Daren menatap Laksmana dengan intens, seolah mencoba menggali ke dalam hatinya untuk menemukan niat yang tulus. Laksmana tidak mundur, tetap berdiri kokoh meskipun rahangnya masih berdenyut akibat pukulan tadi.Laksmana mengerti kebencian Daren padanya. Walau tidak sepenuhnya salah Laksmana, tapi Isabelle mengambil keputusan besar meninggalkan altar karena dirinya. Laksmana menahan diri sebisa mungkin. Karena Dren sedang gelap mata. Apa pun yang dia lakukan akan selalu salah menurut Daren.Laksmana menurunkan nada suara untuk meredam suasana yang semakin menegang. "Apapun yang kau minta, selama itu bisa menebus kesalahanku, aku akan melakukannya," kata Laksmana tegas.Daren menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan gejolak emosinya. "Aku ingin kau menyerah dalam tender ini. Aku ingin kau mundur dan memberikannya padaku."Permintaan yang membuat Laksmana dan Isabelle melebarkan mata. Keduanya saling bertukar pandang karena terkejut. Daren adalah seorang pengusaha yang terhormat,
“Karena keadaan tidak lagi sama. Kau pernah menjadi segalanya dalam hidupku, namun lihat apa yang kudapat. Sekarang tentu saja bukan kau satu-satunya.” Daren tersenyum penuh kemenangan.Isabelle melihat Daren dengan tatapan mata menunjukkan kebingungan. Sejak rencana pernikahan mereka kandas, Isabelle tahu bahwa Daren tidak pernah memiliki hubungan dengan gadis lain. Daren terperangkap dalam luka dan trauma karena hubungan mereka yang berakhir berantakan.Tentu saja wanita satu malam dan sekretaris Daren tidak masuk dalam hitungan. Bagi Isabelle keterpurukan Daren justru menjadi keberuntungan. Karena dengan begitu, peluangnya untuk kembali pada Daren jika Laksmana tidak bisa menjadi masa depannya masih tetap ada.“Apa maksudmu? Aku tetap Isabellemu. Aku mencintaimu walau kau perlu waktu untuk mencintaiku lagi. Aku….” Isabelle mendadak terdiam ketika melihat seorang wanita menuju ke arah mereka.Hayati muncul di antara mereka dengan senyuman sumringah. Berbanding terbalik dengan ekspre
Daren tersenyum sinis. “Ini hanya masalah bisnis yang tidak perlu dibesarkan. Kau tidak terlibat secara langsung di dalamnya.”Hayati menatap Daren dengan campuran amarah dan kekecewaan. “Kamu harus menghentikan semua ini, Daren. Aku tidak bisa terus terlibat dalam kebohonganmu. ”Daren mengangguk pelan. “Aku akan menghentikannya, Hayati. Aku janji.”Hayati berdiri. Entah bagaimana dia merasa kehilangan simpati pada Daren. Namun hal yang mengherankan bahwa setiap menatap mata Daren, dia masih merasakan getaran yang sama. Hayati merasa bodoh karena bahkan setelah tahu permainan Daren, dia masih saja memiliki perasaan yang berbeda pada Daren.“Aku permisi.” Hayati mengangguk sopan pada Daren.“Supirku akan mengantarmu pulang.” Daren bergegas berdiri untuk mengiringi langkah Hayati.Hayati mengangkat tangannya. “Tidak perlu, aku menyetir mobilku sendiri.” Sesaat Hayati diam memikirkan kata-kata yang tepat untuk disampaikan. “Segera akhiri semua ini. Entah siapa yang sebenarnya ingin kau
Daren memandang ke luar jendela, matahari mulai terbenam di cakrawala, memancarkan warna oranye keemasan yang hangat. Dia menghela napas panjang sebelum menjawab Andi.“Malam ini, Isabelle,” jawab Daren dengan tenang.“Isabelle? Kau yakin ini ide yang bagus? Dia sudah cukup menderita dengan semua ini,” Andi berusaha mengingatkan, meskipun dia tahu bahwa tidak ada yang bisa mengubah keputusan Daren.“Ini bukan soal membuatnya menderita, Andi. Ini soal menunjukkan bahwa aku bukan lagi pria yang bisa diabaikan begitu saja. Dia harus tahu bahwa aku sudah berubah,” kata Daren, suaranya penuh ketegasan.Andi mengangguk pelan. “Baiklah, aku akan mengatur semuanya.”Malam harinya, di restoran mewah yang berlokasi di pusat kota, Daren dan Hayati memasuki ruangan utama dengan elegan. Suasana restoran yang mewah dengan hiasan kristal dan lampu redup menciptakan atmosfer yang romantis dan penuh misteri. Daren mengenakan setelan jas hitam yang sempurna, sementara Hayati tampil memukau dalam gaun p
“Apa maksudmu?” Isabelle balas bertanya.Daren tersenyum sinis. “Mulai malam ini, aku ingin kau menjauh dari hidupku. Selamanya.” Nada suara Daren terdengar begiitu tegas.Isabelle menggelengkan kepala perlahan. “Apa-apaan ini, Daren. Aku sudah membantumu untuk menggoyahkan keyakinan Laksmana tentang tender itu. Sebagai gantinya, kau bersedia memberiku kesempatan. Lalu, kenapa tiba-tiba kau berubah pikiran?” Isabelle tampak gusar karena pernyataan Daren.Itu seperti Daren ingin mengusir Isabelle dari hidupnya selamanya. Setelah kehilangan Laksmana, Daren menjadi satu-satunya harapan Isabelle untuk memiliki kehidupan yang baik. Isabelle tidak terbiasa dengan kehidupan yang kekurangan. Dibesarkan dari keluarga banyak harta, Isabelle tidak akan bisa bertahan dengan badai sekecil apa pun.Sementara Daren tampak puas melihat ketakutan di mata Isabelle. Hari yang dia nanti akhirnya tiba. Isabelle adalah orang pertama yang harus disalahkan atas kematian ibunya. Dan malam ini, Daren sudah ber
Daren melemparkan pandangan tajam ke arah Isabelle. Senyum puas masih menghiasi wajahnya. "Hayati," ucapnya perlahan, sambil menoleh ke arah wanita di sampingnya.Isabelle tercekat, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Tidak mungkin...," bisiknya, setengah tak percaya. Dia menatap Hayati dengan mata penuh kebencian dan ketakutan. "Kau?!"Hayati, yang sejak tadi diam, kini mengangkat wajahnya. Senyumnya lembut, namun matanya memancarkan keteguhan yang mengintimidasi. "Ya, Isabelle. Aku adalah anak dari istri pertama kakekmu. Dan itu artinya, aku adalah pewaris sah dari seluruh harta kekayaan keluargamu," katanya dengan nada tenang namun penuh kekuatan.Isabelle merasakan tanah di bawah kakinya seakan runtuh. Dia tak pernah menyangka wanita yang selama ini dia pandang sebelah mata adalah orang yang justru memiliki kuasa atas apa yang selama ini dia kejar. "Ini tidak adil! Kau tidak punya hak!" Isabelle mulai kehilangan kontrol."Justru ini sangat adil, Isabelle," Daren
“Puas dengan apa yang aku lakukan?” Daren mempertegas pertanyaan Hayati. Senyum bengis muncul di wajahnya. Ingatan Daren melayang pada kejadian di sebuah hotel mewah yang tidak jauh dari lokasi restaurant. Saat itu Daren meminta Hayati untuk ikut dengannya dan menjalankan rencananya untuk membalas dendam pada Isabelle.Beberapa jam sebelum pertemuan itu, di sebuah kamar hotel mewah, Hayati berdiri di depan jendela besar yang menghadap ke kota. Lampu-lampu kota yang berkelap-kelip seakan mencerminkan kekacauan di dalam hatinya. Dia masih tidak percaya bahwa dia berada di sini, terjebak dalam permainan balas dendam yang direncanakan oleh Daren. Tangannya gemetar saat memegang secangkir kopi yang kini sudah dingin.Daren, yang duduk di sofa dengan sikap santai, menatap Hayati dengan mata tajam. Dia menikmati ketidaknyamanan yang tergambar jelas di wajah Hayati. "Kau tahu, Hayati, ini bukan hanya tentang balas dendamku pada Isabelle. Ini juga tentang kau yang mengambil hakmu," ucapnya den
Hayati mengangguk pelan, matanya penuh dengan keletihan yang tak bisa disembunyikan. "Aku tidak butuh uang itu, Daren. Aku hanya ingin ini semua segera berakhir. Aku... aku kecewa denganmu. Aku pikir selama ini kau baik padaku karena kau tulus. Ternyata aku salah. Sekarang aku percaya bahwa semua pria yang memiliki uang akan melakukan hal-hal di luar nalar."Daren menatapnya dengan tajam, seolah mencoba menilai keseriusan kata-kata Hayati. Ada sedikit semburat luka di dalam hatinya. Hayati benar, dia memang menggunakan Hayati sebagai pion penghancur bagi Isabelle dan Laksmana. Ada rasa bersalah yang perlahan merayapi hati Daren. Namun, dia tidak bisa mundur lagi. Dia sudah sejauh ini untuk menuntaskan dendam yang bertahun membelenggunya.Daren menata hati untuk membuang semua perasaan manusiawi yang dia takutkan. Bagi Daren, dia bukan lagi pria dengan rasa. Dia hanyalah Daren yang sedang terbakar dendam karena Isabelle dan Laksmana. Setelah beberapa saat, dia menghela napas panjang, k