Seblak? Ya Allah, Mas. Jadi sebelum kepergianmu itu, kemarin kamu membawa pulang seblak untukku? Seperti keinginanku makan seblak? Tadi kamu beli dua bungkus maksudnya kita makan bareng gitu, kan?Tak ada kata yang terucap, tapi mata Aida terasa panas. Cuma rasa di dalam hati Aida itu campur aduk.Ada senang karena Aida tahu apa yang dilakukan oleh suaminya kemarin dan ini menyejukkan hatinya. Memberinya rasa bahagia, karena keinginan makanan yang sama dirasakan juga oleh suaminya. Tapi ada rasa sedih juga karena dia tidak bisa melihat suaminya lagi. Makanan itu juga tidak bisa dimakan oleh mereka berdua dengan harapan yang mungkin terbaik yang di dalam benak Reiko. Sehingga lelehan air mata itu kembali terurai."Mbak Aida, loh, loh, kok malah nangis, toh?""Mas Reiko."Tak tahan karena rasa campur aduk itulah membuatnya lagi dan lagi menitikkan air mata. Cuma, saat ini Aida bersama dengan orang-orang yang tidak tahu alasan kenapa dia menangis. Aida lebih merasa lega karena di sini ad
"Aku—""Ternyata benar, kalau orang kaya itu picik. Aku nggak tahu ada hubungan apa dan masalah apa kamu dengan suamimu, tapi yang pasti, berita di internet dan di media menunjukkan kalau kamu ini dulu dalam kondisi sulit saat bergabung lagi dengan kami. Tapi setelah kamu kembali lagi dengan suamimu, maka kau bersikap sangat buruk sekali pada temanmu. Kau kejam, Aida!”Aida tahu ini. Dia juga tidak bermaksud begini. Dia maksudnya mau membawa uang tidak dalam jumlah uang yang jumlahnya pas. Tapi lagi-lagi dia sudah ditegur begitu oleh sahabat Didi yang membuat hatinya mencelos. Aida tidak bisa berkata-kata."Kalau bukan karena istriku yang memberikan saran pada kalian untuk menjalankan ide Didi membuat terarium ini saat zaman tugas kuliah, maka kalian tidak akan melakukannya. Kalian mentok. Dan tidak akan ada perusahaan ini yang bisa membuat kalian berpenghasilan besar."Tapi bukan Aida yang bicara. Orang yang ada di dekat pintu itulah yang baru saja membuka pintu menyeletuk begini, me
"Tenang saja, aku keluar dari sini memang bukan karena kau. Aku memang sudah memutuskan untuk keluar dan meninggalkan bisnis ini."Didi tak mau bicara lagi dengan Aida dan itu kata-kata terakhirnya sebelum dia memang meninggalkan pintu itu yang membuat Aida meringis dalam hatinya antara merasa bersalah dengan perasaan tak enak yang makin bercampur baur."Ayo, pergi dari sini!""Eh, aku akan pergi bersama dengan Inggrid. Ada urusan masalah wisudaku yang belum kuselesaikan.""Tapi sebentar lagi ada rapat dengan BIA. Bukannya kau harus hadir ke sana?"Kenapa Mbak Aida ngomongnya sama Mas Reiko nggak sopan, ya? Pakai aku-kau? Kenapa mereka lagi berantem?Tapi ini hanya dugaan Inggrid saja karena dia tidak tahu apa yang terjadi dengan Aida dan orang yang dituduhnya adalah suami Aida."Oh. Iya, benar.” Aida lemas dan terpaksa dia menatap Inggrid."Aku berangkat duluan, ya.”"Eh, iya. Aku juga mau ke kampus. Yuk, berbarengan!"Keduanya pun keluar tapi di sini Inggrid jadi bingung."Mobilnya
"Iya, aku tahu kalau kekayaanmu itu lebih banyak daripada Mas Reiko. Tapi bukan berarti kau tidak punya rasa kemanusiaan juga. Kau punya alat-alat hebat dan mungkin saja saat kau tahu siapa pembunuh dari istrinya Richard. Kau bisa menyelesaikan masalahmu juga, karena orang itu pasti orang yang hebat juga karena dia bisa menghilang dalam waktu yang cepat.""Dari mana kau tahu kalau aku punya uang lebih banyak daripada Reiko?"Tapi ini yang lebih menarik lagi bagi Reizo. Dia tidak pernah mengatakan pada Aida seberapa banyak uang yang dia punya, tapi Aida bisa menebak begitu. Makanya dia jadi penasaran."Nanti kujelaskan. Kita turun dulu, udah sampai." Aida mengeluarkan uang dari dalam dompetnya sebelum orang yang ada di sisi Aida keluar dari sisi mobil satunya."Aku tidak suka membuat pikiranku penuh dengan pertanyaan." Sebuah pernyataan yang tidak paham maksudnya."Pertama, jumlah uang yang Mas Reiko punya, dia sudah tunjukkan padaku berapa. Mas Reiko tidak punya uang sebanyak itu. Dan
Sial kau, Alan!Reizo sudah membuka jaketnya dan dia kini menyimpannya di tempat penyimpanan khusus untuk jaket itu sambil dia mengumpat Alan. Tentu saja temannya itu tidak akan bisa mendengarnya, karena yang dia katakan ini di saat dia sudah tidak mengenakan jaket tersebut.Reizo memang sedang tidak ingin berkomunikasi dengan siapa pun dan sekarang dia ada di dalam mobil Reiko,mengendarai mobil itu menuju ke arah kantor Reiko.Dan sebenarnya jaket itu bisa dihilangkan dan tidak dilihat oleh orang lain kalau sedang dipakai. Seperti teman-teman Aida yang hanya melihat Reizo hanya mengenakan jas saja padahal ada jaket di luarnya.Dia membuat jaket itu transparan, tapi ini hanya dalam kondisi siaga dilakukannya kalau memang dia tidak bisa membuka jaketnya dan sedang dalam masa penyamaran.Reizo: Ada apa kau menelponku, Deni?Dan saat Reizo sedang mengemudi memang telepon Reiko yang tersambung ke mobil tersebut memberikan isyarat ada telepon masuk. Makanya segera diangkat olehnya.Deni: P
"Sial! Kau hidup benar-benar seperti robot dan tidak bisa menikmati waktumu sedikit?"Selepas menutup telepon Deni, Reizo mengomel sendiri."Pekerjaan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain. Ditambah lagi, sekarang aku harus bertemu lagi dengan Richard Gerald Peterson. Kapan selesainya urusanku? Sssh ... dan bagaimana dia sebenarnya?"Sebetulnya Reizo hidupnya juga sangat sibuk. Dia banyak mengurus pekerjaan yang diberikan oleh Ayah sambungnya.Tapi dia masih punya waktu untuk menikmati hobinya, melakukan semua yang dia inginkan dan ini yang dia tidak lihat dari Reiko yang terlalu banyak menghabiskan waktunya hanya untuk memenuhi semua job desk dalam hidupnya.Makanya, dia tidak mengerti apa yang dikejar oleh Reiko.Apa hiburanmu satu-satunya hanya bersama dengan istrimu, kah? Atau menikmati tubuh Brigita?Reizo mengeluh sendiri saat mobilnya semakin dekat dengan tempat yang dijanjikannya untuk bertemu dengan Richard. Dia juga sudah memakai lagi jaketnya, tapi dalam mode jaket yang tidak
"Kalaupun aku memberitahumu, itu hanya akan membuang waktuku.""Reiko, apa maksudmu? Apa yang tidak kutahu? Kurasa tidak mungkin kalau aku tidak bisa membantumu." Richard tak paham. Orang yang ada di hadapannya ini sudah terlalu jauh dari estimasinya. Sangat berbeda. "Apa yang terjadi sampai membuatmu berubah, Reiko? Dan bagaimana kondisi Aida? Dia baik-baik saja?""Apa tidak ada lagi yang bisa kau pikirkan selain mengurusi istri orang dan mengkhawatirkannya?""Ehm—"Pandangan mata itu terlalu dingin dan Richard sampai tak bisa berkata-kata melihat Reiko yang baru saja meresponnya begitu."Maaf, jika aku menyinggungmu. Aku hanya merasa khawatir saja pada istrimu, terlebih kau tadi menceritakan kalau dia ditusuk, kan, oleh Brigita?""Kau uruslah hidupmu sendiri dan tidak perlu lagi memikirkan tentang keluargaku!"Itulah kata-kata yang didengar Richard sebelum pandangannya hanya bisa menatap punggung Reizo yang kini berjalan menjauh dan menghilang setelah pintu ditutup."Excel, kau piki
"Barnett Michelle Carver!"[Aku mendengar obrolan kalian!]Tuan Wright?Sesaat ketika Reizo sudah masuk ke dalam mobil dan dia menyebut ulang nama seseorang yang memang ingin difokuskannya, tiba-tiba dia mendengar suara Rafael Wright. Kaget dirinya!Biasanya Rafael tidak pernah bicara menimpalinya begini. Dan lebih sering Alan yang melakukannya. Ke mana sahabat rasa musuhnya itu sampai sekarang Rafael sendiri yang turun tangan?[Aku juga suka dengan gayamu tidak mau bekerja sama dengan pecundang yang sok kaya itu. Dia merasa sok hebat,padahal belum tentu dia yang paling kaya di dunia ini.][Ehm.]Reizo tidak bisa berkomentar apa pun dan pikirannya juga dikosongkan olehnya, karena dia tidak mau mengumpat apapun di dalam hatinya, apalagi saat Rafael sudah menunjukkan ketidaksukaannya pada Richard.[Cih, Rafael! Kau tidak menyukainya karena predikatnya orang kaya nomor satu di dunia, kah? Laporkan kekayaanmu jika kau ingin masuk ke dalam rekor tersebut!][Jo, apa aku minta kau berkomenta
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku