"Saya suka Bapak? Hahaha! Gak mungkin Pak, soalnya saya punya alasan juga untuk gak jatuh cinta ama Bapak!"
"Apa?"
Malah Reiko yang jadi penasaran ingin mendengar apa yang ada dalam benak Aida.
"Pertama, Bapak ndak mungkin punya rasa pada saya, soalnya Bapak ndak akan suka sama saya. Kan saya nggak punya dua keistimewaan sebagai seorang wanita. Begitu kan, Pak? Jadi ngapain saya buang-buang waktu untuk jatuh cinta sama laki-laki yang sudah jelas tidak akan punya rasa pada saya?"
"Alasan kedua?"
Kalau ada alasan pertama bukankah selalu ada alasan kedua? Dan
"Mhhhh!""Jangan mundur-mundur nanti kamu jatuh!"Reiko bicara dengan tangannya sigap memegang bagian punggung Aida, karena kalau tidak dipegang, gadis yang baru dikecupnya itu bisa dipastikan sekarang sudah terguling dari kursinya."Ba-bapak?""Aku apa?""Bapak tadi ….""Kamu pikir aku suka padamu dengan mengecupmu begitu, hmmm?"Jelas sudah di tembak seperti ini, Aida langsung menggelengka
"Serahkan soalnya, Pak! Sini saya kerjain!"Tak ingin timbul masalah apa pun lagi, makanya Aida langsung buru-buru menyambar kertas-kertas di tangan Reiko dan fokus mengerjakannya."Ingat kalau kamu tidak bisa lulus ujian universitas, maka kontrakmu denganku akan kuperpanjang sampai lima puluh tahun!"Baru juga Aida mau mengerjakan pekerjaannya, tapi sudah diingatkan oleh sesuatu yang membuat dirinya jadi tak jadi menulis."Ingat waktumu juga cuman sejam!"Orang ini benar-benar ingin merusak mentalku bukan? dia sengaja membuat aku stres dengan semua kel
Brigita: Hai sayang, aku mau mengabarimu kalau aku baru saja tiba di Milan.Reiko: Wow, sekarang di sana pasti masih tengah malam, kan?Brigita: Hmm, kamu benar sekali sayang! Dan di sana masih pagi hari, kan? Cuma jamku jadi berantakan sekali karena sepanjang perjalanan aku tidur jadinya. Sekarang aku tidak bisa tidur. Dan ini aku juga baru sampai di hotel.Reiko: Oke, syukurlah kalau begitu! Aku rasa kamu tetap harus tidur, kalau tidak besok jam biologismu akan berbeda dengan mereka yang tinggal di sana.Brigita: Sayang, kamu tidak senang bukan bicara denganku? Kenapa aku merasa kamu seperti ingin menghindariku dan buru-buru sekali?
Iyalah. Heish! Dia benar-benar tak punya rasa bersalah kah, sudah mengecupku tadi? Tak ada minta maaf? Ah sudahlah tak perlu lagi aku mengharapkan yang seperti itu. Anggap saja semuanya mimpi dan tidak nyata, gerutu Aida selepas Reiko menaiki tangga.Aida sebenarnya belum bisa melupakan kejadian beberapa saat yang lalu.Tapi mau apa dia? Menanyakan ini pada Reiko dan ujung-ujungnya dia lagi yang akan disalahkan?Tapi ngomong-ngomong, apa ya hukuman keduanya? Dirinya juga penasaran."Heish, kenapa aku malah memikirkan ini?''Kesal Aida, dan dia mencoba lagi untuk fokus meski sulit."Baiknya aku bersiap aja."Dan itu yang terurai dari bibirnya di saat Aida juga buru-buru ke kamar, karena dia juga tak mau kena omel lagi.Rasa-rasanya, yang aku kerjakan barusan sudah banyak benernya, kan?Setelah pikirannya mulai bisa konsentrasi, Aida kepikiran lagi soal yang tadi dia kerjakan di meja makan."Tapi dia tidak mentolerir ada salah kan. Jadi kalau satu salah saja ini pasti akan membuat aku j
"Iya Bang Ibra, mohon bantuannya ya!" Reiko membalas sapaan Ibra lalu pandangan matanya mengarah pada wanita di sampingnya."Aida kenalin ini namanya Ibrahim. Dulu dia teman sekolahku dan teman dekatku. Di kelas, dia telat masuk sekolahnya, karena itu usianya lebih tua dua tahun dari kami dan kita manggilnya Abang. Tapi sekarang dia sudah bekerja di Depdikbud, karir hidupnya lebih cemerlang daripada aku."Kelihatan memang! Dari janggutnya, dari pakaiannya, dari ke kalemannya, dari kacamatanya, dia sepertinya lebih pinter. Dan yang paling penting, lebih tahu agama daripada dirimu, cih! Kenapa juga aku tidak dijodohkan dengan orang seperti dia saja? bisik dalam hati Aida.Tapi dia tentu saja tidak menunjukkan wajah yang tidak enak pada Reiko. Tetap menghargainya sebagai seseorang berstatus suami.Pandangannya kini mengarah pada Ibra."Assalamu'alaikum. Aku panggilnya apa ya? Pak atau Om atau ….""Hahaha, dia lebih tahu diri dan tahu sopan santun daripada kau, Reiko!" seru Ibra, yang pan
Oh syukurlah Bang Ibra ini lebih pengertian daripada orang yang ada di sebelahku. Harusnya Romo menjodohkan aku dengan orang sepertinya saja, hueheheh! Ah tapi dia sudah menikah! Dan Mbak Komariah cantik sekali. Aida berbisik dan kini juga sudah berdiri. Dia mengikuti wanita yang tadi akan mengantarnya itu."Berapa, Bang?""Heeeh?"Selepas keduanya pergi, Reiko bertanya begini dan jelas saja Ibra tak tahu maksudnya."Itu loh! Bimbel sama ongkos masukinnya kemarin!"Reiko cukup tau diri lah. Dia tahu sahabatnya ini pasti berjuang untuk memasukkan Aida supaya dapat nomor.Karena itu ada harga yang harus dibayar olehnya."Ah, kau ini!"Bukannya menjawab berapa yang diminta Reiko. Ibra malah mencibirnya."Kalau Abang nggak mau bilang nih terima ya!" Reiko mengeluarkan amplop yang tentu saja isinya tidak sedikit kalau tebalnya bisa dilihat oleh Ibra hampir dua sentimeter. Dan orang seperti Reiko tidak mungkin memberikan receh di dalamnya. Pecahan terbesar yang ada di Indonesia."Masukkan k
"Heish, aku ini kan pria dewasa, Bang!"Lagi-lagi jawaban yang membuat Ibra spaning."Ah kau ini memang dari dulu tidak bisa menjaga dirimu sendiri!"Gemas Ibra mendengar ucapan dari sahabatnya. Dia tadinya sempat berprasangka.Tapi anak ini memang suka bercanda, kan? Tak mungkin kan dia melakukan hal bodoh macam itu dengan wanita diluar nikah?Ibra pikir-pikir ulang, karena memang Reiko bukan orang yang tergila-gila dengan wanita sejak SMA. Punya pacar mungkin saja, tapi tidur dengan wanita?Dia tak terlalu yakin dengan sikap penjagaan Reiko pada setiap wanita yang mendekatinya di SMA."Aida itu anak yang manis loh! Dari caranya berpakaian, dari caranya bersikap, dia bisa jadi surgamu di dunia dan di akhirat bodoh!" keluh Ibra gemas.Heish, dia belum lihat aja pakaian wanita ini dulu seperti apa? Kuno! Aku yang mengganti semua pakaiannya jadi lebih baik sekarang dan sedikit bermode! Dan surga apa tanpa dua keistimewaan? bisik hati Reiko saat bibirnya bicara …."Ya kan aku sudah cerit
"Gak bisa, Bang!""Gak bisa kenapa?" makin bingung Ibra."Karena kau menyukainya?""Bukan itu saja!" Reiko mengelak."Tapi dia gak punya itu, Bang!"Paham sekarang Ibra maksud Reiko."Masya Allah Reiko, picik sekali pikiranmu itu, berburuk sangka pada takdir Rabb-Mu!" Ibra geleng-geleng kepala makin gemas."Kau pikir karena dia gak punya itu maka dia gak pantas dicintai? Gak ada laki-laki yang menyukainya, gitu?"Reiko tak bisa berpikir banyak, tapi dia mengangkat bahunya untuk saat ini."Aku bukan pecinta pentungan, Bang. Aku masih pria normal."Menurutnya itu, yang tak ada adalah segala sesuatu yang membuat hubungan antara dua manusia, laki-laki dan perempuan bisa saling mencintai. Tanpa itu akan sulit karena itu adalah sesuatu yang menggemaskan yang memang ingin selalu dipegang olehnya."Duh, kau ini ya! Ish! Kenapa jadi ke kaum Luth sih nyamain nya?" Ibra makin geregetan."Kita tak pernah tahu, Reiko! Dan kamu lihat tidak, banyak orang cacat di luar sana tapi dia bisa punya suami t