Ah, peduli apa mereka mau pergi bareng atau tidak? Toh, pekerjaanku juga banyak, jadi ngapain juga aku ngurusin mereka? Lebih baik, mereka nggak pulang-pulang sekalian sampai waktu aku harus bercerai dengannya.
Kata cerai memang menyakiti hati Aida, tapi seakan-akan semuanya semakin jenuh di dalam otaknya, sehingga tidak ada lagi kata lain yang bisa dipikirkannya soal hubungannya dengan Reiko.
Aku lelah. Dan aku tidak tahu alasan apa lagi yang bisa kugunakan untuk mempertahankan rumah tanggaku. Lagian dia bilang, memang sudah batas waktunya sebentar lagi selesaikan? Ini juga sudah satu setengah bulan berlalu dari waktu dia pergi ke Abu Dhabi.
Aida tidak tahu apa Reiko bersama dengan Brigita atau tidak. Tapi memang, dia sangat kesal dari hari ke hari dan hatinya makin lama makin merasa perih s
"Mas Farhan, terima kasih ya, bantuannya selama aku ada di Kairo. Mas Farhan sudah banyak memberikan kemudahan untukku. Benar kata Kakek, kalau aku harus menghubungi Mas Farhan karena Mas Farhan sudah tahu bagaimana harus berhubungan dengan orang-orang di sini termasuk para pejabatnya."Beberapa jam sebelum perasaan Aida timbul, untung saja Reiko sedang tidak mengingat seberapa bencinya dia dengan Farhan. Makanya, dia menuruti perintah kakeknya yang disampaikan pada ayahnya, Endra Adiwijaya supaya Reiko menghubungi menantu dari Waluyo.Hasilnya luar biasa. Dia bisa mengembangkan perusahaan kreteknya lebih mudah daripada Reiko mengembangkan di Abu Dhabi, dilihat dari history grafik perkembangannya."Hahaha … Mas Reiko bisa saja. Ini semua karena memang sudah ada pelanggan di Mesir yang sering membeli produknya perusahaan Mas Reiko, dari ca
"Assalamu'alaikum, Syekh." Reiko cium tangan, sama seperti Farhan."Duduklah.""Iya, terima kasih, Farhan."Reiko menurut, karena dia ingin tahu apa yang terjadi pada dirinya. Dia duduk di hadapan pria yang memiliki janggut lebat tapi wajahnya putih berseri dengan senyum menenangkan.Melihat wajahnya, berasa hatinya juga ikut tenang. Tapi Reiko tetap diam karena memang dia belum ditegur. Entah apa yang dilakukan olehnya, tapi memang pria itu memandang Reiko cukup lama, lalu, kemudian wajahnya terlihat sulit sebelum matanya menatap kembali pada Farhan dan menyuruh mereka berdua minum stok air zam-zam yang dimilikinya, asli dari tanah suci.Mereka bicara apa, ya? Farhan mulai mengobrol dengan Syekh Abdurrahman.Haduh
"Huh, ledakan? Apa yang terjadi di dalam, ya?"Reiko sambil berpikir, dia lari mengikuti orang-orang yang berlari menjauhi ledakan, cari aman. Sampai dikiranya kondisi cukup aman, barulah Reiko mengeluarkan handphone-nya untuk bertanya pada karyawannya apa yang terjadi di sana. Sekaligus ingin memastikan, apakah ada karyawannya yang terjebak di dalam dan apa orang-orang yang akan ditemuinya juga terjebak di dalam.Syukurlah mereka baik-baik saja.Belum diketahui apa penyebab kecelakaan itu. Tapi mereka sudah membuat jadwal baru di hotel di sebelahnya.Karena memang, pertemuan ini cukup penting untuk Reiko, dia pun menuju ke hotel yang bersebelahan dengan hotel di lokasi kebakaran. Agak sedikit rumit pemeriksaan masuk ke dalam hotel itu.Maklum saja, hotel sebelahnya habis kecelakaan, maka security di
"Arrrgh."Bener, mereka bukan manusia. Mereka zombie seperti di film zombie, kah?Reiko yang menyadari bahaya, dia pun mundur beberapa langkah mengikuti instingnya.DOR! DOR! DOR!"Bodoh. Kau tahu lorong ini sepi dan ada seseorang yang sedang dikeroyok, seharusnya kau tidak datang ke sini. Lari sejauh-jauhnya jika kau normal. Untung mereka tak agresif dan langsung menyerangmu!” sentak pria yang masih belum bisa dilihat wajahnya oleh Reiko saat dia menembaki satu per satu mayat hidup yang tadi menyerangnya.Huh, hebat sekali dia. Sekali tembak kepala Zombie itu hancur.Tapi sebenarnya, kehebatan itu tak akan ada guna kalau Reiko tidak datang dan mendistraksi Zombie yang menyerangnya. Tentu saja pria itu tidak akan pernah berhasil menembaki satu persatu musuhnya tadi.Senjatanya tadi terjatuh. Kalau dia menunduk, dia sudah kena tindih oleh manusia setengah hidup itu. Kalau tadi dia tidak mengambil senjatanya, posisinya sudah terpojok. Dan tak tahu lagi bagaimana harus menyelamatkan diri
"Reiko Byakta Adiwijaya. Siapa yang tidak tahu tentang dirimu?""Tidak semua orang di dunia tahu tentang aku. Siapa kau? Dan kenapa zombie ada di sana? Apa yang terjadi sebenarnya?"Seseorang yang ada di hadapan Reiko itu tidak terlihat wajahnya. Dan wajar jika Reiko curiga padanya lalu mulai meninggikan suaranya."Kau memang tidak mengenalku, tapi aku mengenalmu dan itu sudah cukup.""Ini tidak adil. Kau tahu aku, tapi aku tak tahu dirimu siapa.""Tidak penting. Sekarang yang penting, apa yang terjadi pada dirimu ... sampai kau bisa mengendalikan para Android itu?"Nah, pria yang bersama Reiko memang penasaran ini dari tadi. Android itu mengikuti semua yang Reiko katakan. Ini adalah sebuah penemuan yang penting. Jelas saja membuat Reik
"Sudah, aku tidak bisa jelaskan lebih dari ini."Kata-kata ini mendistraksi Reiko dari pikirannya soal Aida."Aku harus mencari temanku. Mungkin dia tertangkap oleh Android, atau mungkin terkena ledakan, aku tidak tahu. Aku mau mencoba berkoordinasi.""Mungkin temanmu yang lain tahu?""Tidak, aku shadow team satu-satunya. Dia sendirian. Aku dikirim untuk mengamankan barang.""Maksudnya?""Kau tak akan mengerti. Ayo, antar aku ke penginapanmu dan aku juga akan menyiapkan penerbanganmu di airportmalam ini juga.""Huh, apa? Aku di sini masih ada urusan bisnis. Kau tidak bisa membuatku pergi dari sini.""Katakan saja apa yang harus kau lakukan. Aku yang akan menggantikanmu.""Kau?"Makin bingung Reiko saat Reizo mengangguk dan menyuruhnya mengikuti."Aku tidak ingin ada yang tahu kau bersama denganku. Cepatlah. Sebelum pengirim android itu beraksi."Dia menarik Reiko pada satu kendaraan yang disembunyikannya di salah satu rumah di pinggir jalan."Tunggu dulu. Aku tidak mengerti ini. Aku t
[Kau ingin ke Amerika?][Ya. Ada yang penting.] Reiko teringat sesuatu. Dia ingin mengingat semua ingatannya itu.Mungkinkah aku hilang ingatan seperti ini karena kecelakaan yang terjadi padaku ini dibuat oleh Reyhan? Dia ingin membunuhku, kah? Dia sangat membenciku dan dari segi bisnis, kami memang bersaing. Dia selalu merendahkanku setiap kali aku bertemu dengannya di kantor Kakek. Aku melihatnya seakan-akan dia ingin menertawaiku.Sungguh, Reiko tidak lagi mengingat tentang obat yang diberikan Brigita juga. Dia sangat terganggu dengan rivalnya yang merupakan anak menantu Pak Leknya itu.[Kau mau apa ke sana?][Aku ingin bertemu dengannya. Papaku menyuruhku bertemu dengannya dan sebenarnya aku mengagendakan ini setelah aku pulang dari Abu Dhabi. Aku sudah menyimpan alamatnya. Papaku sudah mengirimkannya padaku. Boleh aku menemuinya?]Endra Adiwijaya, dia memang ingin sekali putranya datang menemui temannya. Dia sudah memastikan Reiko pergi dengan siapa sebelum memberikan alamat itu.
"Menginap, saya rasa itu ide yang bagus. Tapi saya harus menginfokan pada sopir saya dulu, apakah dia akan kembali atau menunggu saya.""Ah, kalau kau butuh kendaraan, tidak perlu pakai sopir sewaan, kami bisa kok mengakomodasimu.""Saya akan coba bicara dulu, karena ini semua disiapkan oleh teman saya yang ada di Amerika dan mohon maaf,Nyonya Anderson. Apa bisa, Anda tidak menceritakan tentang kedatangan saya pada Papa saya dulu? Karena, dia pasti akan marah pada saya, karena saya kabur dari agenda yang sudah direncanakan di Maroko.""Ah, tentu saja. Kau jangan khawatir. Kami tidak akan bicara apa pun pada Endra sebelum kau mengizinkan."Mereka berdua dokter dan mereka tahu dari Endra, kalau anaknya datang ke sana untuk mengobati penyakitnya. Penyakit yang ayahnya Reiko juga tidak tahu. Karena kode etik dokter, mereka tidak bisa membuka penyakit pasien mereka tanpa izin.Dasar sial, kau. Sopirmu meneleponmu dan menanyakan apa dia harus tetap di sini atau tidak, kau mengangkatnya. Tap