Habis sudah, selesai hidupku.
Gemetar kaki Aida.
Mati aku setelah Romo Adiwijaya pulang cucunya bisa menggorokku. Kengerian hati Aida lagi yang hanya bisa tersenyum kikuk mendengar ucapan dari Adiwijaya.
Aida tak berani sama sekali menatap Reiko yang entah akan berpikir apa di dalam benaknya mendengar ini.
"Buka mulutmu, makan dulu. Yang dibilang kakek benar."
Haah, beneran habis deh aku. Sepertinya Reiko paham apa yang dimaksud kakeknya. Aida makin ngeri.
"Hihi.""Loh, kok guyu? Yang aku ceritakan itu betulan."Ya dua-duanya memang sangat suka sekali dengan burung."Iya kakek, aku percaya," ucap Aida.Aida tahu kalau keduanya kolektor. Banyak sekali peliharaannya. Ayahnya juga sering cerita karena itu hobi Laksono juga. Dan sebenarnya, setahu Aida, Waluyo punya beberapa burung. Tak mungkin kan, tak ada temannya burung-burung itu?"Kalau ndak ada aku, ya dia ndak ada teman buat tanya-tanya kalau manuk-e sakit. Lagian, dia itu kan apa-apanya aku. Ya ndak pagi, siang, sore pasti ke rumah kok. Sejak nenekn
Hahahah. Bilang saja kakek kalau kau takut kalah bermain catur dengannya.Reiko berbisik di hatinya. Entahkenapa ini membuat Reiko justru merasa puas apalagi kakeknya sepertinya sudah ketar-ketir"Kakek, apa maksudnya pekerjaan di pabrik yang harus kakek hadiri dan ada rapat penting?""Oh, ya, ya itulah, namanya wes tue, suka sulit konsentrasi kakek, Nduk.""Tapi kakek masih hebat loh, sudah umur segini masih pandai bermain catur, ngalahin pakdeku lagi."Maklum saja tadi Adiwijaya bicaranya buru-buru. Jadi tidak sinkron apa yang ingin dia kat
"Oh ndak bisa, Le. Kakek itu sekarang sedang buru-buru."Khawatir diajak bermain catur, Adiwijaya berkelit lagi."Tadi itu kakek hanya menjelaskan saja kalau Farhan itu orang yang berpengaruh. Tadi kamu yang nanya juga.""Yakin, kakek ndak mau main catur dulu sambil ngobrol? Itu kan Kakek belum cerita semua berpengaruh seperti apa orang yang tadi kakek bilang itu?"Karena itu kakeknya benar-benar sinis menatap Reiko yang memb
Mati aku.Benar-benar mati aku sekarang. Dia sudah tutup pintu, kakeknya sudah pergi.Tak lega rasanya hati Aida ketika memikirkan ini.Dari saat Reiko ada di pintu, Aida juga sama sekali tak peduli apa yang mereka bisik-bisikkan di depan sana.Yang dia pikirkan adalah bagaimana cara dirinya bisa menjelaskan semuanya kepada Reiko.Tapi sampai suara pintu itu tertutup pun dia masih belum menemukan alasan yang tepat.Habislah aku nih.Aida tak berani menatap Reiko. Dia lebih memilih untuk menundukkan kepalanya saja dala
BRAAAK!"Haaah."Sambil menghempaskan napas pelan, Reiko mengucek kepalanya yang pening dan dia juga merogohkan tangannya ke saku celananya."Fuuuh, gara-gara kau pekerjaanku semuanya jadi berantakan,"protes Reiko dengan tangannya yang sedang menggulir layar handphonenya dan kakinya yang berjalan pelan menuju ke arah sisi tempat tidur karena dia ingin duduk sedikit meregangkan tubuhnya dari pegal."Tidak kau. Tidak keluargamu. Tidak pamanmu. Tidak calon menantunya. Semuanya menyusahkanku saja," keluh Reiko lagi, sebelum dia menempelkan handphone ke telinganya menunggu jawaban dari ujung sana.&
Tapi ada bagusnya juga dia tidur seperti itu. Daripada dia berisik saja.Suara seorang pria yang bicara hanya terdengar di telinganya saja saat ini berkomentar dan langkah kakinya bergerak menuruni tangga dengan matanya yang masih mengarah pada Aida.“Pulas sekali dia tidur? Bahkan tidak membersihkan wajahnya dulu.''Reiko geleng-geleng kepala.“Heish, kenapa sekarang aku malah bodoh sekali? Turun ke sini tidak membawa apapun. Padahal aku tadi ingin ngangkut sampah juga,” serunya lagi yang kembali lagi naik ke atas, membiarkan Aida tetap tidur di sana.
"Eeh, P-pak ... jangan macam-macam!"Baru bangun tidur sudah diperlakukan seperti ini rasanya Aida berasa seperti mimpi, tapi Aida sadar, dirinya tak akan membiarkan semua ini terjadi meski hanya mimpi."Macam-macam pada istriku sendiri tak masalah kan?""Hah,Bapak minta aja sama kekasihBapak tuh. Jangan ke saya. MenjauuhPak."Sontak kedua telapak tangan Aida pun mendorong seseorang yang wajahnya sudah kurang dari lima belas senti lagi mendekat.Tapi,"L
"SiapPak.""Eish, jangan bicara!"Reiko menaruh jari telunjuknya di bibirnya sendiri untuk melarang Aida mengeluarkan satu kata pun bahkan untuk menjawabnya.Teman bisnisnya kah?Aida mencoba nebak-nebaksiapa yang sedang diajak bicara oleh Reiko di saat pria itu sudah melihat layar handphonenya lagi dan mencet tombol hijau sebelum menempelkan handphonenya ke telinga.