'Yes. Akhirnya tidak sia-sia semua penawaran terakhirku itu.'Tentu saja Reiko merasa senang sekali karena usahanya berhasil.Keluar dari ruangan Radit dia senyum-senyum dan merasa lega di dalam hatinya dengan pencapaian yang sudah dia peroleh. Bak anak sekolah dapat nilai ujian sepuluh.Setidaknya mimpi buruknya menerka-nerka bagaimana sikap Radit sebelum dia bertemu, kini sudah tak ada lagi dalam benaknya. Semua mimpi buruknya itu sudah hilang dan Reiko sudah mulai mengerti bagaimana bersikap dengan seseorang yang selama ini memang dianggap cukup keras dalam menentukan sebuah keputusan.Namun sayangnya kebahagiaan dan kesenangannya ini hanyalah sesaat."Tapi sekarang bagaimana caraku mendapatkan 10% biaya modal itu, ya?"Saat Reiko ada di dalam mobilnya, sebelum dia menstarter mobil tersebut, pikirannya pun melayang ke sebuah masalah baru yang parahnya ditawarkannya pada Radit dan dijadikan solusi.Modal."Satu setengah miliar dolar itu adalah total biaya keseluruhan. Berarti aku ha
Reiko: Bukan gitu.Brigita: Tapi kenyataannya begitu, kamu buat aku gagal bahkan sebelum aku bertarung memperebutkan tender itu.Makanya Brigita tak mengerti kenapa pikiran kekasihnya ini berubah?Reiko: Sabarlah dulu Bee. Uang itu diperuntukkan oleh perusahaan Aurora Corporation untuk membangun satu kota mandiri. Mereka ingin aku menggunakan modal itu untuk membangun desain interiornya dan aku rasa mereka tak akan suka jika nggak tahu kenyataan dan apa yang kita sembunyikan kalau kita berniat menggunakan uang itu untuk modal usaha yang lain. Walaupun itu sebetulnya adalah keuntungan kita tapi kita belum bisa mengambil keuntungan itu sebelum pekerjaan kita diselesaikan, yang ada kita pasti akan menggunakan uang modal itu dan aku juga tidak yakin kalau Aurora Corporation akan membayar sekaligus. Mereka pasti akan membayar bertahap. Brigita: Aku tahu. Jangan ajari aku soal bisnis seperti ini dan tidak mungkin ada perusahaan yang mau membayar dimuka uang miliaran dolar itu. Tapi mereka
Brigita: Aku mendukungmu, selalu. Tapi apa yang kamu lakukan? Tidak ada dukungan untukku. Kamu menikah dengan pilihan kakekmu.Reiko: Bee, kenapa jadi membahas masalah ini?Brigita: Karena ini kebodohanmu. Seandainya kamu mau membuat anak lebih dulu sebelum kita menikah tentu saja sekarang wanita itu tidak akan ada di rumahmu. Brigita memekik penuh emosi. Dan dia tidak memberikan Reiko kesempatan bicara.Brigita: Dan sekarang kamu menghancurkan pula impianku dengan keputusan yang baru aja kamu buat. Bahkan kamu sekarang membuat aku dalam kondisi sulit dengan menjanjikan sesuatu pada Aurora Corporation kalau kita akan menanggung di awal semua modal padahal kamu tahu kita nggak punya modal.Reiko: Bee, jangan salah paham. Aku akan memperjuangkan impian-impian kita. Termasuk juga impianmu. Dan untuk Aurora Corporation perjanjian tidak atas nama BIA, tapi aku sendiri yang akan menanggungnya dan kau tidak perlu bertanggung jawab apapun. Ini adalah perjanjian antara aku dengan Raditya Pray
"Aish, penat sudah kepalaku. Bee marah besar padaku dan aku harus dapat modal awal juga, dari mana ini?"Reiko menguyek kepalanya sambil matanya memandang layar handphone yang sudah tak lagi tersambung dengan Brigita.Ingin rasanya dia menghubungi ulang Brigita.Tapi"Haduh kakekku kenapa menelponku lagi?"Getaran ada di handphone yang masih di pegang di tangan Reiko dan itu menandakan telepon masuk dari seseorang yang sebenarnya tak ingin diajak bicara dulu olehnya.Sekarang dia ingin berpikir sesuatu yang pentingTapi sepertinya dia tak punya celah untuk menghindari orang di ujung telepon sana.Karena itulahReiko: Iya kakek? Adiwijaya: Tadi kamu janji mau telepon kakekmu setengah jam lagi tapi ini sudah sejam tidak ditelepon balik. Piye to? Meringislah bibir Reiko ketika dia mengingat janji yang dibuatnya.Pantas saja sekarang dia ditagih.Reiko: Maaf kakek. Aku sedang memikirkan sesuatu sekarang.Adiwijaya: Bukan katamu ada banyak pekerjaan di kantor?Reiko: Ada banyak kakek tap
"Tidak ada salahnya juga aku mengangkat telepon Kakek. Mungkin saja Pak Le punya teman yang bisa membantuku menyelesaikan urusanku ini."Maklumlah Reiko lagi pusing sekali tadi. Lalu dia mendapatkan saran dari kakeknya yang sejalur dengan masalahnya. Kini dia sudah membayangkan sesuatu yang membuat hatinya merasa punya harapan.Sayangnya, kini ada masalah baru"Aku harus ketemu Pak le di mana? Kan aku ga tau rumah dan kantornya di mana."Jangankan alamat rumahnya. Nomor teleponnya saja Reiko tidak punya. Reiko juga tidak tahu nama perusahaan Pak lek-nya.Mereka memang pernah bertemu dan bukan sekali dua kali. Setiap kali acara besar keagamaan mereka pasti ketemu di Kudus. Walaupun Pak lek-nya itu tidak lama di rumah kakeknya, tapi minimal mereka pernah berkomunikasi.Tapi tidak pernah ada satupun diantara mereka yang bertukar nomor telepon.Mereka bicara satu sama lain pun itu hanyalah pembahasan formal dan Reiko tidak cukup dekat dengan Hartono yang kini membuat dia jadi meringis ke
"Wah, cepat sekali kamu sampainya, Reiko?"'Huh, dari mana bisa dibilang cepat? Dua jam aku di jalan dan kena macet. Kenapa juga dia harus cari rumah di daerah Cibubur sih?' bisik hati Reiko saat seseorang yang membuka pintu dengan senyum ramah terlihat menyapa tamunya yang baru saja mengetuk pintu."Iya Pak lek." Walaupun Reiko tidak berpikir sama seperti pak lek-nya, dia juga membalas senyum dengan ramah. "Kebetulan tadi aku memang sedang di luar kantor jadi ya sudah aku langsung ke sini saja pas pak lek kirim share loc. Aku tidak mau buat masalah dengan kakek," jawab Reiko lagi yang kini terasa pegal kakinya karena terus-terusan menginjak pedal gas dan rem bergantian melewati kemacetan. Dan segitu dia juga sudah menggunakan mobil matic.Rumah pak lek-nya memang ada di kota wisata Cibubur. Salah satu hunian kelas menengah ke atas dan ini jauh sekali dari wilayah segitiga emas kota Jakarta.Makanya perjalanan pagi menjelang siang itu cukup melelahkan untuk Reiko di mana dia bisa men
"Kalau menurut pak lek, sebaiknya--"Braaak."Assalamualaikum Papaaaaaaaaa. Mmuuuuaaaah, Nessa kangeeeeen banget ma Papa."Hartono tidak jadi melanjutkan ucapannya karena saat dia ingin bicara ada seseorang yang mendobrak pintu depan yang tak dikunci itu, seorang wanita langsung berhamburan memeluk Hartono, menciuminya, menunjukkan kerinduanya.Keadaan yang membuat seseorang dalam ruangan itu pun menahan geli'Ya ampun, bener-bener seperti bocah. Tapi anak pak lek sejak kapan pakai penutup kepala? Dia tidak punya masalah kerontokan rambut karena penyakit kanker kan?'Reiko sejujurnya berpikir kalau Aida menggunakan penutup kepalanya itu hanya sebagai tameng dikarenakan rambutnya rontok. Makanya dia berpikir begitu tentang Vanessa Widya Putri. "Vanessa. Jangan begini dong." Tapi pikiran Reiko teralihkan karena pekikan pak lek-nya."Papa kenapa sih? Apa sekarang Papa nggak suka kalau aku peluk Papa lagi? Kan aku kangen. Emang Papa gak kangen ke aku?""Jangan cemberut dulu, Vanessa. Kam
"Maksud papa beli aja online itu kan nggak terlalu ribet kamu harus masak. Nanti kamu capek. Tapi kalau memang kamu tidak mau makan pesan online kita ke restoran saja nanti."Ingin diberikan sesuatu yang mudah tapi mendengar tawaran ini Vanessa tetap menggelengkan kepalanya"Nggak mau Papa. Pokoknya aku aja nanti yang masak."Vanessa tetap bersikeras karena dirinya sendiri sudah merindukan rumah itu, tempatnya kecil bertumbuh dan dia ingin melakukan suatu kegiatan yang biasa dia lakukan di dapur rumahnya dulu, beberapa tahun yang lalu."Ya sudah terserah kamu saja, Vanessa. Tapi sekarang turuti perintah suamimu dulu.""Yeaaay." Jelas saja ini membuat Vanessa senyum-senyum."Okeeee bos. Kalo gitu aku tidurin Dharma dulu ya. Kalo udah tidur, nanti aku masak. Nggak ada yang boleh beli makan pokoknya aku yang masak loh!" cicit Vanessa lagi, bersemangat.'Dasar gadis bodoh. Dikasih enak tak perlu copot-repot dengan minyak dan segala macam hal di dapur yang bisa membuat tangannya terluka ma