"Aku sedang memikirkan itu juga Grandpa, tapi aku sedang menunggu momen yang pas karena ini ada hubungannya dengan keluarga Tasya."
Rasanya ingin sekali Tasya menjitak pria di sampingnya karena sudah menyerempet ke pembahasan yang membuat Philips tidak jadi pergi justru melirik padanya.
Sekarang apa yang dia pikirkan tentang aku? Menjadikan cucunya sebagai alat balas dendam untuk membalas perbuatan keluargaku?
Tasya tidak tahu tapi kalau sudah dihadapkan dengan kejadian seperti sekarang dia jadi selalu saja negatif.
Rasanya sulit sekali untuk berpikir sedikit positif tentang seseorang.
Kabar ini adalah kabar baikkalau GeraldPeterson bukanlah pria yang tadi kutemui di bandara. Tapi bagaimana kalau dia adalah pria yang kutemui di bandara? Kurasa ini adalah kabar buruk yang berarti--Brigita tidak berani menjawab pertanyaan dari Brice yang ada dia menelan salivanya dan bingung sendiri.Kira-kira apakah benar yang dibilang Tommy kalau Gerald Peterson adalah RichardPeterson?Inginnya Brigita tidak mempercayai itu.Brice:Halo, Nona Brigita? Kenapa aku tidak mendengar suaramu?Brigita:Oh, ehm...
Reiko: Presentasi untuk MTC?Brigita:Kau tidak mau? Kau ingin aku yang melakukannya dengan semua ketidakstabilan pada diriku dan kau ingin aku menghancurkan semua impianku betul-betul?Reiko:Hei aku hanya bertanya padamu, Bee. Jelas aku mau melakukannya. Aku akan melakukannya. Kau jangan khawatir. Beritahu saja kapan tanggalnya. Aku akan mempelajari bahan-bahannya semua. Kau tidak perlu maju di sana.Brigita:Sudahlah, kalau kau memang tidak mau tidak perlu memaksakan dirimu. Lagi pula apa pentingnya impianku bagimu?Reiko:Jangan bilang begitu. Tentu saja kau sangat penting untukku. Aku akan melakukannya unt
"Fuuuh."Reiko masih di depan jendela besar di ruang kerjanya dia menghempaskan napas pelan dengan perasaan penat di kepalanya.Tak sangka dirinya kalau dia tadi berdebat lumayan denganBrigita.Mereka sudah lama sekali tidak bertemu. Tapi perdebatan di antara mereka seakan-akan tidak pernah bisa dihentikan.Wajar saja aku yang sudah berjanji banyak padanya dan kini aku tidak bisa menepatinya malah aku senang-senang dengan wanita lain. Mendapatkan kebahagiaanku sendiri sedangkan dirinya hancur lebur. Bagaimana dia tidak marah padaku?Rasa bers
"Iya aku mengerti. Lagian, kalaupun aku nanti berangkat ke Eropa untuk presentasi aku nggak berangkat sendirian kok, Ai!""Eh, maksudnya Mas Reiko berangkat sama Seno? Tapi nanti apa tidak apa-apa kalau ada Seno? kan dia ndak tahu apa-apa. Seno ndak akan cerita-cerita sama Romo? Atau ndak lebih baik sama Deni saja?"Sebuah prasangka yang membuat Reiko malah tersenyum dan kini tangan kirinya menepuk-nepuk kepala istrinya yang masih tertutup kerudung."Ngapain aku pergi sama Seno?" Pria itu menatap istrinya yang belum tahu harus menjawab apa."Dan ngapain juga aku berangkat dengan Deni kalau aku bisa berangkat sama istriku sendiri?"
"Ehm, ya... Mungkin aja itu yang kamu inginkan? Kan kita berbagi sama anak-anak yatim."Reiko yang melihat senyum istrinya tak yakin juga sih dengan ucapannya.Tapi rasa-rasanya itu yang paling masuk akal karena tadi ide itu yang muncul dari benak Aida dan disampaikan kepadanya."Hihi, Mas, aku ndak sama sekali minta itu. Aku hanya kasih Mas Reiko solusi yang lebih berguna untuk uangnya Mas Reiko." Lalu Aida melangkah lebih dekat sehingga kini kedua tangannya ada di meja itu agak sedikit menekan di saat dia menatap suaminya."Ingat lima perkara Mas, sehat sebelum sakit, kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit, muda sebelum tua, lalu hidup sebelum mati," setelah bicara, senyum Aida terurai ketika dia memegang satu telapak tangan suaminya, menjadikannya sandwich diantara telapak tangan kanan dan tangan kirin
"Hmm. Aku harus bertemu dengannya. Dan aku juga harus mengajakmu bertemu dengannya. Karena kita memang harus bertemu dengannya!"Reiko lalu senyum-senyum sangat bersemangat."Pokoknya kita harus bertemu dengan Nyonya Aifah. Aku sudah janji padanya kalau aku akan membawamu, memperkenalkan kepadanya. Dia juga penasaran denganmu dan nanti saat dia melihatmu aku yakin sekali dia pasti tahu kalau kamu adalah istri terbaik untukku!"Lagi-lagi Reiko bicara dengan pandangan matanya yang membuat wajah Aida sedikit memerah."Mas Reiko habiskan makanannya!"Makanya tak mau merespon itu Aida memilih memfokuskan dirinya pada urusan yang lain."Aku yakin dia seneng banget kalau nanti udah ketemu kamu dan ngeliat kalau kamu jadi istri aku!"
"Hehehe. Mbak Aida tanya apa sih?"Tak ada yang bisa dilakukan oleh Inggrid kecuali berpura-pura bodoh seakan-akan dia tidak tahu apa yang dimaksud oleh Aida."Ehem!"Tapi Aida tak peduli dia malah menyikut Inggrid, ingin tahu lebih jauh."kamu sama Seno maksudku. Kalian punya rasa bukan satu sama lain?" Aida masih mencecar."Ssssh! Mbak Aida nih!""Jujur padaku, apa Seno mengungkapkan tentang rasanya padamu?"Maunya Inggrid tidak curhat apapun. Dia tidak mau bercerita karena Inggrid juga tidak pernah memaksa Aida untuk menceritakan sesuatu. Dia menghargai privasi. Seakan-akan tak mau peduli dengan urusan Aida meski sebetulnya dia penasaran.Tapi
Haduh, gimana nih?Sejujurnya Aida sangat cemas. Tapi dia tidak mungkin memperlihatkan kecemasannya ini di depan Inggrid yang pasti akan bertanya-tanya dan Aida khawatir akan membuat gadis itu cemas lalu menceritakan semua pada keluarganya.Aida tidak mau merepotkan semua orang dan membuat spekulasi. Dia juga tidak mau membuat suaminya banyak pikiran makanya Aida menuruti melakukan apa yang diperintahkan Reiko yang juga ikut ke kamar bersama dengannya untuk membawa koper yang sudah mereka siapkan.Reiko berencana untuk menaruh mobilnya di bandara. Dan mereka akan mendapatkan lounge khusus sebagai tamu VIP selama menunggu penerbangan. Jadi tak masalah baginya kalau mereka berangkat lebih dulu.Lagian saat dia pulang ini sudah jam sembilan malam. Perjalanan ke bandara bisa menghabiskan waktu satu sampa