"Kalau menurut pak lek, sebaiknya--"Braaak."Assalamualaikum Papaaaaaaaaa. Mmuuuuaaaah, Nessa kangeeeeen banget ma Papa."Hartono tidak jadi melanjutkan ucapannya karena saat dia ingin bicara ada seseorang yang mendobrak pintu depan yang tak dikunci itu, seorang wanita langsung berhamburan memeluk Hartono, menciuminya, menunjukkan kerinduanya.Keadaan yang membuat seseorang dalam ruangan itu pun menahan geli'Ya ampun, bener-bener seperti bocah. Tapi anak pak lek sejak kapan pakai penutup kepala? Dia tidak punya masalah kerontokan rambut karena penyakit kanker kan?'Reiko sejujurnya berpikir kalau Aida menggunakan penutup kepalanya itu hanya sebagai tameng dikarenakan rambutnya rontok. Makanya dia berpikir begitu tentang Vanessa Widya Putri. "Vanessa. Jangan begini dong." Tapi pikiran Reiko teralihkan karena pekikan pak lek-nya."Papa kenapa sih? Apa sekarang Papa nggak suka kalau aku peluk Papa lagi? Kan aku kangen. Emang Papa gak kangen ke aku?""Jangan cemberut dulu, Vanessa. Kam
"Maksud papa beli aja online itu kan nggak terlalu ribet kamu harus masak. Nanti kamu capek. Tapi kalau memang kamu tidak mau makan pesan online kita ke restoran saja nanti."Ingin diberikan sesuatu yang mudah tapi mendengar tawaran ini Vanessa tetap menggelengkan kepalanya"Nggak mau Papa. Pokoknya aku aja nanti yang masak."Vanessa tetap bersikeras karena dirinya sendiri sudah merindukan rumah itu, tempatnya kecil bertumbuh dan dia ingin melakukan suatu kegiatan yang biasa dia lakukan di dapur rumahnya dulu, beberapa tahun yang lalu."Ya sudah terserah kamu saja, Vanessa. Tapi sekarang turuti perintah suamimu dulu.""Yeaaay." Jelas saja ini membuat Vanessa senyum-senyum."Okeeee bos. Kalo gitu aku tidurin Dharma dulu ya. Kalo udah tidur, nanti aku masak. Nggak ada yang boleh beli makan pokoknya aku yang masak loh!" cicit Vanessa lagi, bersemangat.'Dasar gadis bodoh. Dikasih enak tak perlu copot-repot dengan minyak dan segala macam hal di dapur yang bisa membuat tangannya terluka ma
"Kamu ini kalau memuji Vanessa bisa saja. Lihat saja kelakuannya padamu. Kadang membuat papa malu.""Justru kelakuannya itu yang bisa membuat aku semakin dalam mencintainya Papa."'Aku yakin otaknya konslet,' sungguh jawaban Reyhan ini membingungkan bagi Reiko. Tidak mungkin kan Reyhan yang sudah tajir melintir mengharapkan sesuatu dari keluarga Hartono yang biasa saja dan hidup bersahaja?Jadi apa sebenarnya yang membuat Reyhan jatuh hati pada Vanessa?'Apa positif yang dia lihat dari wanita itu? Kalau masalah cantik itu relatif. Aku yakin wanita dewasa banyak yang lebih cantik. Kalau soal body shape sudah aku bilang tidak ada apa-apanya. Bahkan jauh dibandingkan dengan Bee. Cara dia merawat diri? Tidak ada istimewanya. Bahkan dia tidak bisa berdandan. Dan mungkin rambutnya rontok atau tidak baguskah sampai dia menutupinya? Karena aku tidak percaya kalau orang yang memakai kerudung zaman sekarang itu adalah wanita baik-baik. Sudah banyak aku lihat di luaran sana mereka memang menggu
"Baiklah katakan syaratnya, Reiko? Hmm, aku memanggilmu begini saja ya karena kita kan sedang tidak dalam pembicaraan formal," jawab Reyhan kemudian, masih dalam kondisi relax."Hmm, itu lebih baik." Reiko setuju, sebelum membahas ke pembicaraan inti."Sebelum aku bekerja sama, apa boleh aku mengenal dulu siapa saja yang akan menjadi timku? Karena ini sangat penting sekali. Aku harus bekerja sama dengan orang yang bisa diajak bekerja kelompok. Apalagi aku juga harus mempercayai orang-orang yang kau pilih, karena saat ini kondisinya aku tidak membawa siapapun dari BIA.""Tentu saja." Itu adalah permintaan yang masuk akal untuk Reyhan bahkan Hartono juga manggut-manggut setuju."Kita akan membicarakan konsep kerjanya besok, bagaimana?""Ya, itu lebih baik. Karena besok aku juga akan dapat bersama dengan CEO Aurora Corporation.""Bagaimana jika kita meeting di perusahaan Pak Hartono?"Setelah Reiko setuju tawaran ini pun diberikan oleh Reyhan mengingat Reiko adalah keponakan Hartono mun
"Kan lagi makan donat."Reyhan tadi menyeletuk pada Vanessa bukan karena dia tidak mau istrinya makan donat di sampingnya. Tapi mendengar pertanyaan Vanessa seberapa cantik dia di hadapan Reiko ini membuat kepalanya mendidih. Makanya dia mengusir istrinya."Makan donat di dapur saja sana. Aku sudah lapar.""Iya Bang iya. Aku masak dulu di dapur."Lupalah Vanessa pada pertanyaannya tadi ke ReikoSisa Donat di tangannya sudah dimasukkan semua oleh Vanessa ke dalam mulutnya dan dia masih saja memegang kardusnya, tak terlihat ada niat untuk membagi pada siapapun. Membawanya pergi ke dapur."Dia tidak membaginya pada putramu?"Selepas Vanessa pergi rasa penasaran Reiko pun membuat dirinya segera bertanya soal ini"Tidak." Reyhan menolak sambil menggelengkan kepalanya"Terlalu banyak gula di sana. Tidak bagus untuk gigi susunya, makanya aku tidak suka dia makan permen ini," protes Reyhan yang tahu betul kalau Vanessa akan memberikan semua yang manis-manis pada putranya di belakangnya."Ha
"Oh, eh, enggak Vanessa. Aku hanya ingat menu makan malamku tadi malam dan situasi tadi malam itu, sama seperti papamu, Pak lek Hartono."Sebenarnya tidak ada niat juga untuk Reiko menceritakan masalah yang terjadi tadi malam itu.Tapi karena dia sudah ditegur dan ditanya langsung begini tak ada waktu untuknya untuk membuat skenario berbohong."Istrimu memaksakanmu nasi goreng, Reiko?""Iya, Pak lek. Kebetulan aku juga lupa mengecek stok di dapur dan di sana cuma ada bumbu nasi goreng, lalu ayam frozen, sama beras. Itu pun berasnya cuman tinggal sisa dua gelas.""Wah beras di rumah papaku lebih banyak daripada di rumah mas Reiko, ternyata. Masih ada satu tempat penyimpanan beras utuh berasnya. Kayaknya papa udah lama deh enggak masak, ya? Cuma bumbu nasi goreng aja tinggal ada tiga biji," seru Vanessa sambil dia duduk di kursinya di samping Dharma.Pria itu tak peduli dengan keributan apapun dia memilih untuk duduk dan menaruh anaknya d antara dirinya dan istrinya."Hahaha." Dan celet
"Heish. Aku tidak boleh terlambat."Sudah sangat buru-buru sekali Reiko. Dia juga memikirkan perusahaannya.Inilah yang membuat Reiko yang sudah masuk ke dalam mobilnya dan keluar dari lingkungan cluster rumah Hartono, dia langsung menginjak pedal gasnya agak dalam. Reiko tidak mau buang banyak waktu di jalan."Akunya mau cepat tapi jalan ke arah sana bagaimana ini? Lambat sekali. Macet banget."Keluar dari kota wisata Cibubur Reiko langsung menemukan kemacetan yang lumayan padat merayap. Ini juga yang membuat dirinya menggerutu.Ini masih siang hari. Tapi jalanan lumayan padat untuk kecepatan 40 km/jam saja sulit. Menyebalkan sekali untuknya. Jalanan yang hanya selebar itu penuh dengan mobil."Macam mana ini? Apa aku tidak akan telat ini?"Reiko benar-benar tidak bisa berkonsentrasi lagi, yang dipikirkannya hanya rapatnya saja.Harap-harap cemas. Dia tidak pernah se-keteteran seperti sekarang ini. Tapi memang kejadian hari ini lumayan berat untuknya."Untung saja. Hanya lima menit te
"Satu hal yang pasti kamu tidak bisa main rahasia-rahasiaan sama papamu Reiko." Endra belum menjawabnya, tapi dia sudah memicingkan matanya"Dan Papa juga ingin penjelasan darimu. Apa kamu masih memperjuangkan kerjasamamu dengan Aurora Corporation yang sudah ditentang kakekmu?"Endra cukup sabar untuk tidak bicara masalah ini tadi di telepon saat pagi sebelum Reiko pergi ke tempat HartonoDia bisa menunggu sampai mereka memang bertemu muka sehingga tidak ada lagi yang ditutupi baik dari mimik wajah dan Reiko bisa menjelaskan face to face"Hmm." Reiko sebetulnya masih ingin tahu Bagaimana papanya menyiapkan rencana keamanan begitu rapihnya.Tapi sepertinya Endra Adiwijaya tidak akan memberikan informasi itu semudah yang dipikirkan oleh Reiko kalau dia belum melewati semua pertanyaan dari papanya."Ini demi karirku Papa. Jadi aku mohon padamu jangan campuri dulu urusan yang satu ini.""Aurora Corps mencari tahu tentang dirimu dan Brigita. Mencari tahu tentang keluarga kita juga aku ras
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku