"Buka dong, Ai!" bujuk Reiko tak mau memberitahukan isinya.
Jadi saja Aida melangkah mengambil sesuatu di meja makan itu.
"Mas ini--"
Aida tak bisa berkata-kata ketika membukanya.
"Ya, itu buka. Kamu liat dalemnya, nama di dalemnya Ai!" pinta Reiko lagi, memaksa.
Tangan Aida bahkan sampai bergetar membaca perlahan isi yang ada di sana.
“Mas, ini kenapa pakai namaku?"
“Ini milikmu, Ai. Unit apartemen ini milikmu. Dan kamu gak usah takut, aku gak ngambil warisan, Aku kerja dan ini bayaranku dari papaku. Aku kerja udah setengah tahunan bayaranku ini."
"Mas Reiko, tapi kenapa namaku?"
"Ya karena kamu istriku, Ai. Memang
"Oh, ndak apa-apa Mas. Kan Mas Reiko pasti tahu yang terbaik. Aku sih setuju saja. Semoga saja memang berkah uangnya untuk modal.""Ai, kamu serius? Kamu nggak akan marah kalau hasil dari project MTC aku nggak akan dapat sepeserpun karena aku harus ngegantiin dan balikin uang kakek termasuk kasih profitnya juga? Mungkin nombok kayanya karena aku mesti gantiin khasnya BIA buat keuntungan BIA dari deviden project di timur tengah.""Iya Mas, gapapa. Di atur aja, aku ngikut.""Kamu, serius kan Ai?"Memang apa yang Reiko harapkan? Aida melarangnya?"Iya, Mas Reiko. Udah ndak usah banyak pikiran aneh-aneh. Insya Alloh aku Ridho. Kalau itu menurut Mas Reiko lebih baik ya sudah lakukan saja. Aku pasti akan dukung kok."Mungkin, han
Bukannya aku ya yang harusnya marah soalnya dia udah ngasih uang ke pacarnya? Harusnya aku bilang aja kalau aku marah. Aku bilang aku kesel sama dia. Dengan begitu aku bisa jadiin ini tuh sebagai tameng supaya aku bisa minta dia ngasih aku anak kalau dia emang beneran cinta padaku. Tapi kalau aku bilang gitu ke dia apa mungkin dia akan berpikir kalau aku hanya menjadikan anak jadi tameng juga? Soalnya kayaknya dia punya masalah sama ibunya dulu, luka batin cuma dilahirin tapi gak di urus kali ya? Aida menduga-duga.Eh, tapi dia nggak bisa nyalahin aku dong. Akukan gak kaya ibunya. Gimana sih? Kok aku yang malah dimarahin dan dia pergi gitu aja, ga memeluk dan mengecupku dulu malah nyuruh aku mikir. Dah gitu, dia juga nggak hubungin aku padahal aku udah kasih nomor teleponku padanya kan. Masa iya aku harus ngubungin dia duluan? lagian dia lagi ngambek sama aku kan tadi malem sebelum berangkat dan bikin aku
"Jadi kamu setuju?"Tanya yang membuat Didi berdiri dan menatap mereka semua yang merupakan anggota kelompoknya."Kalau mereka setuju, aku dukung dan kita lihat gimana progresnya. Nanti kasih tahu aja tugasku apa dan aku harus ngebantu apa!"Dia menguji ideku bukan? Dia pikir aku nggak akan berhasil dengan ide itu? Atau ideku terlalu buruk? Berarti aku harus membuktikan padanya kalau saranku tadi itu bagus bukan?Aida kesal di dalam hatinya ketika Didi keluar begitu saja ngeloyor pergi dari ruangan kuliahnya setelah dosen juga keluar tanpa peduli dengan kelanjutan diskusi grupnya.Ini membuat Aida kesal dan ingin sekali membuktikan kalau semua rencana yang dibuatnya tadi itu akan membuahkan hasil untuk timnya dan mereka sukses.
"Aku udah mikirin satu ide tapi memang aku nggak bisa jamin kalau kita bisa dapat banyak uang dari ide yang sudah kubuat!"Yah, siapa memang yang bisa menjanjikan sebuah keuntungan?Namanya bisnis dan dagang apapun itu baik berupa barang dan jasa memang mereka tidak bisa menentukan berapa hasil yang mereka dapatkan."Ya, mungkin kita bisa coba lakukan dulu kalau kamu udah cerita apa idemu?""Hmm. Aku memberikan penekanan di awal seperti tadi karena aku nggak mau kalian berekspektasi lebih dan berpikir kalau apa yang aku tawarkan ini bisa bikin kita kaya mendadak."Sebuah jawaban yang membuat mereka semua melepaskan senyum dan tawa kecil. Membuat pembicaraan ini tak lagi menegang seperti tadi."Ya udah cerita dulu aja Didi." sampai salah
"Iyalah. Kurasa sih konsepnya seru, Didi. Dan kita mungkin bisa coba jual ke anak mahasiswa di sini? Apalagi ke cewek-cewek, pasti suka kalo ada bunny lucu kaya gini, Dan bukan cuma di marketplace. maksudku supaya kita nggak akan ngerebut pasar marketplacemu. Kita coba jual perorangan di kampus. Kita kasih contoh-contohnya, terus kalau mereka tertarik mereka juga bisa beli. Ya dari mulut ke mulut kayak gitu sih."Bukan Aida yang menjawab! Salah seorang dari teman di kelompoknya yang bercicit tanpa henti."Iya setuju!" Salah seorang dari mereka juga menimpali lagi. Kalau kamu mau ya kamu bisa deh kasih harga ke kita berapa harga terrariumnya terus nanti kita jadi resellernya kamu, Di!"Mereka tahu kalau itu adalah usaha Didi. Mereka juga punya perasaan dan mereka tidak mau mengambil itu dengan gratis.Apalagi
"Oke kalau gitu, kita fokus ke marketingnya."Tapi meski pikirannya bermacam-macam tentang Aida, Didi sudah kembali fokus dan memang dia tidak mau sampai nilainya bermasalah. Dia harus mendapatkan nilai terbaik dan itulah taretnya di kuliah.Didi punya impian menjadi yang terbaik dan membuktikan kalau dia bisa hidup mandiri tanpa bantuan dari keluarga kakak iparnya. Itulah adalah harapan Didi.Dan apakah rencananya untuk program kerja kelompok ini berhasil?"Liat, mereka tuh pada suka dan orderannya sebanyak ini. Gimana cara kita ngerjainnya?""Kebayang gak sih? Ini baru hari ketiga loh. Kemarin tuh hari pertama penjualan kita udah nyampe tiga puluh dua, hari kedua, online ada lima, offline yang pengen ada lima puluhan dan hari ketiga ni, sembilan puluh orderan termasuk ya
"Itu--""Gak asing kan foto dua orang ini?"Didi tak perlu menyindir pun, Aida sudah melihat sesuatu yang ada di sana dan sedikit kaget serta bergetar hatinya."Ini foto suamimu yang kamu rebut dari cewek disebelahnya, kan?" sindir Didi yang tak bisa Aida jawab dan sebelum Aida bisa memikirkan apa yang harus dikatakannya..."Pasti kamu nggak tahu kan kalau dia deket lagi sama istrinya yang dulu dan ini baru kejadian tadi pagi loh. Oh, atau emang selaku wanita simpanan kamu udah tau?""Hm, pertama, itu bukan urusanmu, orang yang pandai berspekulasi lebih dulu padahal dia tidak tahu kenyataan yang sebenarnya itu seperti apa. Dan seharusnya kamu tidak perlu cerita berlebihan padaku atau menunjukkan itu padaku karena itu bukan urusanmu." Aida mulai menjawab.
Fuuuh, berpura-pura semua baik-baik saja dan tidak ada masalah selama beberapa jam itu melelahkan ya.Saat keluar dari ruangan tempat Aida membuat terrarium hatinya sebenarnya sudah tak tahan lagi Dan hampir saja dia menangis dalam ruangan itu tadi.Tapi aku tidak mungkin kan bicara padanya kalau hatiku kenapa-napa? Dia bukan orang untuk tempat curhat. Lagian dia akan lebih senang dan mungkin akan tersenyum bahagia melihat kehancuranku. Tapi ini juga bukan urusannya sih. Ini adalah rumah tanggaku dengan Mas Reiko!Dan siapa sih itu yang tidak kesal melihat laki-laki yang dicintainya dan sudah berstatus sebagai suaminya bersama dengan seorang wanita lain yang dia juga tidak tahu siapa wanita itu. Dan bukankah suaminya sedang ada di Abu Dhabi?Biasanya Mas Reiko pulang, memang sebulan sih