"Sssh."
Antara gemas dan pening setelah Brigita menutup teleponnya perasaan Reiko jadi tidak karuan.
"Ada lagi tidak yang kamu butuhkan?"
Tapi meskipun hatinya sedang tidak jelas, Reiko masih berusaha fokus pada apa yang ada di hadapannya, tak mengumpat, tak menunjukkan sikap apapun yang membuat Aida berekspektasi negatif.
"Tidak ada, Pak. Aku enggak butuh apa-apa termasuk ke kamar mandi. Aku hanya ingin tidur."
"Jadi tidur yang kamu lakukan setiap pagi makanya kamu nggak pernah keluar dari kamar pagi hari?"
Aida: Assalamualaikum kakek. Lagi apa kakek? Aku lagi senggang ini. karena aku sendirian di sini....(Aida diam sejenak sambil menunjukkan lingkungan di sekitarnya dengan kamera belakang)Aida: Tuh nggak ada siapa-siapa kakek lihat kan? Cuman ditemani sama apel aja.(Aida menunjukkan apelnya)Aida: Aku nggak ada kerja. Tadinya aku mau telepon Lingga tapi kan dia sekolah. Ini masih hari Kamis kan? Jadi jam segini ndak ada orang. Lestari sama Arum juga sama, mereka sekolah. Kalau aku telepon ibu, nanti ibu pikir aku kenapa-napa. Telepon temenku, ndak enak mereka lagi sibuk buat persipaan kuliah. Makanya aku telepon kakek. Kakek sibuk ngga
Aida: Kakek serius kan? Atau, kakek cuma mau nyenengin aku doang?Adiwijaya: Masa kakekmu ini pura-pura!Aida: Jadi kakek serius mau nolongin aku?Senang bukan kepalang Aida ketika mendengar ini bahkan dia kini menghapus air matanya dan tersenyum bahagia.Dia nggak akan tahu kalau aku nangis gara-gara ini. Aku akan bilang kalau aku kangen saja sama adikku. Ya, kalau dia ngelihat di CCTV. Dia nggak akan dengar kan apa yang aku katakan? bisik hati Aida yang memang tidak bisa menutupi kebahagiaannya dengan campur aduk perasaannya.Adiwijaya: Iya. Kake
(Sesaat setelah Adiwijaya menutup teleponnya)"Kamu sudah dengar semua kan yang dikatakan sama cucu mantuku?"Saat ini sudah tidak ada lagi senyum kelembutan yang diberikan oleh Adiwijaya. Dia tidak perlu berpura-pura apapun di hadapan Lesmana."Dengar Tuan Besar." Pria yang ditanya pun tahu kalau dirinya sedang diajak bicara serius sekarang. Lesmana menunjukkan keseriusannya seperti mereka memang sedang berbisnis."Menurutmu dia berbohong tidak denganku Lesmana?”"Anak itu dari kecil memang tidak pernah saya lihat ada cela-nya, Tuan Besar. Dan kalau
Adiwijaya: Kenapa diam? Apa terlalu sulit permintaanku, Le?Itu tak sulit sebetulnya. Tapi berhubungan dengan Waluyo lah yang sulit. Termasuk dengan semua orang yang ada bersama dengannya. Sebenarnya ini adalah jawaban yang ingin Reiko jawab. Karena menurut Reiko semua permasalahannya sekarang ini karena berawal dari nama itu.Reiko: Kalau begitu ceritanya berarti aku harus pergi ke Mesir bukan Kakek? Aku harus mengurus ini dan aku harus mengeceknya dulu. Aku tidak bisa percaya hanya dengan satu orang yang bernama Farhan itu.Makanya dia memberikan jawaban seperti ini dan tentu saja Adiwijaya tersenyum simpul.Sebenarnya cu
"Aku yakin kamu pasti senang banget denger kabar ini," seru Reiko saat teleponnya sudah tidak lagi tersambung dengan Endra.Tak berlama-lama, Reiko langsung menghubungi seseorang yang sudah tak sabar ingin diberitahukan tentang cerita itu. Dering telepon itu seakan membuatnya semakin tak sabaran."Ayolah angkat Bee," ucapnya yang memang sudah ingin cepat-cepat memberitakan semua hal positif yang didapatkannya pagi itu.Brigita: Halo sayang?Reiko: Bee aku dapat kabar bagus!Reiko sangat antusias sekali menyapa kekasihnya. Tapi itu justru hanya membuat Brigi
“Eish. Bee akan kembali." Bingung Reiko.“Aku memang tidak menyelingkuhinya, tapi…." sebetulnya karena ada kejadian di apartemen yang tentu saja tidak bisa dia ceritakan pada Brigita. Ini membuatnya sedikit berkedut di dahi.“Dia pasti marah kalau tahu soal itu.”Dan ini pula yang membuat Reiko cenat-cenut. Apalagi membayangkan yang terjadi kemarin antara dirinya dan Aida.“Tapi kondisiku memang sulit gara-gara kakek telepon aku mesti mengakui dia istriku, tidak bisa minta perawat untuk menjaganya. Dan kalau ada perawat bagaimana nanti dengan dokter Silvy? Haduh.”
"Dih," sinis Aida"Hahaha." Tapi malah mengundang gelak tawa Reiko yang sepertinya menikmati bagaimana Aida menunjukkan mimik wajah kesalnya itu.Dia benar-benar lagi bahagia. Tak menunjukkan sama sekali kemarahannya dan bisa bercanda begitu?Aida yakin seyakin yakinnya kalau modal itu memang sudah didapatkan oleh Reiko. Tapi memang tidak ada yang ingin diucapkan oleh Aida sehingga dia hanya menunggu Reiko mereda tawanya."Ya sudah kalau kamu mau keluar, yuk!" Reiko bicara sambil mengarahkan langkahnya menuju ke lemari Aida."Tumben saya disuruh pa
"Dih." Aida baru mau menjawab lagi."Permisi pak semuanya sudah selesai dibersihkan."Tadi saat Reiko dan Aida makan ada satu orang housekeeping yang membersihkan bagian dapur dan ruang tamu. Dan saat ini ketika mereka bicara kedua housekeeping itu sudah selesai mengerjakan pekerjaannya dan minta izin untuk pulang.Karena itulah Reiko mengangguk pelan dan membiarkan mereka keluar dari apartemennya.Dan saat itulah…."Maksud saya nikah sama pacar Bapak." Aida baru berani bicara lagi karena khawatir tadi ucapannya itu terdengar oleh housekeeping.
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku