"Raditya!"
Entahlah! Bagaimana Bambang ingin mengutarakan kemarahan pada putranya yang asal bicara dan tak dipikir lagi.
"Saya rasa Anda juga punya anak kembar! Tak sebaiknya Anda membandingkan begitu tentang anak kembar orang lain! Karena setiap anak itu punya kelebihannya masing-masing! Mungkin Anda melihatnya itu adalah kekurangannya, tapi memang itu adalah kelebihannya juga! Saya yakin itu!"
"Kau yakin, aku tidak. Dan anak kembarku, lain urusannya. Dua-dua anakku yang kemar identik, Riri dan Rere itu bisa berpikir se-frekuensi. Mereka saling mendukung tidak saling menjatuhkan. Dan kau tahu apa yang dikatakan Reizo tentang Reiko? Kurasa aku sangat setuju sekali. Memang adik kembarnya itu bodoh."
Kurang ajar! Jadi dia bertemu dengan Raditya di belakangku dan dia menghina Mas Reiko bodoh? Awas dia ya!
"Jangan asal bicara, kau!" Jelas saja Raditya kepanasan. Dia itu sangat mencintai istrinya dan membayangkan kalau istrinya bersama dengan laki-laki lain, apalagi orang yang disebutkan oleh Aida tadi rasanya dia ingin membunuh Aida saja yang sudah bicara sembarangan itu."Aw."Sayang, Radit yang sudah berdiri dan tadi ingin sedikit memberikan pelajaran karena ucapan Aida. Bahkan dia tidak memikirkan tentang Aida yang sedang mengandung, merasakan sesuatu yang mengenai kepalanya."Sandi, apa yang kau lemparkan pada kepalaku?" omel Radit, karena hanya Sandi yang berdiri di belakangnya."Saya? Hmm ... saya tidak lempar apa-apa, Tuan."Tapi Radit merasakan betul kalau ada sesuatu yang seperti mengenai kepala belakangnya."Raditya. Kita ke sini bukan untuk berantem! Kau duduk dulu!" Dan kesempatan ini digunakan oleh Bambang untuk membuat anaknya sedikit berpikir jernih. "Aida, aku juga minta maaf. Aku tidak menyangka kalau aku datang ke sini justru membuat keributan di rumah ini. Aku minta m
"Ayah.""Apa, Raditya? Kau masih beruntung saja karena Viola hanya mengambil uangmu bukan nyawamu. Tapi kurasa kalau tidak ada bantuan dari Denada Aprilia, kau juga akan jatuh terjebak dalam lubang yang sama. Jadi jangan sekali-kali kau menghina orang lain!""Hei, sudah, ndak perlu dibahas yang dulu-dulu!" seru Adiwijaya yang tidak mau ada keributan antara ayah dan anak itu."Tapi memang benar, aku tidak tahu bagaimana pikiran Aida dan seperti apa Reiko di hadapannya."Adiwijaya saat ini dalam kondisi netral. Dia tidak menyalahkan Radit dan juga tidak menyalahkan Aida."Mungkin kalau semua orang di dunia ini membencimu, bisa jadi istrimu adalah satu-satunya orang yang percaya padamu. Karena orang lain memang tidak tahu apa yang dibicarakan oleh kalian berdua, visi misi kalian dan semua mimpi kalian. Bukannya begitu?"Pertanyaan yang juga tidak bisa dibantah Radit. Apalagi dia melihat cara bicara dari Adiwijaya yang begitu kebapakan. Dia tidak memaki-maki Radit. Dan bahkan setelah apa
"Hwaa, Kau mengagetkanku! Kenapa datang tiba-tiba?""Maaf Alan! Maaf juga irsyad! Aku refleks datang ke sini!"Beberapa jam sebelum kejadian seseorang yang tiba-tiba muncul di laboratorium membuat dua orang yang memang sedang bekerja di sana kaget."Kau berantem dengan Reizo sampai seperti dikejar-kejar hantu begitu? Karena dari tadi dia sepertinya kesal terus! Tapi aku juga tidak tahu apa yang membuatnya kesal! Cuma aku tidak melihat dia mendatangimu!""Alan, Maaf! Aku melihat Raditya bukannya Reizo.""Ah, suaminya pacarmu itu?" Alan bersungut. "Rafael masih menutup komunikasiku denganmu. Inilah kenapa aku jadi tidak tahu apa yang sedang kau pikirkan. Mau apa dia datang ke Kudus?" Alan penasaran.Dari beberapa hari yang lalu memang dokter Juna meminta supaya dia tidak didengar oleh siapapun apa yang ada dalam pikirannya.Dan itu dikabulkan oleh Rafael. Hanya dia saja yang bisa mendengarnya tapi dia juga tidak akan mengganggu dokter Juna.Karena itulah Alan memang tidak tahu apa yang a
"Apa maksudmu sih, Irsyad?" Alan bingung."Konsep kehidupan setelah mati, Alan." Irsyad lanjut menjelaskan."Seorang wanita yang menikah dengan dua pria, dia boleh memilih salah satu dari pria itu yang terbaik baik ibadah, sikap dan mana yang lebih bertanggungjawab. Tapi jika seorang wanita yang suaminya sudah meninggal dia tidak menikah lagi, kemungkinan besar dia akan bersama dengan suaminya! Insya Allah! Aku juga tidak tahu tapi yang pasti mereka mungkin akan ketemu lagi jika dua-duanya sama-sama baik. Tempat perjumpaan dan reuni yang memang diinginkan yaitu di surga. Aida tak mau memilih dari dua pria dan Aida hanya ingin bersama suaminya.""Kau percaya dengan yang seperti itu irsyad? Kuno sekali pemikiranmu.""Alan kau jangan bicara begitu. Tentu saja Irsyad sangat percaya. Dia tidak pernah melewati waktu ibadahnya. Itu tandanya dia percaya.""Tuhan itu hanya konsep tipuan otak manusia di alam semesta. Konsep di mana kita ada dalam satu wahana seperti video game dan ujungnya kita
"Tuan Rafael, saya tahu apa yang Anda maksud. Tapi di sini saya ingin menegaskan kalau saya bergabung di laboratorium milik Anda ini karena saya percaya Anda tidak akan melakukan sesuatu yang buruk. Ini berdasarkan pengalaman saya saat Anda menolong saya.""Lalu? Apa ada masalah denganmu, Irsyad?""Ya. Pernyataan Anda barusan kalau percobaan ini sangat bernilai. Dan kesimpulan yang saya ambil, dengan percobaan ini kita bisa menguasai dunia. Tapi saya bukan orang yang ingin membuat kerusakan di dunia ini. Jadi sebelum saya melanjutkannya, saya hanya ingin memastikan kalau Anda tidak akan melakukan sesuatu yang membahayakan umat manusia."Irsyad tahu menjadi seorang dokter itu resikonya sangat tinggi dan menjadi seorang ilmuwan ini lebih parah lagi. Dia harus mempertanggungjawabkan sesuatu yang besar. Dan dia sangat berhati-hati sekali karena itu Irsyad tidak mau membuat masalah kalau sampai percobaan ini jatuh ke tangan orang yang salah dan dimanfaatkan untuk sesuatu yang merugikan manu
BRAAAK!Beberapa saat sebelumnya setelah pergi meninggalkan seorang wanita yang berada di dalam kamar dan baru saja terlibat perseteruan dengannya, suara pukulan keras tangan seseorang pada meja membuat meja tersebut pecah. Cukup kencang pria itu menghancurkan meja kayu yang ada di hadapannya."Aku tidak butuh jaket ini dulu!" Dia sedang marah besar, jadi dia melepaskan jaketnya sengaja. Tak ingin ada orang yang mendengarkan apa yang dia katakan. "Sial!"Dia merogoh kantongnya mengambil sesuatu dan menghisapnya."Ada apa denganmu, Reizo? Apa yang salah? Aku tidak peduli padanya. Mau dia terus-terusan memikirkan suaminya dan mau dia terus bermimpi kalau dia melihat suaminya dengan menunjukkan kalung itu apa urusannya? Apa peduliku? Toh dia hanya wanita gila dan bodoh yang bermimpi kalau dia akan bertemu lagi dengan suaminya."Pasal kemarahannya adalah saat Aida menunjukkan pada Adiwijaya kalung yang diberikan oleh suaminya. Sebuah kalung yang sebenarnya tidak terlalu penting. Dan tidak
"Tapi selalu ada kemungkinan."Cuma memang seseorang tidak setuju dengan pendapatnya Reizo dia memang yakin sekali kalau memang masih ada kemungkinan. "Dokter Juna, dari mana kau yakin?" Senyum kembali muncul di bibir Reizo, tampak menyindir. "Apa kau tahu alasan utama aku ingin membuatnya menikah denganku sebelum anak-anaknya lahir, meski aku tidak mencintainya?"Dan pria itu sudah memberikan pertanyaan tambahan untuk Alan dan Dokter Juna sebelum pertanyaan yang pertama tadi dijawab."Kau mencintainya tapi kau berusaha untuk menipu kami. Padahal yang sebenarnya kau tipu adalah dirimu sendiri yang sangat mencintainya itu.""Hahaha." Reizo malah terkekeh dan menggelengkan kepalanya."Dokter Juna, dunia ini tidak seperti yang kau pikirkan. Dan semua tidak selalu berjalan seperti yang kau bayangkan. Aku mencintainya? Dalam mimpi pun tidak."Memang jangan berharap kalau Reizo akan mengatakan ‘ya’ untuk pertanyaan dari Dokter Juna."Aku hanya mengantisipasi seandainya dia mati, anak-anak
"Astaghfirullahaladzim, ya Tuhan ... lagi-lagi apa yang tadi kukatakan? Kenapa juga aku malah mengeluarkan sumpahku lagi?"Sementara itu sesaat setelah Aida masuk ke dalam kamarnya, dia merasa sangat bersalah sekali. Dia diam di kamar itu dan menyesali semua yang sudah dikatakannya pada tamu Adiwijaya."Ssh, duh ... maaf banget, Mbak Nada. Aku juga sebenarnya tidak menginginkan adanya keributan seperti ini. Tapi ya ... gimana, ya? Aku juga tidak tahu kenapa bisa aku kelepasan seperti tadi. Seharusnya aku bisa mengendalikan diriku. Aku benar-benar minta maaf."Sekarang saat Aida sudah tenang dan berada di dalam kamarnya, barulah dia bisa kepikiran tentang Nada. Ada rasa menyesal di dalam hatinya kenapa dia tidak kepikiran dari tadi untuk tidak main bicara sembarangan tentang anak keturunan Nada."Dan kenapa sih, aku selalu kepancing saja dengan Raditya itu? Kadang-kadang ngeselinnya itu karena sikapnya sama seperti Mas Reiko yang kalau ngomong itu ngegatelin."Dan lagi-lagi bicara tent