"Heeeh, emang cukup waktunya buat ke salon?" tanya Aida dengan pandangan matanya yang mendongak menatap pria yang tak menengok padanya.
Pandangan mata Reiko mengarah jauh ke depan dan diam-diam ini juga membuat Aida mengumpat dalam hatinya
Kenapa juga aku harus mendongak dan melihat dia? Sedekat ini dan tak menampik, dia tampan, bisik hati Aida yang mencoba untuk mengusir semua pemikirannya soal ini.
Masalahnya Reiko begitu dekat dengannya, dari aroma tubuhnya dan tidak bisa dipungkiri juga kalau memang dia menarik.
Walaupun Aida tidak mau memperhatikan ini tapi hatinya tidak bisa bohong mengatakan kalau orang yang se
"Ih--""Tutup matamu!"Baru Aida mau menimpali sudah kena marah. Terpaksa dia kembali menutup matanya selama pria di hadapannya itu bermain dengan perlengkapan make up milik kekasihnya.Yang pasti mau protes juga tidak bisa. Aida hanya ngedumel sendiri saja menyayangkan beberapa hari terakhir ini nasibnya begitu sial.Padahal aku sudah berharap selama lima tahun aku tinggal dengannya hidupku akan adem ayem dan aku akan menghindari semua konflik apapun dengannya dan kekasihnya. Tapi baru satu setengah bulan seperti ini saja aku sudah repot banget dengan kedua tanganku dan kakiku juga dua-duanya jadi korban. Sekarang wajah
"Bagiamana keadaanmu, Nduk?"Adiwijaya memang sudah tidak sabar ingin menanyakan bagaimana kondisi Aida makanya ketika Aida yang digendong Reiko sudah sekitar semeter lagi mendekat ke arah ruang tamu, pertanyaan itu tak sabar dilontarkannya."Tidak perlu berdiri Kakek. Biar aku yang ke sana saja. Seperti yang kakek lihat, aku baik-baik saja. Bagaimana kondisi Kakek?"Banyak sekali dia bertanya pada kakekku,seru hati Reiko yang kini melirik Aida. Tentu saja wanita itu tak mempedulikannya dan sedang tak menatapnya.Tapi sepertinya dia tak merasa bersalah tak sopan memberikan pertanyaan sebanyak itu?
"Kakek mau makan apa? Tapi aku lihat dulu bahannya, kalau gak ada, aku beli dulu sebentar di freshmarket bawah.""Ndak usah beli." Adiwijaya merespon cepat."Buat dengan bahan yang ada saja, Le. Tadi kamu buat apa untuk istrimu? Buatkan yang sama ndak apa-apa kok.""Oh,ya sudah sebentar aku buatkan kakek.”Terpaksa Reiko harus menjawab seperti itu. Meskipun hatinya sebenarnya bersungut.Aku sudah kelelahan padahal,keluh hati Reiko.Dari kemarin pi
Hah, kenapa aku jadi mikirin? Biarin aja sih. Hahaha, moga deh dia bahagia ama ratu lebahnya. Seneng kan punya temen zina bisa segala macam.Tak tahulahkenapa. Tapi memikirkan ini Aida jadi kurang enak moodnya."Ehem."Tapi kakek kayaknya merasa sedih sekali karena cucunya melakukan sama seperti yang dia lakukan. Ah, apa dia khawatir kalau aku akan membuat anaknya menjadi budak? karena itu semua kan pekerjaan wanita?Aida jadi tidak enak hati.Karena itulah,
Habis sudah, selesaihidupku.Gemetar kaki Aida.Mati aku setelah Romo Adiwijaya pulang cucunya bisa menggorokku.Kengerian hati Aida lagi yang hanya bisa tersenyum kikuk mendengar ucapan dari Adiwijaya.Aida tak berani sama sekali menatap Reiko yang entah akan berpikir apa di dalam benaknya mendengar ini."Buka mulutmu, makan dulu. Yang dibilang kakek benar."Haah, beneran habis deh aku.Sepertinya Reiko paham apa yang dimaksud kakeknya. Aida makin ngeri.
"Hihi.""Loh, kok guyu? Yang aku ceritakan itu betulan."Ya dua-duanya memang sangat suka sekali dengan burung."Iya kakek, aku percaya," ucap Aida.Aida tahu kalau keduanya kolektor. Banyak sekali peliharaannya. Ayahnya juga sering cerita karena itu hobi Laksono juga. Dan sebenarnya, setahu Aida, Waluyo punya beberapa burung. Tak mungkin kan, tak ada temannya burung-burung itu?"Kalau ndak ada aku, ya dia ndak ada teman buat tanya-tanya kalau manuk-e sakit. Lagian, dia itu kan apa-apanya aku. Ya ndak pagi, siang, sore pasti ke rumah kok. Sejak nenekn
Hahahah. Bilang saja kakek kalau kau takut kalah bermain catur dengannya.Reiko berbisik di hatinya. Entahkenapa ini membuat Reiko justru merasa puas apalagi kakeknya sepertinya sudah ketar-ketir"Kakek, apa maksudnya pekerjaan di pabrik yang harus kakek hadiri dan ada rapat penting?""Oh, ya, ya itulah, namanya wes tue, suka sulit konsentrasi kakek, Nduk.""Tapi kakek masih hebat loh, sudah umur segini masih pandai bermain catur, ngalahin pakdeku lagi."Maklum saja tadi Adiwijaya bicaranya buru-buru. Jadi tidak sinkron apa yang ingin dia kat
"Oh ndak bisa, Le. Kakek itu sekarang sedang buru-buru."Khawatir diajak bermain catur, Adiwijaya berkelit lagi."Tadi itu kakek hanya menjelaskan saja kalau Farhan itu orang yang berpengaruh. Tadi kamu yang nanya juga.""Yakin, kakek ndak mau main catur dulu sambil ngobrol? Itu kan Kakek belum cerita semua berpengaruh seperti apa orang yang tadi kakek bilang itu?"Karena itu kakeknya benar-benar sinis menatap Reiko yang memb
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku