitungan.Daren tersentak, matanya menyipit seolah mencoba memahami maksud sebenarnya dari kata-kata Isabelle. "Isabelle, kau tidak bisa datang dan pergi seenaknya dalam hidupku. Aku sudah move on. Sampai hari ini, aku bahkan tidak pernah mendapat penjelasan kenapa malam itu kau meninggalkan altar pernik
“Aku rasa ya… mungkin ya.” Daren mencoba bersikap datar. Dia tidak ingin membuat Hayati ketakutan dan menjauh karena persoalan Isabelle. ‘Projectku tentangmu masih panjang, Hayati,’ ujar Daren di dalam hati.Hayati mendengus. “Tidak perlu menjelaskan apa pun tentang Isabelle. Aku rasa itu bukan urusanku. Lagi pula, aku tidak berhak bertanya tentang hubungan pribadimu dengan siapa pun.”“Hmm… kau benar. Tapi, karena aku membuatmu tidak nyaman, aku akan membayarnya. Makan es krim besok siang? Aku jemput?” Daren terdengar lembut dan ragu.Tawaran yang membuat senyum Hayati melebar. Makan es krim? Itu terdengar seperti sebuah tawaran dating yang manis. Sudah sangat lama bagi Hayati sejak terakhir kali dia memiliki hubungan dekat dengan seorang pria.Walau hatinya ragu apakah dia sudah siap membuka hati, Hayati tidak ingin lagi mengubur diri. Setidaknya dia ingin mencoba kembali membuka berbagai kemungkinan.“Tentu saja,” jawab Hayati singkat.Jawaban yang melegakan Daren. ‘Pionnya’ tersel
Hayati terdiam sejenak, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba berdebar lebih cepat. Pertanyaan Daren meluncur begitu saja, tanpa aba-aba. Dia tahu cepat atau lambat topik ini akan muncul, namun tidak menyangka akan secepat ini.Pertanyaan Daren membuat Hayati mulai menebak banyak hal. Apakah Daren sedang membawa mereka berdua pada hubungan yang lebih dalam. Hayati berusaha menepiskan pemikiran bahwa Daren tertarik padanya. Tapi, reaksi dan pertanyaan Daren justru membuat pemikiran Hayati semakin nyata.“Kenapa kau harus mengenal keluargaku?” Hayati menghentikan kata-katanya sesaat. “Maksudku, apakah hubungan bisnis perlu mengetahui keluarga dan….”“Hubungan bisnis? Aku tidak berpikir bahwa hubungan kita hanya sekedar bisnis. Bukankah kita teman? Seharusnya seorang teman mengenal keluarga temannya. Hmm… maksudku kita akan bergerak ke arah… teman dekat.”Hayati terkesiap. Darahnya membeku karena kata-kata Daren. ‘Teman dekat’ seperti apa yang Daren maksudkan. Hayati masih
"Aku sudah menunggu hari itu sangat lama, Andi. Bukankah Laksmana sendiri yang telah menantangku? Hari itu tidak akan pernah kulupakan." Daren mengepalkan tangannya di atas meja. Tatapan matanya tertuju pada bayangan wajahnya sendiri di dalam meja kaca yang ada di depannya. Andi bergidik melihat ekspresi wajah Daren. "Laksmana sangat sial karena harus berhadapan denganmu. Seharusnya dia tahu bahwa dia sedang menghadapi singa yang marah. Seharusnya dia meminta maaf dan memadamkan apinya." Andi bergumam sendiri. Daren yang mendengar gumamam Andi sontak berdiri sambil menggebrak meja. "Maaf?! Pembicaraan bodoh macam apa ini Andi? Kau pikir nyawa ibuku bisa dibeli hanya dengan kata maaf? Bahkan nyawa Laksmana pun tidak berguna untuk membayar semuanya. Aku hanya ingin membuat Laksmana kehilangan semuanya dan menderita seumur hidup. Itu harga yang pantas." Daren menyipitkan mata. Tatapannya kosong dan tanpa perasaan. "Dengan begitu aku bisa mentertawakan dia seumur hidupku." Senyumnya ter
Isabelle menoleh dan tersenyum kecil. "Halo, James. Aku baik, terima kasih. Bagaimana denganmu?"James mengangguk dengan ramah. "Baik juga, terima kasih. Senang melihatmu di sini. Siapa yang menemanimu?" James melirik Laksmana dengan penuh minat.Sesaat Laksmana juga melemparkan senyuman pada James. Tampaknya James adalah orang baru di dunia bisnis. Terbukti bahwa dia tidak mengenal Laksmana. Sementara Laksmana sudah mengenal banyak orang di tempat itu.Isabelle merapatkan diri pada Laksmana, memperkenalkannya dengan bangga. "Ini Laksmana, calon pemenang tender besar ini."James tertawa kecil, nada suaranya terdengar agak merendahkan. "Oh, begitu? Selamat datang di medan pertempuran, Laksmana. Aku James, salah satu pesaingmu."Laksmana mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, senyuman tipis terbentuk di bibirnya. "Senang bertemu denganmu, James. Semoga kita bersaing secara sehat."James menggenggam tangan Laksmana dengan erat, memberikan tekanan sedikit lebih kuat dari yang diperl
Daren menatap Laksmana dengan intens, seolah mencoba menggali ke dalam hatinya untuk menemukan niat yang tulus. Laksmana tidak mundur, tetap berdiri kokoh meskipun rahangnya masih berdenyut akibat pukulan tadi.Laksmana mengerti kebencian Daren padanya. Walau tidak sepenuhnya salah Laksmana, tapi Isabelle mengambil keputusan besar meninggalkan altar karena dirinya. Laksmana menahan diri sebisa mungkin. Karena Dren sedang gelap mata. Apa pun yang dia lakukan akan selalu salah menurut Daren.Laksmana menurunkan nada suara untuk meredam suasana yang semakin menegang. "Apapun yang kau minta, selama itu bisa menebus kesalahanku, aku akan melakukannya," kata Laksmana tegas.Daren menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan gejolak emosinya. "Aku ingin kau menyerah dalam tender ini. Aku ingin kau mundur dan memberikannya padaku."Permintaan yang membuat Laksmana dan Isabelle melebarkan mata. Keduanya saling bertukar pandang karena terkejut. Daren adalah seorang pengusaha yang terhormat,