Daren tersenyum sinis. “Ini hanya masalah bisnis yang tidak perlu dibesarkan. Kau tidak terlibat secara langsung di dalamnya.”Hayati menatap Daren dengan campuran amarah dan kekecewaan. “Kamu harus menghentikan semua ini, Daren. Aku tidak bisa terus terlibat dalam kebohonganmu. ”Daren mengangguk pelan. “Aku akan menghentikannya, Hayati. Aku janji.”Hayati berdiri. Entah bagaimana dia merasa kehilangan simpati pada Daren. Namun hal yang mengherankan bahwa setiap menatap mata Daren, dia masih merasakan getaran yang sama. Hayati merasa bodoh karena bahkan setelah tahu permainan Daren, dia masih saja memiliki perasaan yang berbeda pada Daren.“Aku permisi.” Hayati mengangguk sopan pada Daren.“Supirku akan mengantarmu pulang.” Daren bergegas berdiri untuk mengiringi langkah Hayati.Hayati mengangkat tangannya. “Tidak perlu, aku menyetir mobilku sendiri.” Sesaat Hayati diam memikirkan kata-kata yang tepat untuk disampaikan. “Segera akhiri semua ini. Entah siapa yang sebenarnya ingin kau
Daren memandang ke luar jendela, matahari mulai terbenam di cakrawala, memancarkan warna oranye keemasan yang hangat. Dia menghela napas panjang sebelum menjawab Andi.“Malam ini, Isabelle,” jawab Daren dengan tenang.“Isabelle? Kau yakin ini ide yang bagus? Dia sudah cukup menderita dengan semua ini,” Andi berusaha mengingatkan, meskipun dia tahu bahwa tidak ada yang bisa mengubah keputusan Daren.“Ini bukan soal membuatnya menderita, Andi. Ini soal menunjukkan bahwa aku bukan lagi pria yang bisa diabaikan begitu saja. Dia harus tahu bahwa aku sudah berubah,” kata Daren, suaranya penuh ketegasan.Andi mengangguk pelan. “Baiklah, aku akan mengatur semuanya.”Malam harinya, di restoran mewah yang berlokasi di pusat kota, Daren dan Hayati memasuki ruangan utama dengan elegan. Suasana restoran yang mewah dengan hiasan kristal dan lampu redup menciptakan atmosfer yang romantis dan penuh misteri. Daren mengenakan setelan jas hitam yang sempurna, sementara Hayati tampil memukau dalam gaun p
“Apa maksudmu?” Isabelle balas bertanya.Daren tersenyum sinis. “Mulai malam ini, aku ingin kau menjauh dari hidupku. Selamanya.” Nada suara Daren terdengar begiitu tegas.Isabelle menggelengkan kepala perlahan. “Apa-apaan ini, Daren. Aku sudah membantumu untuk menggoyahkan keyakinan Laksmana tentang tender itu. Sebagai gantinya, kau bersedia memberiku kesempatan. Lalu, kenapa tiba-tiba kau berubah pikiran?” Isabelle tampak gusar karena pernyataan Daren.Itu seperti Daren ingin mengusir Isabelle dari hidupnya selamanya. Setelah kehilangan Laksmana, Daren menjadi satu-satunya harapan Isabelle untuk memiliki kehidupan yang baik. Isabelle tidak terbiasa dengan kehidupan yang kekurangan. Dibesarkan dari keluarga banyak harta, Isabelle tidak akan bisa bertahan dengan badai sekecil apa pun.Sementara Daren tampak puas melihat ketakutan di mata Isabelle. Hari yang dia nanti akhirnya tiba. Isabelle adalah orang pertama yang harus disalahkan atas kematian ibunya. Dan malam ini, Daren sudah ber
Daren melemparkan pandangan tajam ke arah Isabelle. Senyum puas masih menghiasi wajahnya. "Hayati," ucapnya perlahan, sambil menoleh ke arah wanita di sampingnya.Isabelle tercekat, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Tidak mungkin...," bisiknya, setengah tak percaya. Dia menatap Hayati dengan mata penuh kebencian dan ketakutan. "Kau?!"Hayati, yang sejak tadi diam, kini mengangkat wajahnya. Senyumnya lembut, namun matanya memancarkan keteguhan yang mengintimidasi. "Ya, Isabelle. Aku adalah anak dari istri pertama kakekmu. Dan itu artinya, aku adalah pewaris sah dari seluruh harta kekayaan keluargamu," katanya dengan nada tenang namun penuh kekuatan.Isabelle merasakan tanah di bawah kakinya seakan runtuh. Dia tak pernah menyangka wanita yang selama ini dia pandang sebelah mata adalah orang yang justru memiliki kuasa atas apa yang selama ini dia kejar. "Ini tidak adil! Kau tidak punya hak!" Isabelle mulai kehilangan kontrol."Justru ini sangat adil, Isabelle," Daren
“Puas dengan apa yang aku lakukan?” Daren mempertegas pertanyaan Hayati. Senyum bengis muncul di wajahnya. Ingatan Daren melayang pada kejadian di sebuah hotel mewah yang tidak jauh dari lokasi restaurant. Saat itu Daren meminta Hayati untuk ikut dengannya dan menjalankan rencananya untuk membalas dendam pada Isabelle.Beberapa jam sebelum pertemuan itu, di sebuah kamar hotel mewah, Hayati berdiri di depan jendela besar yang menghadap ke kota. Lampu-lampu kota yang berkelap-kelip seakan mencerminkan kekacauan di dalam hatinya. Dia masih tidak percaya bahwa dia berada di sini, terjebak dalam permainan balas dendam yang direncanakan oleh Daren. Tangannya gemetar saat memegang secangkir kopi yang kini sudah dingin.Daren, yang duduk di sofa dengan sikap santai, menatap Hayati dengan mata tajam. Dia menikmati ketidaknyamanan yang tergambar jelas di wajah Hayati. "Kau tahu, Hayati, ini bukan hanya tentang balas dendamku pada Isabelle. Ini juga tentang kau yang mengambil hakmu," ucapnya den
Hayati mengangguk pelan, matanya penuh dengan keletihan yang tak bisa disembunyikan. "Aku tidak butuh uang itu, Daren. Aku hanya ingin ini semua segera berakhir. Aku... aku kecewa denganmu. Aku pikir selama ini kau baik padaku karena kau tulus. Ternyata aku salah. Sekarang aku percaya bahwa semua pria yang memiliki uang akan melakukan hal-hal di luar nalar."Daren menatapnya dengan tajam, seolah mencoba menilai keseriusan kata-kata Hayati. Ada sedikit semburat luka di dalam hatinya. Hayati benar, dia memang menggunakan Hayati sebagai pion penghancur bagi Isabelle dan Laksmana. Ada rasa bersalah yang perlahan merayapi hati Daren. Namun, dia tidak bisa mundur lagi. Dia sudah sejauh ini untuk menuntaskan dendam yang bertahun membelenggunya.Daren menata hati untuk membuang semua perasaan manusiawi yang dia takutkan. Bagi Daren, dia bukan lagi pria dengan rasa. Dia hanyalah Daren yang sedang terbakar dendam karena Isabelle dan Laksmana. Setelah beberapa saat, dia menghela napas panjang, k
Andi menarik napas, lalu menatap Hayati dengan tatapan serius. “Apakah kau memiliki perasaan terhadap Daren?”Raut wajah Hayati memperlihatkan kebingungan. Pertanyaan Andi seolah memperjelas apa yang dia sendiri ragu untuk memastikan. “Kenapa kau bertanya seperti itu? Hubunganku dan Daren hanyalah murni hubungan profesional pekerjaan. Aku membantunya untuk membalas dendam pada Isabelle karena dia mengancamku.”“Jadi jawabanmu adalah?” Andi seolah mengabaikan penjelasan panjang Hayati.“Aku... aku tidak memiliki perasaan apa pun pada Daren,” jawab Hayati pada akhirnya.Andi mengangguk tegas tanda mengerti. “Baiklah. Soal perasaan itu urusan kalian. Daren menitipkan pesan, jika kau menginginkan harta kakekmu, kau bisa mengambilnya kapan pun kau mau. Daren tidak akan memberikannya pada orang lain.”Pernyataan Andi membuat Hayati tak urung merenung. Hayati merasa hatinya bergejolak mendengar pernyataan Andi tentang harta kakeknya. Dia sudah mengabaikan masalah itu setelah terjebak dalam i
Anggara terdiam sejenak, menatap Hayati dengan ekspresi bingung. “Kenapa tiba-tiba menanyakan soal kakek dan ibu?” tanyanya sambil duduk di samping Hayati. Anggara bukan tipe orang yang sering membicarakan masa lalu. Baginya, yang terpenting adalah masa kini dan masa depan. Namun, ia tahu bahwa Hayati tidak akan menanyakan hal ini tanpa alasan.Hayati menunduk, memainkan ujung bajunyanya dengan gelisah. Dia tidak yakin apakah haru menceritakan semuanya pada Anggara. Hayati ragu jika Anggara tahu tentang itu. “Aku hanya ingin tahu... Apakah kau pernah mendengar sesuatu tentang masa lalu ibu? Mungkin sesuatu yang tidak pernah kita bicarakan sebelumnya?”Anggara menarik napas dalam, tampak berpikir sejenak sebelum menjawab. “Aku tidak terlalu ingat banyak tentang kakek. Aku masih kecil saat itu, dan seingatku, ibu jarang sekali membicarakan keluarganya. Tapi aku tahu bahwa ibu sangat menyayangi kakek. Mereka memiliki hubungan yang cukup dekat, walau tidak banyak cerita yang ibu bagi tent