"Oh, eh, enggak Vanessa. Aku hanya ingat menu makan malamku tadi malam dan situasi tadi malam itu, sama seperti papamu, Pak lek Hartono."Sebenarnya tidak ada niat juga untuk Reiko menceritakan masalah yang terjadi tadi malam itu.Tapi karena dia sudah ditegur dan ditanya langsung begini tak ada waktu untuknya untuk membuat skenario berbohong."Istrimu memaksakanmu nasi goreng, Reiko?""Iya, Pak lek. Kebetulan aku juga lupa mengecek stok di dapur dan di sana cuma ada bumbu nasi goreng, lalu ayam frozen, sama beras. Itu pun berasnya cuman tinggal sisa dua gelas.""Wah beras di rumah papaku lebih banyak daripada di rumah mas Reiko, ternyata. Masih ada satu tempat penyimpanan beras utuh berasnya. Kayaknya papa udah lama deh enggak masak, ya? Cuma bumbu nasi goreng aja tinggal ada tiga biji," seru Vanessa sambil dia duduk di kursinya di samping Dharma.Pria itu tak peduli dengan keributan apapun dia memilih untuk duduk dan menaruh anaknya d antara dirinya dan istrinya."Hahaha." Dan celet
"Heish. Aku tidak boleh terlambat."Sudah sangat buru-buru sekali Reiko. Dia juga memikirkan perusahaannya.Inilah yang membuat Reiko yang sudah masuk ke dalam mobilnya dan keluar dari lingkungan cluster rumah Hartono, dia langsung menginjak pedal gasnya agak dalam. Reiko tidak mau buang banyak waktu di jalan."Akunya mau cepat tapi jalan ke arah sana bagaimana ini? Lambat sekali. Macet banget."Keluar dari kota wisata Cibubur Reiko langsung menemukan kemacetan yang lumayan padat merayap. Ini juga yang membuat dirinya menggerutu.Ini masih siang hari. Tapi jalanan lumayan padat untuk kecepatan 40 km/jam saja sulit. Menyebalkan sekali untuknya. Jalanan yang hanya selebar itu penuh dengan mobil."Macam mana ini? Apa aku tidak akan telat ini?"Reiko benar-benar tidak bisa berkonsentrasi lagi, yang dipikirkannya hanya rapatnya saja.Harap-harap cemas. Dia tidak pernah se-keteteran seperti sekarang ini. Tapi memang kejadian hari ini lumayan berat untuknya."Untung saja. Hanya lima menit te
"Satu hal yang pasti kamu tidak bisa main rahasia-rahasiaan sama papamu Reiko." Endra belum menjawabnya, tapi dia sudah memicingkan matanya"Dan Papa juga ingin penjelasan darimu. Apa kamu masih memperjuangkan kerjasamamu dengan Aurora Corporation yang sudah ditentang kakekmu?"Endra cukup sabar untuk tidak bicara masalah ini tadi di telepon saat pagi sebelum Reiko pergi ke tempat HartonoDia bisa menunggu sampai mereka memang bertemu muka sehingga tidak ada lagi yang ditutupi baik dari mimik wajah dan Reiko bisa menjelaskan face to face"Hmm." Reiko sebetulnya masih ingin tahu Bagaimana papanya menyiapkan rencana keamanan begitu rapihnya.Tapi sepertinya Endra Adiwijaya tidak akan memberikan informasi itu semudah yang dipikirkan oleh Reiko kalau dia belum melewati semua pertanyaan dari papanya."Ini demi karirku Papa. Jadi aku mohon padamu jangan campuri dulu urusan yang satu ini.""Aurora Corps mencari tahu tentang dirimu dan Brigita. Mencari tahu tentang keluarga kita juga aku ras
"Jangan khawatir. Aku sudah mengurus itu semua. Lagi pula apartemen itu bukan atas nama kakekmu jadi kamu tidak perlu khawatir."Inilah salah satu kelemahan dari Adiwijaya. Tanah dan bangunan apartemen itu tidak ada hubungannya dengan Adiwijaya setelah dibalik nama ke nama Reiko, sebagai hadiah ulang tahunnya dari Adiwijaya.Karena itu Reiko memang memiliki ruangan yang paling luas di penthouse. Dua lantai sekaligus itu adalah pribadi miliknya.Dan apartemen itu saat ini memang masih diurus oleh papanya karena Reiko belum memutuskan untuk mengurus manajemennya sendiri. "Jadi Papa sudah membuat semuanya aman dari kakek?”"Aku sudah mengurusnya lebih dulu. Karena aku yakin dari awal dia menolak hubunganmu dengan Brigita karena kau pasti masih membawa wanita itu ke apartemen. Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Dan Lesmana tidak bisa menembus ini. Aku benar-benar menjaga tempat tinggalmu."Tentu saja Reiko bersyukur dengan apa yang dikatakan papa-nya ini.Pria itu memang menjaga anakny
"Bagaimana kamu bisa yakin akan mendapatkan itu dari Hartono?"Sebelum menjawab lagi-lagi Reiko tersenyum"Dia mengatakannya sendiri padaku kalau dia memang tidak tertarik Papa. Dia tidak berpura-pura padaku. Dia tidak menginginkan harta itu meskipun dia adalah darah daging Adiwijaya.""Apa kamu yakin menantunya juga tidak akan menggugat ini?""Pria itu lagi." Reiko membubuhkan kembali senyum di bibirnya sambil menggelengkan kepala"Dia sama sekali tidak punya ketertarikan soal ini Papa.""Kamu jangan tertipu Reiko.""Aku bisa menjamin. Semua yang Papa inginkan itu bisa jadi milik Papa. Dia tidak sama sekali menginginkannya dan kalaupun kakek memberikan kepadanya dia akan mengembalikan kepada Papa."Tadinya Endra Adiwijaya terlihat sangat tegang sekali saat membicarakan ini dengan anaknya. Tapi mendengar penjelasan dari Reiko dia sedikit cooling down."Baiklah anggap saja aku percaya padamu."Agak lega hati Reiko ketika mendengar ini dan dia pun tersenyum"Tapi berjanjilah ini adalah
"Dia pikir sikapnya itu bisa membuat aku memikirkan bahwa dia adalah orang yang baik begitu?"Sesaat ketika Reiko sudah meninggalkan dapur pagi tadi, Aida justru malah mencibir sambil berbisik lirih seperti itu. Matanya kini menatap ke arah talenan kayu di mana tadi Aida menyiapkan sandwich beralaskan talenan itu. "Ah, rapikan ini sajalah, jadi aku tidak perlu melihat mereka kalau mereka nanti berangkat. Pekerjaan pertama sudah selesai dan tak ada lagi yang harus aku lakukan. Jadi sekarang, aku bisa santai-santai di kamar. Hehehe."Tak buang waktu. Semua itu diselesaikan oleh Aida kurang dari sepuluh menit sehingga dengan cepat dia bisa melesat ke dalam comfort room-nya dan mulai men-scroll handphone, berselancar di media sosial.Tak ada kegiatan pagi itu. Jadi sudah paling benar kalau dirinya mengecek-ngecek media sosial. Karena memang tak ada lagi yang bisa Aida lakukan.Gabut tak tahu ingin melakukan apa sampai akhirnya Aida ketiduran sendiri karena bosan."Ya ampun sudah hampir
'Haduh, Alhamdulillah, atas bawah, semua ruangan selesai juga semuanya.'Aida memijat lehernya. Pegal sekali. Dia juga memijat lengannya karena pekerjaan hari ini cukup melelahkan saat dirinya keluar dari ruang kerja dan mengutarakan kalimat itu"Tapi sepertinya aku belum bisa bersenang-senang."Hanya ada satu hal yang ketika ditatapnya membuat dirinya mengerucutkan bibir."Ntar dulu lah, aku mo solat dulu."Itu yang terucap dari bibir Aida saat dirinya melangkahkan kakinya ke dalam kamar. Dan inilah yang dilihat oleh Reiko yang membuat dirinya sangat kesal"Ah, jadi dia membersihkannya setelah dia masuk ke kamarnya dulu? Apa yang dilakukan di kamar itu dulu? Apa dia buang air kecil? Atau dia istirahat dulu?"Reiko tak tahu. Dia juga tidak memperhatikan jamnya. Dia yang tadinya ingin marah pada Aida karena menelantarkan satu bagian yang terpenting.Tapi kali ini dia bisa tersenyum sambil menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya namun matanya masih tetap memandang laptop itu."Serius se
"Ternyata tidak seperti yang kubayangkan. Mereka menerima begitu saja tanpa melakukan perlawanan apapun?"Tenang rasa di dalam hati Reiko ketika dia menutup telepon dan Sandi sudah mengatakan dia tidak akan lagi menguntitnya. Yah, walaupun tidak setiap waktu dia dikuti tapi tetap saja kalau ditunggu setiap pulang kerja, tetap menyebalkan untuk Reiko."Baiklah sekarang aku akan mengecek dulu surat perjanjian itu."Reiko baru ingin membuka laptopnya lagi dan mengecek emailnya ...dreet dreetSuara getaran di meja itu pun kembali mengganggu."Akhirnya dia menghubungiku." Senang hati Reiko ketika dia melihat nama di layar ponselnyaReiko: Bee, aku senang kamu hubungiku.Saat gawainya sudah menempel di telinganya kalimat itu terlontar dari bibir Reiko dengan senyumnya yang merasa lega.Brigita: Apa kamu sudah mendapatkan jalan keluarnya?Brigita tidak berbasa-basi menanyakan bagaimana kabar Reiko, apakah dia sudah makan atau belum? Bagaimana urusannya hari ini atau minimal meminta maaf ka
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku