"Hah?" Brigita bingung.
"Kamu bukannya nggak suka sama teh manis?"
"Mungkin tidak ada salahnya meminum ini asal gak sering-sering?"
Tapi tidak dengan orang yang di sampingnya yang justru menikmati sekali seruputan demi seruputan yang masuk ke dalam mulutnya.
Sesuatu yang memang sudah dirindukannya.
Lagi-lagi kamu melanggar janjimu padaku. Aku bilang tiga jam kita pulang dari rumah keluarga Prayoga. Jangan bilang apa-apa pada mereka yang tidak masuk akal. Kau malah bergosip dengan Dimas. Apa yang kalian bahas? Kepergianku ke Kudus atau apa? Berusaha
"Aku sedang memikirkan itu jugaGrandpa, tapi aku sedang menunggu momen yang pas karena ini ada hubungannya dengan keluarga Tasya."Rasanya ingin sekali Tasya menjitak pria di sampingnya karena sudah menyerempet ke pembahasan yang membuat Philips tidak jadi pergi justru melirik padanya.Sekarang apa yang dia pikirkan tentang aku? Menjadikan cucunya sebagai alat balas dendam untuk membalas perbuatan keluargaku?Tasya tidak tahu tapi kalau sudah dihadapkan dengan kejadian seperti sekarang dia jadi selalu saja negatif.Rasanya sulit sekali untuk berpikir sedikit positif tentang seseorang.
Kabar ini adalah kabar baikkalau GeraldPeterson bukanlah pria yang tadi kutemui di bandara. Tapi bagaimana kalau dia adalah pria yang kutemui di bandara? Kurasa ini adalah kabar buruk yang berarti--Brigita tidak berani menjawab pertanyaan dari Brice yang ada dia menelan salivanya dan bingung sendiri.Kira-kira apakah benar yang dibilang Tommy kalau Gerald Peterson adalah RichardPeterson?Inginnya Brigita tidak mempercayai itu.Brice:Halo, Nona Brigita? Kenapa aku tidak mendengar suaramu?Brigita:Oh, ehm...
Reiko: Presentasi untuk MTC?Brigita:Kau tidak mau? Kau ingin aku yang melakukannya dengan semua ketidakstabilan pada diriku dan kau ingin aku menghancurkan semua impianku betul-betul?Reiko:Hei aku hanya bertanya padamu, Bee. Jelas aku mau melakukannya. Aku akan melakukannya. Kau jangan khawatir. Beritahu saja kapan tanggalnya. Aku akan mempelajari bahan-bahannya semua. Kau tidak perlu maju di sana.Brigita:Sudahlah, kalau kau memang tidak mau tidak perlu memaksakan dirimu. Lagi pula apa pentingnya impianku bagimu?Reiko:Jangan bilang begitu. Tentu saja kau sangat penting untukku. Aku akan melakukannya unt
"Fuuuh."Reiko masih di depan jendela besar di ruang kerjanya dia menghempaskan napas pelan dengan perasaan penat di kepalanya.Tak sangka dirinya kalau dia tadi berdebat lumayan denganBrigita.Mereka sudah lama sekali tidak bertemu. Tapi perdebatan di antara mereka seakan-akan tidak pernah bisa dihentikan.Wajar saja aku yang sudah berjanji banyak padanya dan kini aku tidak bisa menepatinya malah aku senang-senang dengan wanita lain. Mendapatkan kebahagiaanku sendiri sedangkan dirinya hancur lebur. Bagaimana dia tidak marah padaku?Rasa bers
"Iya aku mengerti. Lagian, kalaupun aku nanti berangkat ke Eropa untuk presentasi aku nggak berangkat sendirian kok, Ai!""Eh, maksudnya Mas Reiko berangkat sama Seno? Tapi nanti apa tidak apa-apa kalau ada Seno? kan dia ndak tahu apa-apa. Seno ndak akan cerita-cerita sama Romo? Atau ndak lebih baik sama Deni saja?"Sebuah prasangka yang membuat Reiko malah tersenyum dan kini tangan kirinya menepuk-nepuk kepala istrinya yang masih tertutup kerudung."Ngapain aku pergi sama Seno?" Pria itu menatap istrinya yang belum tahu harus menjawab apa."Dan ngapain juga aku berangkat dengan Deni kalau aku bisa berangkat sama istriku sendiri?"
"Ehm, ya... Mungkin aja itu yang kamu inginkan? Kan kita berbagi sama anak-anak yatim."Reiko yang melihat senyum istrinya tak yakin juga sih dengan ucapannya.Tapi rasa-rasanya itu yang paling masuk akal karena tadi ide itu yang muncul dari benak Aida dan disampaikan kepadanya."Hihi, Mas, aku ndak sama sekali minta itu. Aku hanya kasih Mas Reiko solusi yang lebih berguna untuk uangnya Mas Reiko." Lalu Aida melangkah lebih dekat sehingga kini kedua tangannya ada di meja itu agak sedikit menekan di saat dia menatap suaminya."Ingat lima perkara Mas, sehat sebelum sakit, kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit, muda sebelum tua, lalu hidup sebelum mati," setelah bicara, senyum Aida terurai ketika dia memegang satu telapak tangan suaminya, menjadikannya sandwich diantara telapak tangan kanan dan tangan kirin
"Hmm. Aku harus bertemu dengannya. Dan aku juga harus mengajakmu bertemu dengannya. Karena kita memang harus bertemu dengannya!"Reiko lalu senyum-senyum sangat bersemangat."Pokoknya kita harus bertemu dengan Nyonya Aifah. Aku sudah janji padanya kalau aku akan membawamu, memperkenalkan kepadanya. Dia juga penasaran denganmu dan nanti saat dia melihatmu aku yakin sekali dia pasti tahu kalau kamu adalah istri terbaik untukku!"Lagi-lagi Reiko bicara dengan pandangan matanya yang membuat wajah Aida sedikit memerah."Mas Reiko habiskan makanannya!"Makanya tak mau merespon itu Aida memilih memfokuskan dirinya pada urusan yang lain."Aku yakin dia seneng banget kalau nanti udah ketemu kamu dan ngeliat kalau kamu jadi istri aku!"
"Hehehe. Mbak Aida tanya apa sih?"Tak ada yang bisa dilakukan oleh Inggrid kecuali berpura-pura bodoh seakan-akan dia tidak tahu apa yang dimaksud oleh Aida."Ehem!"Tapi Aida tak peduli dia malah menyikut Inggrid, ingin tahu lebih jauh."kamu sama Seno maksudku. Kalian punya rasa bukan satu sama lain?" Aida masih mencecar."Ssssh! Mbak Aida nih!""Jujur padaku, apa Seno mengungkapkan tentang rasanya padamu?"Maunya Inggrid tidak curhat apapun. Dia tidak mau bercerita karena Inggrid juga tidak pernah memaksa Aida untuk menceritakan sesuatu. Dia menghargai privasi. Seakan-akan tak mau peduli dengan urusan Aida meski sebetulnya dia penasaran.Tapi
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku