"Sebentar tuan Raditya, Anda tidak bisa terburu-buru memberikan kesimpulan itu." "Apa yang membuatku harus mempertimbangkan rencana kerjasama ini?" tanya Radit singkat. Dan jangan berpikir kalau Radit bicara sambil menunjukkan wajah ramahnya kala itu"Begini saja, tuan Raditya." Reiko tercetus sebuah ide, dia pun tak mau membuang kesempatan ini.'Sudah susah-susah aku melakukan presentasi. Bahkan aku juga sudah membuat kakekku marah untuk project ini hingga akhirnya aku juga tak bisa berkutik menerima permintaannya menikahi wanita itu.Sekarang aku tidak akan membiarkan kesempatanku mengembangkan potensiku hilang begitu saja hanya karena masalah intern perusahaanku.'Reiko sudah berusaha meyakinkan dirinya sendiri kalau itu adalah sebuah langkah yang tepat, sebelum dia mengutarakan rencannya."Bagaimana kalau kita membuat sebuah kontrak kerjasama baru yang menjamin bahwa Anda tidak akan rugi seperti ketakutan Anda salah satu dari kami kabur. Meskipun saya yakin sekali kalau Brigita M
'Yes. Akhirnya tidak sia-sia semua penawaran terakhirku itu.'Tentu saja Reiko merasa senang sekali karena usahanya berhasil.Keluar dari ruangan Radit dia senyum-senyum dan merasa lega di dalam hatinya dengan pencapaian yang sudah dia peroleh. Bak anak sekolah dapat nilai ujian sepuluh.Setidaknya mimpi buruknya menerka-nerka bagaimana sikap Radit sebelum dia bertemu, kini sudah tak ada lagi dalam benaknya. Semua mimpi buruknya itu sudah hilang dan Reiko sudah mulai mengerti bagaimana bersikap dengan seseorang yang selama ini memang dianggap cukup keras dalam menentukan sebuah keputusan.Namun sayangnya kebahagiaan dan kesenangannya ini hanyalah sesaat."Tapi sekarang bagaimana caraku mendapatkan 10% biaya modal itu, ya?"Saat Reiko ada di dalam mobilnya, sebelum dia menstarter mobil tersebut, pikirannya pun melayang ke sebuah masalah baru yang parahnya ditawarkannya pada Radit dan dijadikan solusi.Modal."Satu setengah miliar dolar itu adalah total biaya keseluruhan. Berarti aku ha
Reiko: Bukan gitu.Brigita: Tapi kenyataannya begitu, kamu buat aku gagal bahkan sebelum aku bertarung memperebutkan tender itu.Makanya Brigita tak mengerti kenapa pikiran kekasihnya ini berubah?Reiko: Sabarlah dulu Bee. Uang itu diperuntukkan oleh perusahaan Aurora Corporation untuk membangun satu kota mandiri. Mereka ingin aku menggunakan modal itu untuk membangun desain interiornya dan aku rasa mereka tak akan suka jika nggak tahu kenyataan dan apa yang kita sembunyikan kalau kita berniat menggunakan uang itu untuk modal usaha yang lain. Walaupun itu sebetulnya adalah keuntungan kita tapi kita belum bisa mengambil keuntungan itu sebelum pekerjaan kita diselesaikan, yang ada kita pasti akan menggunakan uang modal itu dan aku juga tidak yakin kalau Aurora Corporation akan membayar sekaligus. Mereka pasti akan membayar bertahap. Brigita: Aku tahu. Jangan ajari aku soal bisnis seperti ini dan tidak mungkin ada perusahaan yang mau membayar dimuka uang miliaran dolar itu. Tapi mereka
Brigita: Aku mendukungmu, selalu. Tapi apa yang kamu lakukan? Tidak ada dukungan untukku. Kamu menikah dengan pilihan kakekmu.Reiko: Bee, kenapa jadi membahas masalah ini?Brigita: Karena ini kebodohanmu. Seandainya kamu mau membuat anak lebih dulu sebelum kita menikah tentu saja sekarang wanita itu tidak akan ada di rumahmu. Brigita memekik penuh emosi. Dan dia tidak memberikan Reiko kesempatan bicara.Brigita: Dan sekarang kamu menghancurkan pula impianku dengan keputusan yang baru aja kamu buat. Bahkan kamu sekarang membuat aku dalam kondisi sulit dengan menjanjikan sesuatu pada Aurora Corporation kalau kita akan menanggung di awal semua modal padahal kamu tahu kita nggak punya modal.Reiko: Bee, jangan salah paham. Aku akan memperjuangkan impian-impian kita. Termasuk juga impianmu. Dan untuk Aurora Corporation perjanjian tidak atas nama BIA, tapi aku sendiri yang akan menanggungnya dan kau tidak perlu bertanggung jawab apapun. Ini adalah perjanjian antara aku dengan Raditya Pray
"Aish, penat sudah kepalaku. Bee marah besar padaku dan aku harus dapat modal awal juga, dari mana ini?"Reiko menguyek kepalanya sambil matanya memandang layar handphone yang sudah tak lagi tersambung dengan Brigita.Ingin rasanya dia menghubungi ulang Brigita.Tapi"Haduh kakekku kenapa menelponku lagi?"Getaran ada di handphone yang masih di pegang di tangan Reiko dan itu menandakan telepon masuk dari seseorang yang sebenarnya tak ingin diajak bicara dulu olehnya.Sekarang dia ingin berpikir sesuatu yang pentingTapi sepertinya dia tak punya celah untuk menghindari orang di ujung telepon sana.Karena itulahReiko: Iya kakek? Adiwijaya: Tadi kamu janji mau telepon kakekmu setengah jam lagi tapi ini sudah sejam tidak ditelepon balik. Piye to? Meringislah bibir Reiko ketika dia mengingat janji yang dibuatnya.Pantas saja sekarang dia ditagih.Reiko: Maaf kakek. Aku sedang memikirkan sesuatu sekarang.Adiwijaya: Bukan katamu ada banyak pekerjaan di kantor?Reiko: Ada banyak kakek tap
"Tidak ada salahnya juga aku mengangkat telepon Kakek. Mungkin saja Pak Le punya teman yang bisa membantuku menyelesaikan urusanku ini."Maklumlah Reiko lagi pusing sekali tadi. Lalu dia mendapatkan saran dari kakeknya yang sejalur dengan masalahnya. Kini dia sudah membayangkan sesuatu yang membuat hatinya merasa punya harapan.Sayangnya, kini ada masalah baru"Aku harus ketemu Pak le di mana? Kan aku ga tau rumah dan kantornya di mana."Jangankan alamat rumahnya. Nomor teleponnya saja Reiko tidak punya. Reiko juga tidak tahu nama perusahaan Pak lek-nya.Mereka memang pernah bertemu dan bukan sekali dua kali. Setiap kali acara besar keagamaan mereka pasti ketemu di Kudus. Walaupun Pak lek-nya itu tidak lama di rumah kakeknya, tapi minimal mereka pernah berkomunikasi.Tapi tidak pernah ada satupun diantara mereka yang bertukar nomor telepon.Mereka bicara satu sama lain pun itu hanyalah pembahasan formal dan Reiko tidak cukup dekat dengan Hartono yang kini membuat dia jadi meringis ke
"Wah, cepat sekali kamu sampainya, Reiko?"'Huh, dari mana bisa dibilang cepat? Dua jam aku di jalan dan kena macet. Kenapa juga dia harus cari rumah di daerah Cibubur sih?' bisik hati Reiko saat seseorang yang membuka pintu dengan senyum ramah terlihat menyapa tamunya yang baru saja mengetuk pintu."Iya Pak lek." Walaupun Reiko tidak berpikir sama seperti pak lek-nya, dia juga membalas senyum dengan ramah. "Kebetulan tadi aku memang sedang di luar kantor jadi ya sudah aku langsung ke sini saja pas pak lek kirim share loc. Aku tidak mau buat masalah dengan kakek," jawab Reiko lagi yang kini terasa pegal kakinya karena terus-terusan menginjak pedal gas dan rem bergantian melewati kemacetan. Dan segitu dia juga sudah menggunakan mobil matic.Rumah pak lek-nya memang ada di kota wisata Cibubur. Salah satu hunian kelas menengah ke atas dan ini jauh sekali dari wilayah segitiga emas kota Jakarta.Makanya perjalanan pagi menjelang siang itu cukup melelahkan untuk Reiko di mana dia bisa men
"Kalau menurut pak lek, sebaiknya--"Braaak."Assalamualaikum Papaaaaaaaaa. Mmuuuuaaaah, Nessa kangeeeeen banget ma Papa."Hartono tidak jadi melanjutkan ucapannya karena saat dia ingin bicara ada seseorang yang mendobrak pintu depan yang tak dikunci itu, seorang wanita langsung berhamburan memeluk Hartono, menciuminya, menunjukkan kerinduanya.Keadaan yang membuat seseorang dalam ruangan itu pun menahan geli'Ya ampun, bener-bener seperti bocah. Tapi anak pak lek sejak kapan pakai penutup kepala? Dia tidak punya masalah kerontokan rambut karena penyakit kanker kan?'Reiko sejujurnya berpikir kalau Aida menggunakan penutup kepalanya itu hanya sebagai tameng dikarenakan rambutnya rontok. Makanya dia berpikir begitu tentang Vanessa Widya Putri. "Vanessa. Jangan begini dong." Tapi pikiran Reiko teralihkan karena pekikan pak lek-nya."Papa kenapa sih? Apa sekarang Papa nggak suka kalau aku peluk Papa lagi? Kan aku kangen. Emang Papa gak kangen ke aku?""Jangan cemberut dulu, Vanessa. Kam
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku