"Sssh, Mas Reikooooo!"
Aida bukan tidak mau memberitahukan, tapi dia malu. Makanya dia belum menjawab dan Reiko malah iseng menggerakkan tangannya masuk ke dalam sana.
"Makin basah, Ai!"
"Tiga kali, Mas, tiga kali! Istirahat ya, Mas?"
Khawatir Reiko melakukan sesuatu yang lebih jauh, makanya Aida mencoba untuk negosiasi.
Tapi pria yang ditanya justru malah tertawa kecil.
"Kan aku belum!"
Lemaslah s
"Nah, yo wes, ndang cepet mangkat!" Adiwijaya sudah bersemangat.Apa benar dia anakku dan apa dia akan menerimaku kalau memang benar dia adalah putraku?Mendengar kata-kata Reiko kalau mereka akan tiba di tempat dokter Juna dalam sepuluh menit perjalanan, sejujurnya hati Waluyo berdegup dan khawatir.Rasa di dalam hatinya tidak tenang memikirkan feedback yang akan didapatkannya."Pakde Waluyo.""Huh, kamu ngagetin aku Le. Sampai jantungku hampir mau keluar rasanya."Ma
"Kalau Kakek ribut terus di sini dan berantem dengan Pakde Waluyo aku mana bisa konsentrasi menyetir! Bagaimana kalau kita kecelakaan?""Ooh, iya maaf Le, tadi itu Waluyo yang ….""Bener Kakek yang dibilang sama Pakde Waluyo, tadi aku itu memang salah bicara. Seharusnya aku jelaskan lebih jelas lagi maksudnya. Bukan salah Pakde Waluyo.""Tapi sebenarnya mungkin aku juga salah, Le! Tadi itu kamu tanyakan apa perjuangannya sulit nah aku cuman fokus ke kata sulitnya saja.""Eleh, koe iki, nek karo putuku ngaku peyan sing salah. Nek karo aku ….""
Benarkah anak ini memang putraku?Waluyo berbisik di dalam hatinya di saat mata Adiwijaya menengok ke sumber suara."Walah, yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Ndak kok, kita aja yang dateng kecepetan. Ini masih dua menit lagi dari waktu janjian." Adiwijaya yang menjawab."Apa kabar dokter Juna?"Adiwijaya pun berdiri di saat Reiko yang masih menjaga jarak duduk masih tetap duduk diam."Ini siapa? Putrimu, tah?" Adiwijaya melihat anak yang digandeng dokter Juna makanya dia bertanya.
"Ya, soalnya hanya lukisan yang mengingatkan pada kenangan yang menyedihkan membuat kita ndak pengen melukis orangnya itu. Bikin sesek soal'e!" seru Waluyo lagi."Apa dia kekasihmu dan ibu dari anakmu Luqyanada ini?" tanya Waluyo yang dijawab oleh dokter Juna dengan senyumnya lebih dulu sebelum dia bicara …."Sebenarnya ada foto seseorang yang menunjuk ke langit itu, tapi memang tidak saya pasang di sini dan saya memasangi di apartemen saya di Indonesia, Pakde."Dia sengaja tidak menjelaskan apakah wanita itu istrinya atau bukan dan ibu dari putrinya atau bukan."Ooo, apakah karena dia ada di Indonesia makanya kamu ndak mau mengi
"Eh, Le, ndak usah pakai emosi begitu! Tanpa obat itu kamu mungkin ndak bisa ketemu kakekmu sekarang!" Sampai Adiwijaya berdiri dan mencoba menenangkan cucunya."Dan lagi, ada anak kecil di sini. Kamu ini gimana sih depan anak kecil suaranya meninggi begitu? Apa Kakek pernah mengajarimu untuk berteriak di depan anak-anak?"Reiko tak bisa bicara kalau soal ini. Kakeknya memang tidak suka kalau ada orang yang membentak atau berantem di depan anak kecil."Duduk, Le!" perintah Adiwijaya lagi, sebelum dia menatap ke arah dokter Juna."Maafkan saya dokter Juna. Ini cucu saya memang dia overprotektif pada saya. Jadi dia ketakutan kakeknya kena
"Romo, ya harusnya ndak langsung ditembak ke gitu toh, Romo? Aish, Romo ini!""Lah, ngopo? Wes bener ngene kok." Adiwijaya melirik Waluyo selepas ucapannya langsung ditimpali Waluyo."Kan memang tujuan kita kesini itu untuk membicarakan masalah sakit hatimu karena hilangnya Sulastri Listyaningrum. Ngopo keakean cangkem. Wes langsung ae, untuk terjunnya ini juga pinter!"Belum sempat dokter Juna merespon memang Adiwijaya sudah kembali bicara lagi tak peduli dengan bahasanya yang sedikit kasar tadi."Nah tadi itu sudah ku katakan maksudku kenapa aku sampai jauh-jauh ke London untuk ngobatin penyakitku dan penyakit sahabatku ini, Le!"
"Ehm … soal itu …."Dreet dreet dreeetSayangnya sebelum dokter Juna bicara ada suara handphone yang bergetar yang membuat dirinya menengok ke sumber suara."Maaf ini urusan pekerjaanku!" Reiko merasa tak enak dan dia menjawab sambil berdiri ingin keluar dari dalam ruangan itu."Loh kok ada urusan pekerjaan? Bukannya aku sudah bilang sama papamu Endra kalau kamu ….""Oh, bukan Kakek ini pekerjaanku sama Aurora corporation.""Eleh, jadi itu pekerjaanmu berhu
"Jadi kau menyadap teleponku?"Dokter Juna baru menutup teleponnya, pertanyaan tadi langsung diberikan oleh Reiko yang sudah tak sabaran."Tunggu dulu. Kamu ndak bekerja sama dengan gangster, kan? Kok tadi aku denger bahasanya Rusia, Le?"Adiwijaya juga tidak kalah penasaran dan dia baru saja bertanya sebelum dokter Juna menjawab pertanyaan Reiko."Yah, ndak semua Rusia itu gangster, Romo.""Kakek! Pakde Waluyo! Biarkan dia menjawab pertanyaanku dulu. Karena aku tidak bisa lagi menelepon siapapun sekarang!"