"Reiko—“
BUG!
Tak mau mendengarkan ucapan Brigita, tapi saat wanita itu berusaha mengajak bicara, satu pukulan lagi sudah mengenai pelipis wajahnya.
"Sssh, Rei—"
BUG!
"JANGAN SEBUT NAMA ITU, ATAU KAU AKAN SEMAKIN TERSIKSA KARENA AKU AKAN SEMAKIN MARAH PADAMU!"
Karena memang setiap kali Brigita menyebut nama adiknya, Reizo merasa kepedihan di dalam hatinya dan semua kenangan bagaimana adiknya harus mati dan meregang nyawa di hadapannya sendiri dengan cara yang membuat dirinya juga tak tahu bagaimana harus menjelaskan pada ibunya yang sedang sakit, Reizo makin emosi.
Dia tak tahan! Dan tak perlu ditanya bagaimana dia bisa menemukan Brigita. Adalah suatu hal yang mudah untuknya. Ke man
Aku tak sangka dia segila ini! Apa karena aku memukul wanita itu dan wanita itu mati kah makanya dia membalas dendam begini? Dia juga membunuh Ibuku? Lalu Mungkin dia mengambil pil atau sesuatu di mayat ibuku yang membuat luka-lukanya jadi sembuh? tapi dia Jadi sekasar ini padaku apa yang sudah terjadi padanya? Pasti begitu, kan?Tak ada sama sekali Brigita berpikir kalau orang di hadapannya itu bukanlah Reiko. Dia menjadi sesuatu yang masuk akal saja karena memang cara berpikirnya tidak seperti cara berpikir Alina.Brigita tidak dididik seperti cara Alina dididik oleh suaminya. Brigita masih konvensional dan kalaupun dia licik dan jahat seperti kedua orang tuanya, itu semua tidak disertai dengan kemampuan yang dimiliki Alina ataupun Jeff Graham.Yang ada, sekarang dia menahan sakit itu. Rasanya sudah hampir mati. Ingin dia mengambil pi
Oh, tidak. Kenapa dia sekejam ini padaku?Brigita belum mendapatkan jawaban apapun tapi memang sesuatu sudah ditancapkan oleh Reizo masuk ke dalam sana.Bagian yang selalu mengharapkan ada yang panjang masuk ke dalam sana tapi saat ini yang panjang itu bukan benda tumpul tapi tajam. Saat benda itu masuk, seperti menyayat bagian intinya. Membuat luka, apalagi digerakkan keluar-masuk. Hingga tubuh Brigita pun bergelinjang."Enak, ya?"Senyum seorang yang bertanya itu tampak tidak bersalah. Dan memang, semua yang dilakukan oleh Reizo seakan-akan menunjukkan kalau dia melakukan itu tidak bersalah."Memang aku tahu, yang seperti ini enak dan banyak wanita yang menginginkannya."Lihatlah, dia bahkan berpura-pura bodoh seakan-akan mem
"Maaf ya, kalau temanku tadi itu banyak bicara."Sesaat setelah Alan meninggalkan ruangan itu dokter Juna berjalan mendekat pada Aida dan dia bicara sambil menarik kursi untuk duduk di samping tempat tidur Aida."Tidak masalah, Mas! Oh, aku harus panggil apa, ya? Kalau secara silsilah keluarga, Anda kan masku, ya?""Iya, tapi kamu bisa memanggilku Mas Dewa! Dokter Juna juga nggak papa kok! Lebih enak panggil yang mana?""Mas Dewa? Hihihi harusnya aku panggil Bli Dewa! Baru masuk akal! Kayak orang Bali.""Hehehe." Ada tawa Aida yang ditimpali oleh Dokter Juna dengan tawanya juga."Tapi sebenarnya kamu ini super, ya! Lagi sedih juga masih bisa bikin orang ketawa!""Ya sedih, tapi kan ndak harus bikin orang di sekitar saya juga harus cemberut. Memang ada sedih sih, tapi mudah-mudahan saja ini memang yang terbaik untuk Mas Reiko! Karena kita kan nggak tahu mungkin saja kalau dia masih hidup di sini, itu buruk untuknya. Tapi kalau dia meninggal, itu baik untuknya, karena sudah menyelesaika
"Aku bisa kok, kembali sekarang!""Eh, belum bisa, lah. Kalau kau kembali sekarang, gimana caranya? Kemarin kau baru operasi! Luka di dadamu itu kan sampai sekarang juga kau masih belum boleh duduk, harus tiduran selama satu kali 24 jam, kan?"Alan memastikan sambil menatap Dokter Juna yang mengangguk."Proseduralnya seperti itu.”"Lalu ada cheating-nya?""Hmm." Senyum lagi Dokter juna."Aku mau pakai cara yang itu. Bagaimana supaya kondisiku lebih baik?"Aida bicara dengan tubuhnya yang terlihat lemah dan mukanya memang masih terlihat pucat. Tapi memang dia tidak mau begini-begini terus."Aku juga masih banyak urusan di sana. Dan aku tidak akan pernah bisa tenang kalau urusannya Mas Reiko belum beres.”"Aku paham!" Tatapan Dokter Juna mengarah pada Alan dengan senyum di bibirnya."Harus tanya Rafael dulu, boleh atau tidak. Aku tidak bisa pakai kalau dia tidak izinkan!"[Kau tahu kalau Dokter Juna meminta, maka bisa kau berikan kapan pun tak perlu alasan saja.][Rafael kau ini—][Alan
"Apa rasanya sekarang sudah baikan?""Sekarang sudah lebih baik. Aku rasa, aku bisa bernapas sedikit lega.""Wow, reaksi tubuh bagus juga. Biasanya itu bisa sampai setengah jam sakitnya.""Alhamdulillah, aku nggak disiksa setengah jam. Hanya disiksa lima menit, hehe.""Hehe, lucu juga kau masih bisa bercanda padaku," protes Alan kemudian, karena memang Aida berusaha untuk tidak menunjukkan sisi lemahnya."Loh kok ini udah nggak sakit, ya?" Aida mencoba memegang bagian bekas operasinya di sebelah kiri bagian tubuhnya.“Kalau perban itu dibuka, nanti kamu bisa melihat kalau jahitannya sudah tertutup dan tidak ada masalah lagi. Kalau ada masalah, bisa hubungin aku. Telepon saja! Aku akan datang bertemu denganmu.”"Oh iya, Dokter Juna!" Aida mengerti dan sekarang Dokter Juna sendiri yang berusaha melepaskan infusan di tangan Aida."Kamu sekarang sudah bisa duduk. Oh iya, satu lagi." Mata pria itu menatapnya. "Kalau bisa, kamu jangan terlalu jauh ya, dari Reizo. Karena Alexander sudah meng
"Kau harus berpegangan denganku!""Itu aturannya?"Sesaat sebelum mereka berpindah dari London ke Indonesia, Reizo mencoba menjelaskan pada Aida peraturan teleportasi menggunakan jaket buatan Alan."Subhanallah! Kalau ada yang seperti ini, nggak harus capek-capek di jalan, ya." Aida berkomentar sambil dia melepaskan tangannya yang tadi berpegangan pada lengan saudara kembar suaminya."Beritahu aku kebiasaan Reiko." Tapi Reizo memang tidak ada niat untuk mengomentari celetukan Aida barusan. Dia bukan orang yang suka berbasa-basi."Mas Reiko itu sangat ramah. Dia selalu tersenyum.""Senyum, cih! Hanya orang bodoh saja yang tersenyum pada setiap orang.""The smiling jenderal! The smiling people of Asia Indonesia the smiling country dan tidak ada yang lebih indah daripada melihat wajah yang mulia Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang selalu ramah tersenyum. Begitu manis dan selalu diimpikan oleh setiap orang. Melihat senyuman adalah obat bagi jiwa."Dan Aida kembali tersenyum mem
Sudah kuduga! Lemas hati Aidah mendengarnya. Dan bisa saja sih, dia tidak peduli dengan pekerjaan Reiko yang satu itu karena suaminya juga tidak akan memaksa dan memintanya untuk menyelesaikannya."Ya sudah!" Aida lalu mengambil satu laptop lagi yang ada di laci Reiko."Kau mau apa?”"Semua catatan pekerjaannya Mas Reiko itu ada di laptop yang ini juga. Aku cuma mau mengerjakan desain ini aja. Kalau yang lainnya, kamu bisa pelajari ini semuanya. Nanti kalau nggak paham bisa tanya aja. Nanti aku bantu jawab dan kalau aku emang bener-bener nggak bisa jawab, besok kita bisa ketemu sama Seno supaya bisa dijelaskan."Aida tak buang waktu, karena sebentar lagi juga sudah masuk pagi hari dan pekerjaan itu belum selesai.Untung saja aku sudah tidur lama! Hanya bisikan itu saja yang ada dalam hati Aida dan dia berusaha menyelesaikannya.Tidak mudah, tapi itu juga tidak sulit! Dia hanya perlu melakukan seperti yang diajarkan oleh Reiko dan fokus. Aida berusaha menepis semua rasa sakitnya, sampa
"Ini. Bawa tempat makan ini! Dan ini untuk bakal makan siangmu, lalu yang atas ini bekal makan pagimu.""Kau selalu membuat ini?""Biasanya aku makan sama Mas Reiko bareng sebelum berangkat kerja, tapi tadi nggak sempet aku bikin makanan. Maaf, ya, bisa makan nanti di jalan."Reizo tak menimpali ucapan Aida dan juga tidak membalas senyum wanita yang kini sudah berjalan lebih dulu menuju ke arah pintu luar. Saat masak tadi, Aida memang membuka cadarnya karena dia agak keribetan. Tapi saat mau keluar, dia sudah memakainya lagi seperti biasa."Nanti mobilnya Mas Reiko ditaruh di tempat VIP!”"Kau bareng saja denganku!""Eh, tidak bisa. Kalau aku bareng nanti, kalau ada yang ngeliatin misalkan kayak Deni itu, bisa-bisa dia tahu kalau kita sudah baikan dan ini bahay. Apalagi aku tidak tahu hubungan dia dengan Brigita itu apa.""Wanita itu sudah mati!"Tanpa menatap Aida, lagi-lagi saudara kembar Reiko merespon."Ya. Iya memang sudah mati, aku juga tahu. Tapi kita kan tetap harus membuat di
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku