“Aku rasa ya… mungkin ya.” Daren mencoba bersikap datar. Dia tidak ingin membuat Hayati ketakutan dan menjauh karena persoalan Isabelle. ‘Projectku tentangmu masih panjang, Hayati,’ ujar Daren di dalam hati.Hayati mendengus. “Tidak perlu menjelaskan apa pun tentang Isabelle. Aku rasa itu bukan urusanku. Lagi pula, aku tidak berhak bertanya tentang hubungan pribadimu dengan siapa pun.”“Hmm… kau benar. Tapi, karena aku membuatmu tidak nyaman, aku akan membayarnya. Makan es krim besok siang? Aku jemput?” Daren terdengar lembut dan ragu.Tawaran yang membuat senyum Hayati melebar. Makan es krim? Itu terdengar seperti sebuah tawaran dating yang manis. Sudah sangat lama bagi Hayati sejak terakhir kali dia memiliki hubungan dekat dengan seorang pria.Walau hatinya ragu apakah dia sudah siap membuka hati, Hayati tidak ingin lagi mengubur diri. Setidaknya dia ingin mencoba kembali membuka berbagai kemungkinan.“Tentu saja,” jawab Hayati singkat.Jawaban yang melegakan Daren. ‘Pionnya’ tersel
Hayati terdiam sejenak, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba berdebar lebih cepat. Pertanyaan Daren meluncur begitu saja, tanpa aba-aba. Dia tahu cepat atau lambat topik ini akan muncul, namun tidak menyangka akan secepat ini.Pertanyaan Daren membuat Hayati mulai menebak banyak hal. Apakah Daren sedang membawa mereka berdua pada hubungan yang lebih dalam. Hayati berusaha menepiskan pemikiran bahwa Daren tertarik padanya. Tapi, reaksi dan pertanyaan Daren justru membuat pemikiran Hayati semakin nyata.“Kenapa kau harus mengenal keluargaku?” Hayati menghentikan kata-katanya sesaat. “Maksudku, apakah hubungan bisnis perlu mengetahui keluarga dan….”“Hubungan bisnis? Aku tidak berpikir bahwa hubungan kita hanya sekedar bisnis. Bukankah kita teman? Seharusnya seorang teman mengenal keluarga temannya. Hmm… maksudku kita akan bergerak ke arah… teman dekat.”Hayati terkesiap. Darahnya membeku karena kata-kata Daren. ‘Teman dekat’ seperti apa yang Daren maksudkan. Hayati masih
"Aku sudah menunggu hari itu sangat lama, Andi. Bukankah Laksmana sendiri yang telah menantangku? Hari itu tidak akan pernah kulupakan." Daren mengepalkan tangannya di atas meja. Tatapan matanya tertuju pada bayangan wajahnya sendiri di dalam meja kaca yang ada di depannya. Andi bergidik melihat ekspresi wajah Daren. "Laksmana sangat sial karena harus berhadapan denganmu. Seharusnya dia tahu bahwa dia sedang menghadapi singa yang marah. Seharusnya dia meminta maaf dan memadamkan apinya." Andi bergumam sendiri. Daren yang mendengar gumamam Andi sontak berdiri sambil menggebrak meja. "Maaf?! Pembicaraan bodoh macam apa ini Andi? Kau pikir nyawa ibuku bisa dibeli hanya dengan kata maaf? Bahkan nyawa Laksmana pun tidak berguna untuk membayar semuanya. Aku hanya ingin membuat Laksmana kehilangan semuanya dan menderita seumur hidup. Itu harga yang pantas." Daren menyipitkan mata. Tatapannya kosong dan tanpa perasaan. "Dengan begitu aku bisa mentertawakan dia seumur hidupku." Senyumnya ter
Isabelle menoleh dan tersenyum kecil. "Halo, James. Aku baik, terima kasih. Bagaimana denganmu?"James mengangguk dengan ramah. "Baik juga, terima kasih. Senang melihatmu di sini. Siapa yang menemanimu?" James melirik Laksmana dengan penuh minat.Sesaat Laksmana juga melemparkan senyuman pada James. Tampaknya James adalah orang baru di dunia bisnis. Terbukti bahwa dia tidak mengenal Laksmana. Sementara Laksmana sudah mengenal banyak orang di tempat itu.Isabelle merapatkan diri pada Laksmana, memperkenalkannya dengan bangga. "Ini Laksmana, calon pemenang tender besar ini."James tertawa kecil, nada suaranya terdengar agak merendahkan. "Oh, begitu? Selamat datang di medan pertempuran, Laksmana. Aku James, salah satu pesaingmu."Laksmana mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, senyuman tipis terbentuk di bibirnya. "Senang bertemu denganmu, James. Semoga kita bersaing secara sehat."James menggenggam tangan Laksmana dengan erat, memberikan tekanan sedikit lebih kuat dari yang diperl
Daren menatap Laksmana dengan intens, seolah mencoba menggali ke dalam hatinya untuk menemukan niat yang tulus. Laksmana tidak mundur, tetap berdiri kokoh meskipun rahangnya masih berdenyut akibat pukulan tadi.Laksmana mengerti kebencian Daren padanya. Walau tidak sepenuhnya salah Laksmana, tapi Isabelle mengambil keputusan besar meninggalkan altar karena dirinya. Laksmana menahan diri sebisa mungkin. Karena Dren sedang gelap mata. Apa pun yang dia lakukan akan selalu salah menurut Daren.Laksmana menurunkan nada suara untuk meredam suasana yang semakin menegang. "Apapun yang kau minta, selama itu bisa menebus kesalahanku, aku akan melakukannya," kata Laksmana tegas.Daren menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan gejolak emosinya. "Aku ingin kau menyerah dalam tender ini. Aku ingin kau mundur dan memberikannya padaku."Permintaan yang membuat Laksmana dan Isabelle melebarkan mata. Keduanya saling bertukar pandang karena terkejut. Daren adalah seorang pengusaha yang terhormat,
“Karena keadaan tidak lagi sama. Kau pernah menjadi segalanya dalam hidupku, namun lihat apa yang kudapat. Sekarang tentu saja bukan kau satu-satunya.” Daren tersenyum penuh kemenangan.Isabelle melihat Daren dengan tatapan mata menunjukkan kebingungan. Sejak rencana pernikahan mereka kandas, Isabelle tahu bahwa Daren tidak pernah memiliki hubungan dengan gadis lain. Daren terperangkap dalam luka dan trauma karena hubungan mereka yang berakhir berantakan.Tentu saja wanita satu malam dan sekretaris Daren tidak masuk dalam hitungan. Bagi Isabelle keterpurukan Daren justru menjadi keberuntungan. Karena dengan begitu, peluangnya untuk kembali pada Daren jika Laksmana tidak bisa menjadi masa depannya masih tetap ada.“Apa maksudmu? Aku tetap Isabellemu. Aku mencintaimu walau kau perlu waktu untuk mencintaiku lagi. Aku….” Isabelle mendadak terdiam ketika melihat seorang wanita menuju ke arah mereka.Hayati muncul di antara mereka dengan senyuman sumringah. Berbanding terbalik dengan ekspre
Daren tersenyum sinis. “Ini hanya masalah bisnis yang tidak perlu dibesarkan. Kau tidak terlibat secara langsung di dalamnya.”Hayati menatap Daren dengan campuran amarah dan kekecewaan. “Kamu harus menghentikan semua ini, Daren. Aku tidak bisa terus terlibat dalam kebohonganmu. ”Daren mengangguk pelan. “Aku akan menghentikannya, Hayati. Aku janji.”Hayati berdiri. Entah bagaimana dia merasa kehilangan simpati pada Daren. Namun hal yang mengherankan bahwa setiap menatap mata Daren, dia masih merasakan getaran yang sama. Hayati merasa bodoh karena bahkan setelah tahu permainan Daren, dia masih saja memiliki perasaan yang berbeda pada Daren.“Aku permisi.” Hayati mengangguk sopan pada Daren.“Supirku akan mengantarmu pulang.” Daren bergegas berdiri untuk mengiringi langkah Hayati.Hayati mengangkat tangannya. “Tidak perlu, aku menyetir mobilku sendiri.” Sesaat Hayati diam memikirkan kata-kata yang tepat untuk disampaikan. “Segera akhiri semua ini. Entah siapa yang sebenarnya ingin kau
Daren memandang ke luar jendela, matahari mulai terbenam di cakrawala, memancarkan warna oranye keemasan yang hangat. Dia menghela napas panjang sebelum menjawab Andi.“Malam ini, Isabelle,” jawab Daren dengan tenang.“Isabelle? Kau yakin ini ide yang bagus? Dia sudah cukup menderita dengan semua ini,” Andi berusaha mengingatkan, meskipun dia tahu bahwa tidak ada yang bisa mengubah keputusan Daren.“Ini bukan soal membuatnya menderita, Andi. Ini soal menunjukkan bahwa aku bukan lagi pria yang bisa diabaikan begitu saja. Dia harus tahu bahwa aku sudah berubah,” kata Daren, suaranya penuh ketegasan.Andi mengangguk pelan. “Baiklah, aku akan mengatur semuanya.”Malam harinya, di restoran mewah yang berlokasi di pusat kota, Daren dan Hayati memasuki ruangan utama dengan elegan. Suasana restoran yang mewah dengan hiasan kristal dan lampu redup menciptakan atmosfer yang romantis dan penuh misteri. Daren mengenakan setelan jas hitam yang sempurna, sementara Hayati tampil memukau dalam gaun p