"Mas Reiko nih, aku minta jawaban kenapa malah mengecupku?"
Reiko memang tidak menjawabnya. Justru dia menempelkan bibirnya pada Aida dan saat didorong malah semakin menyesap kuat.
Hampir semenit akhirnya Aida baru bisa lolos dan kini wajahnya memerah. Sangat malu sekali dengan sang supir seandainya dilihat.
"Karena istriku cerewet banget!"
Reiko menepuk-nepuk kepala Aida dan membawa wanita itu ke dalam rangkulannya.
"Aku laper. Kamu mau makan juga nggak? Dari tadi pagi kan kita cuma makan di pesawat doang, Ai."
"Ssst, kamu malu-maluin aku, kenapa teriak sih, Ai?"Dengan semena-mena setelah dia menggantikan tas Aida, Reiko bukan menaruh tas lama Aida di dalam paper bag dari belanjaan mereka, justru malah menaruhnya ke dalam tong sampah.Jelas saja Aida sedikit memekik.Dan namanya juga di konter barang-barang mewah, mereka biasanya hening dan tak ada yang meninggikan suaranya. Makanya suara Aida ini jelas saja menarik perhatian beberapa orang yang memperhatikan mereka jadinya.Sssh, kalau bukan istriku habis anak ini. Sayang saja dia sudah menguasai hatiku dan mau mengomelinya juga aku tak tega melihat matanya yang berair begitu.
"Huh? Maksud Mas Reiko, Nyonya Tan yang tadi ngasih Mas Reiko kartu nama?""Hmm. Iya Nyonya Tan yang itu. Tapi kamu jangan memanggilnya dengan sebutan itu ya, Ai. Dia tidak suka dipanggil seperti itu dan dia lebih suka dipanggil Nyonya Aifah.""Iya Mas. Kayaknya Mas Reiko udah kenal akrab dan deket sama dia sampe tau kalau dia gak suka.""Kalau dibilang deket dan akrab ya nggak sih. Aku cuman nganterin dia aja tadi dan cuman ngobrol selama di mobil aja dan dari obrolan itu aku tau."Makanan mereka datang sehingga obrolan terjeda dulu sejenak selepas Reiko bicara.
"Mas Reiko, memangnya Mas Reiko tahu kita naik bus nomor berapa?""Ai, dulu aku kuliah di sini aku bukan orang kaya gak pakai kendaraan mewah. Ke mana-mana ya aku juga sering naik bus juga.""Moso?""Hmm. Baru sejak bersama dengan Brigita saja aku merubah semuanya untuk mempermudah mobilisasi kami dan supaya ga ribet aja, makanya waktu itu aku beli mobil di sini dan beli apartemen.""Ooo," jawaban Aida hanya sesederhana itu saja. Tak mau berpikir terlalu jauh.Toh mereka memang punya kenangan di sini dan kenapa juga aku harus cemburu? Itu masa lalu mere
"Sssh, Mas Reikooooo!"Aida bukan tidak mau memberitahukan, tapi dia malu. Makanya dia belum menjawab dan Reiko malah iseng menggerakkan tangannya masuk ke dalam sana."Makin basah, Ai!""Tiga kali, Mas, tiga kali! Istirahat ya, Mas?"Khawatir Reiko melakukan sesuatu yang lebih jauh, makanya Aida mencoba untuk negosiasi.Tapi pria yang ditanya justru malah tertawa kecil."Kan aku belum!"Lemaslah s
"Nah, yo wes, ndang cepet mangkat!" Adiwijaya sudah bersemangat.Apa benar dia anakku dan apa dia akan menerimaku kalau memang benar dia adalah putraku?Mendengar kata-kata Reiko kalau mereka akan tiba di tempat dokter Juna dalam sepuluh menit perjalanan, sejujurnya hati Waluyo berdegup dan khawatir.Rasa di dalam hatinya tidak tenang memikirkan feedback yang akan didapatkannya."Pakde Waluyo.""Huh, kamu ngagetin aku Le. Sampai jantungku hampir mau keluar rasanya."Ma
"Kalau Kakek ribut terus di sini dan berantem dengan Pakde Waluyo aku mana bisa konsentrasi menyetir! Bagaimana kalau kita kecelakaan?""Ooh, iya maaf Le, tadi itu Waluyo yang ….""Bener Kakek yang dibilang sama Pakde Waluyo, tadi aku itu memang salah bicara. Seharusnya aku jelaskan lebih jelas lagi maksudnya. Bukan salah Pakde Waluyo.""Tapi sebenarnya mungkin aku juga salah, Le! Tadi itu kamu tanyakan apa perjuangannya sulit nah aku cuman fokus ke kata sulitnya saja.""Eleh, koe iki, nek karo putuku ngaku peyan sing salah. Nek karo aku ….""
Benarkah anak ini memang putraku?Waluyo berbisik di dalam hatinya di saat mata Adiwijaya menengok ke sumber suara."Walah, yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Ndak kok, kita aja yang dateng kecepetan. Ini masih dua menit lagi dari waktu janjian." Adiwijaya yang menjawab."Apa kabar dokter Juna?"Adiwijaya pun berdiri di saat Reiko yang masih menjaga jarak duduk masih tetap duduk diam."Ini siapa? Putrimu, tah?" Adiwijaya melihat anak yang digandeng dokter Juna makanya dia bertanya.
"Ya, soalnya hanya lukisan yang mengingatkan pada kenangan yang menyedihkan membuat kita ndak pengen melukis orangnya itu. Bikin sesek soal'e!" seru Waluyo lagi."Apa dia kekasihmu dan ibu dari anakmu Luqyanada ini?" tanya Waluyo yang dijawab oleh dokter Juna dengan senyumnya lebih dulu sebelum dia bicara …."Sebenarnya ada foto seseorang yang menunjuk ke langit itu, tapi memang tidak saya pasang di sini dan saya memasangi di apartemen saya di Indonesia, Pakde."Dia sengaja tidak menjelaskan apakah wanita itu istrinya atau bukan dan ibu dari putrinya atau bukan."Ooo, apakah karena dia ada di Indonesia makanya kamu ndak mau mengi