"Eh, tapi Mas--"
"Udah, ga usah tapi tapi. Yuk masuk, habis itu kita tidur, kamu harus istirahat. Gak usah mikirin packing. Biar aku yang urus semuanya."
Maunya, Aida bertanya lebih banyak lagi.
"Kalau kita pulang besok, sudah pas hitungannya, Ai. Hari Minggu kita sampai lalu kamu bisa istirahat dulu sebelum kuliah nanti Senin. Kamu juga masih banyak tugas kan yang harus dikerjakan?"
Tapi suaminya sudah mengingatkan Aida tentang kuliahnya sambil merangkul wanita itu berjalan menuju ke kamar hotelnya.
Yah, kalau sudah diingatkan dengan kewajibannya yang satu itu tentu saja Aida memang tidak mau berlama-lama di luar negeri.
Meski dia belum mengeksplore tempat yang didatanginya itu, tapi memang pulang adalah yang terbaik. Dia tak bisa meng
Masalah, jelas!Aida inginnya berpikir tentang sebuah rumah yang baru. Tapi suaminya sudah bekerja keras untuk menyiapkan semua perubahan di apartemen itu.Mungkin memang apartemen ini ada sejarahnya sendiri untuk Mas Reiko. Dan ada benda-benda yang riskan kalau dipindahkan terus-terusan!Tapi Aida berpikir ulang.Bukankah artinya dia tidak menghargai jerih payah suaminya jika dia masih tetap menuntut sesuatu yang sulit pada Reiko?"Hihihi, makasih ya Mas."Senyum di bibir Aida menandakan kelegaan bahwa dia memang terlihat tidak masalah mereka tetap tinggal di sana.Reiko senang, itu yang membuat dirinya mendekat pada Aida dan memeluk istrinya erat-erat.
"Buka dong, Ai!" bujuk Reiko tak mau memberitahukan isinya.Jadi saja Aida melangkah mengambil sesuatu di meja makan itu."Mas ini--"Aida tak bisa berkata-kata ketika membukanya."Ya, itu buka. Kamu liat dalemnya, nama di dalemnya Ai!" pinta Reiko lagi, memaksa.Tangan Aida bahkan sampai bergetar membaca perlahan isi yang ada di sana.“Mas, ini kenapa pakai namaku?"“Ini milikmu, Ai. Unit apartemen ini milikmu. Dan kamu gak usah takut, aku gak ngambil warisan, Aku kerja dan ini bayaranku dari papaku. Aku kerja udah setengah tahunan bayaranku ini.""Mas Reiko, tapi kenapa namaku?""Ya karena kamu istriku, Ai. Memang
"Oh, ndak apa-apa Mas. Kan Mas Reiko pasti tahu yang terbaik. Aku sih setuju saja. Semoga saja memang berkah uangnya untuk modal.""Ai, kamu serius? Kamu nggak akan marah kalau hasil dari project MTC aku nggak akan dapat sepeserpun karena aku harus ngegantiin dan balikin uang kakek termasuk kasih profitnya juga? Mungkin nombok kayanya karena aku mesti gantiin khasnya BIA buat keuntungan BIA dari deviden project di timur tengah.""Iya Mas, gapapa. Di atur aja, aku ngikut.""Kamu, serius kan Ai?"Memang apa yang Reiko harapkan? Aida melarangnya?"Iya, Mas Reiko. Udah ndak usah banyak pikiran aneh-aneh. Insya Alloh aku Ridho. Kalau itu menurut Mas Reiko lebih baik ya sudah lakukan saja. Aku pasti akan dukung kok."Mungkin, han
Bukannya aku ya yang harusnya marah soalnya dia udah ngasih uang ke pacarnya? Harusnya aku bilang aja kalau aku marah. Aku bilang aku kesel sama dia. Dengan begitu aku bisa jadiin ini tuh sebagai tameng supaya aku bisa minta dia ngasih aku anak kalau dia emang beneran cinta padaku. Tapi kalau aku bilang gitu ke dia apa mungkin dia akan berpikir kalau aku hanya menjadikan anak jadi tameng juga? Soalnya kayaknya dia punya masalah sama ibunya dulu, luka batin cuma dilahirin tapi gak di urus kali ya? Aida menduga-duga.Eh, tapi dia nggak bisa nyalahin aku dong. Akukan gak kaya ibunya. Gimana sih? Kok aku yang malah dimarahin dan dia pergi gitu aja, ga memeluk dan mengecupku dulu malah nyuruh aku mikir. Dah gitu, dia juga nggak hubungin aku padahal aku udah kasih nomor teleponku padanya kan. Masa iya aku harus ngubungin dia duluan? lagian dia lagi ngambek sama aku kan tadi malem sebelum berangkat dan bikin aku
"Jadi kamu setuju?"Tanya yang membuat Didi berdiri dan menatap mereka semua yang merupakan anggota kelompoknya."Kalau mereka setuju, aku dukung dan kita lihat gimana progresnya. Nanti kasih tahu aja tugasku apa dan aku harus ngebantu apa!"Dia menguji ideku bukan? Dia pikir aku nggak akan berhasil dengan ide itu? Atau ideku terlalu buruk? Berarti aku harus membuktikan padanya kalau saranku tadi itu bagus bukan?Aida kesal di dalam hatinya ketika Didi keluar begitu saja ngeloyor pergi dari ruangan kuliahnya setelah dosen juga keluar tanpa peduli dengan kelanjutan diskusi grupnya.Ini membuat Aida kesal dan ingin sekali membuktikan kalau semua rencana yang dibuatnya tadi itu akan membuahkan hasil untuk timnya dan mereka sukses.
"Aku udah mikirin satu ide tapi memang aku nggak bisa jamin kalau kita bisa dapat banyak uang dari ide yang sudah kubuat!"Yah, siapa memang yang bisa menjanjikan sebuah keuntungan?Namanya bisnis dan dagang apapun itu baik berupa barang dan jasa memang mereka tidak bisa menentukan berapa hasil yang mereka dapatkan."Ya, mungkin kita bisa coba lakukan dulu kalau kamu udah cerita apa idemu?""Hmm. Aku memberikan penekanan di awal seperti tadi karena aku nggak mau kalian berekspektasi lebih dan berpikir kalau apa yang aku tawarkan ini bisa bikin kita kaya mendadak."Sebuah jawaban yang membuat mereka semua melepaskan senyum dan tawa kecil. Membuat pembicaraan ini tak lagi menegang seperti tadi."Ya udah cerita dulu aja Didi." sampai salah
"Iyalah. Kurasa sih konsepnya seru, Didi. Dan kita mungkin bisa coba jual ke anak mahasiswa di sini? Apalagi ke cewek-cewek, pasti suka kalo ada bunny lucu kaya gini, Dan bukan cuma di marketplace. maksudku supaya kita nggak akan ngerebut pasar marketplacemu. Kita coba jual perorangan di kampus. Kita kasih contoh-contohnya, terus kalau mereka tertarik mereka juga bisa beli. Ya dari mulut ke mulut kayak gitu sih."Bukan Aida yang menjawab! Salah seorang dari teman di kelompoknya yang bercicit tanpa henti."Iya setuju!" Salah seorang dari mereka juga menimpali lagi. Kalau kamu mau ya kamu bisa deh kasih harga ke kita berapa harga terrariumnya terus nanti kita jadi resellernya kamu, Di!"Mereka tahu kalau itu adalah usaha Didi. Mereka juga punya perasaan dan mereka tidak mau mengambil itu dengan gratis.Apalagi
"Oke kalau gitu, kita fokus ke marketingnya."Tapi meski pikirannya bermacam-macam tentang Aida, Didi sudah kembali fokus dan memang dia tidak mau sampai nilainya bermasalah. Dia harus mendapatkan nilai terbaik dan itulah taretnya di kuliah.Didi punya impian menjadi yang terbaik dan membuktikan kalau dia bisa hidup mandiri tanpa bantuan dari keluarga kakak iparnya. Itulah adalah harapan Didi.Dan apakah rencananya untuk program kerja kelompok ini berhasil?"Liat, mereka tuh pada suka dan orderannya sebanyak ini. Gimana cara kita ngerjainnya?""Kebayang gak sih? Ini baru hari ketiga loh. Kemarin tuh hari pertama penjualan kita udah nyampe tiga puluh dua, hari kedua, online ada lima, offline yang pengen ada lima puluhan dan hari ketiga ni, sembilan puluh orderan termasuk ya
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku