"Ih--"
"Tutup matamu!"
Baru Aida mau menimpali sudah kena marah. Terpaksa dia kembali menutup matanya selama pria di hadapannya itu bermain dengan perlengkapan make up milik kekasihnya.
Yang pasti mau protes juga tidak bisa. Aida hanya ngedumel sendiri saja menyayangkan beberapa hari terakhir ini nasibnya begitu sial.
Padahal aku sudah berharap selama lima tahun aku tinggal dengannya hidupku akan adem ayem dan aku akan menghindari semua konflik apapun dengannya dan kekasihnya. Tapi baru satu setengah bulan seperti ini saja aku sudah repot banget dengan kedua tanganku dan kakiku juga dua-duanya jadi korban. Sekarang wajah
"Bagiamana keadaanmu, Nduk?"Adiwijaya memang sudah tidak sabar ingin menanyakan bagaimana kondisi Aida makanya ketika Aida yang digendong Reiko sudah sekitar semeter lagi mendekat ke arah ruang tamu, pertanyaan itu tak sabar dilontarkannya."Tidak perlu berdiri Kakek. Biar aku yang ke sana saja. Seperti yang kakek lihat, aku baik-baik saja. Bagaimana kondisi Kakek?"Banyak sekali dia bertanya pada kakekku,seru hati Reiko yang kini melirik Aida. Tentu saja wanita itu tak mempedulikannya dan sedang tak menatapnya.Tapi sepertinya dia tak merasa bersalah tak sopan memberikan pertanyaan sebanyak itu?
"Kakek mau makan apa? Tapi aku lihat dulu bahannya, kalau gak ada, aku beli dulu sebentar di freshmarket bawah.""Ndak usah beli." Adiwijaya merespon cepat."Buat dengan bahan yang ada saja, Le. Tadi kamu buat apa untuk istrimu? Buatkan yang sama ndak apa-apa kok.""Oh,ya sudah sebentar aku buatkan kakek.”Terpaksa Reiko harus menjawab seperti itu. Meskipun hatinya sebenarnya bersungut.Aku sudah kelelahan padahal,keluh hati Reiko.Dari kemarin pi
Hah, kenapa aku jadi mikirin? Biarin aja sih. Hahaha, moga deh dia bahagia ama ratu lebahnya. Seneng kan punya temen zina bisa segala macam.Tak tahulahkenapa. Tapi memikirkan ini Aida jadi kurang enak moodnya."Ehem."Tapi kakek kayaknya merasa sedih sekali karena cucunya melakukan sama seperti yang dia lakukan. Ah, apa dia khawatir kalau aku akan membuat anaknya menjadi budak? karena itu semua kan pekerjaan wanita?Aida jadi tidak enak hati.Karena itulah,
Habis sudah, selesaihidupku.Gemetar kaki Aida.Mati aku setelah Romo Adiwijaya pulang cucunya bisa menggorokku.Kengerian hati Aida lagi yang hanya bisa tersenyum kikuk mendengar ucapan dari Adiwijaya.Aida tak berani sama sekali menatap Reiko yang entah akan berpikir apa di dalam benaknya mendengar ini."Buka mulutmu, makan dulu. Yang dibilang kakek benar."Haah, beneran habis deh aku.Sepertinya Reiko paham apa yang dimaksud kakeknya. Aida makin ngeri.
"Hihi.""Loh, kok guyu? Yang aku ceritakan itu betulan."Ya dua-duanya memang sangat suka sekali dengan burung."Iya kakek, aku percaya," ucap Aida.Aida tahu kalau keduanya kolektor. Banyak sekali peliharaannya. Ayahnya juga sering cerita karena itu hobi Laksono juga. Dan sebenarnya, setahu Aida, Waluyo punya beberapa burung. Tak mungkin kan, tak ada temannya burung-burung itu?"Kalau ndak ada aku, ya dia ndak ada teman buat tanya-tanya kalau manuk-e sakit. Lagian, dia itu kan apa-apanya aku. Ya ndak pagi, siang, sore pasti ke rumah kok. Sejak nenekn
Hahahah. Bilang saja kakek kalau kau takut kalah bermain catur dengannya.Reiko berbisik di hatinya. Entahkenapa ini membuat Reiko justru merasa puas apalagi kakeknya sepertinya sudah ketar-ketir"Kakek, apa maksudnya pekerjaan di pabrik yang harus kakek hadiri dan ada rapat penting?""Oh, ya, ya itulah, namanya wes tue, suka sulit konsentrasi kakek, Nduk.""Tapi kakek masih hebat loh, sudah umur segini masih pandai bermain catur, ngalahin pakdeku lagi."Maklum saja tadi Adiwijaya bicaranya buru-buru. Jadi tidak sinkron apa yang ingin dia kat
"Oh ndak bisa, Le. Kakek itu sekarang sedang buru-buru."Khawatir diajak bermain catur, Adiwijaya berkelit lagi."Tadi itu kakek hanya menjelaskan saja kalau Farhan itu orang yang berpengaruh. Tadi kamu yang nanya juga.""Yakin, kakek ndak mau main catur dulu sambil ngobrol? Itu kan Kakek belum cerita semua berpengaruh seperti apa orang yang tadi kakek bilang itu?"Karena itu kakeknya benar-benar sinis menatap Reiko yang memb
Mati aku.Benar-benar mati aku sekarang. Dia sudah tutup pintu, kakeknya sudah pergi.Tak lega rasanya hati Aida ketika memikirkan ini.Dari saat Reiko ada di pintu, Aida juga sama sekali tak peduli apa yang mereka bisik-bisikkan di depan sana.Yang dia pikirkan adalah bagaimana cara dirinya bisa menjelaskan semuanya kepada Reiko.Tapi sampai suara pintu itu tertutup pun dia masih belum menemukan alasan yang tepat.Habislah aku nih.Aida tak berani menatap Reiko. Dia lebih memilih untuk menundukkan kepalanya saja dala