"Ehem!"
Radit tentu tak berani menolak ucapan Bambang. Dia menaruh kembali buku itu sambil mengangguk di saat Bambang juga memberikan buku yang lainnya.
Sepertinya dia menulis sesuatu lagi di sana. Bambang memang menyimpan lembaran memo yang memang selalu ada di meja sampingnya bersama pulpen kalau dia sedang membaca buku untuk mencatat sesuatu yang penting.
[Aku ingin berterima kasih padamu karena mau bekerja sama dengannya Raditya. Kita tidak boleh terus-terusan membesar-besarkan masalah ini. Sudah waktunya kita memang berdamai dengan Adiwijaya supaya tercipta bisnis yang sehat kedepannya.]
Apa yang bisa dilakukan Radit selain mengangguk?
&n
"Eh, Raditya, kamu mau ke mana? Lihat dulu sini."Nada berusaha untuk menahan pria itu dan dia sudah berdiri menarik tangannya supaya mendekat ke bed sofa itu."Lihat ini gambarnya Riri. Keren kan?"Anakku tidak bisa menggambar seperti ini karena tangannya saja dipegang oleh wanita itu makanya dia bisa menggambar, bisik hati Radit sebenarnya dia malas untuk berbohong tapi karena ini urusannya soal anak."Kamu pintar sekali sayang." Pria itu berlutut sambil sedikit mendongak menatap Riri dan menepuk-nepuk kepalanya dengan senyum yang seakan menunjukkan kalau dia adalah Pria terbaik di dunia yang tak pernah marah.
(Sementara itu, selepas Nada dan Radit meninggalkan Villa)"Harusnya kau tetap di dalam saja Denada.""Hemmm ... Dan membiarkanmu menyulut peperangan dengan seorang Pria di belakang sana dan ujungnya Aida tidak akan pernah bisa diizinkan lagi untuk bertemu dengan putriku Riri?"Nada menyindir sambil melirik wajah suaminya yang masih terlihat keras dan kaku."Aku sudah bilang padamu jangan ikut campur urusanku karena aku mau bicara soal bisnisku saja. Aku tidak membicarakan apapun dengannya kecuali bisnis.""Kalau cuman masalah bisnis kau tidak akan begitu m
"Apa Rasya tidur, Sandi?"Ajudannya sudah kembali tapi mana mereka bertiga? Apa dia ditahan dan sedang bicara dengan Tuan Raditya? Tapi apa yang ingin mereka bicarakan?Saat Riyanti bertanya, Aida yang tangannya masih memegang tangan Riri sontak menengok cepat pada dua pria dewasa yang baru masuk ke dalam Villa dari pintu belakang."Iya Nyonya Riyanti. Saya akan membawanya ke kamar dulu.""Oh ya sudah Sandi, kalau begitu minta bi Ningsih untuk menemanimu. Biarkan dia di dalam sana sama BibNingsih, jadi kalau dia nanti kebangun tidak akan nangis.""
Memalukan. Pasti aku seperti badut bukan?Mata Aida bertautan dengan Reiko yang memang ada di sisinya.Tentu saja dia tidak pede."Wah, cantik sekali. Tante Aida jadi secantik ini karena kamu yang mendandani?"Dia memuji? Tapi dalam hatinya dia pasti menertawaiku bukan? Haish, Sudahlah biarkan saja. Atau memang aku selalu di tertawai olehnya?Aida berusaha menahan dirinya dan berusaha pede."Aduh Rere, kesian Tantenya dong." Nada yang memilih menjawab
Haduh. Apa dia mendapat masalah karena aku sampai dia masih diam dan menahan marahnya?Perjalanan mereka sudah lima belas menit berlalu.Tapi di dalam mobil itu masih hening dan tidak ada kata-kata yang terucap di antara keduanya.Mobil juga melaju di bawah bayangan langit malam yang makin menggelap. Dusk sky setelah kini tak ada lagi twilight tersisa.Aida jadi salah tingkah sendiri dan kebingungan.Haruskah dia menyapa Reiko lebih dulu?"Kenapa dia berhenti?
Reiko: Papa.Reiko tahu Endra di ujung sana masih bicara tapi dia baru saja memotong ucapan papanya itu, meminta attention.Endra: Kamu mau bilang apa?Reiko: Papa aku tahu bagaimana hubunganku dengannya. Jadi tolong, jangan gurui aku soal ini.Reiko bicara sambil berjalan menjauh mendekat ke arah tangga.Reiko: Aku tadi harus membawanya pergi denganku karena aku tidak tahu siapa yang harus menjaganya di sini, Papa. Aku sudah ceritakan perihal kenapa aku tak panggil perawat padamu, kan?
"Aku tak mungkin bisa menahan lagi! Ini sudah jam dua belas malam! Sial sih!"Bukan lagi dua jam! Ini sudah lebih dari empat jam setelah kepergian Reiko keluar dari kamar Aida dan dia belum kembali.Jelas saja Aida tak bisa menahan keinginan biologisnya lagi."Aku akan ke kamar mandi sekarang saja, masa bodo kalo dia mo marah juga!"Melihat kebaikan Reiko yang membawakannya makanan, mengurusnya apalagi tadi di rumah keluarga Prayoga dia begitu care. Aida merasa sangat tersentuh sekali.Ini yang membuat dirinya tidak mau melanggar perjanjiannya dengan Reiko.
"Ya benar, dia memang tak berjanji datang kembali. Tapi kenapa rasa hatiku jadi sesak gini?"Ini membuat Aida tersenyum sinis saat berbisik."Ayo, latihlah dirimu jalan yang benar! Kamu bisa urus dirimu sendiri, ingat, jangan bergantung pada manusia, Aida! Itu hanya akan menimbulkan sakit hati! Hanya Tuhanmu tempatmu bergantung!"Aida tak ingin larut dengan kebodohan pikirannya yang sudah bergantung dan memang sudah merindukan Pria itu.Sruuuut!"Kenapa kamu menangis sih?"Aida