"Bukan Romo ini bukan buatanku! Ini ide dari Aifah dan aku hanya membantu saja mewujudkannya."
Endra mencoba mengklarifikasi supaya Adiwijaya tak salah paham.
Meski sebenarnya design memang milik Endra. Dia yang menggambarnya. Hanya saja, Aifah yang menceritakan tentang keinginanya membuat itu. Aifah tak bisa menggambar arsitektur. Dia hanya memberi ide yang mengeksekusi adalah Endra. Setelahnya Aifah baru memberikan gambar design ruangnya.
Tapi ide ini sebenarnya tidak ingin diwujudkan oleh Aifah di lahan pabrik Adiwijaya. Dia ingin membuat di tempat lain, di dataran tinggi. Di sekitaran pegunungan. Hanya saja Endra belum kepikiran lahan seluas itu di mana yang bisa didapatkannya kala itu. sementara agar gambarnya jadi, di dekat pabrik ini dulu yang ada dalam benaknya untuk contoh saat Endra mencoba menggambarkannya.
"Endra--""Maaf Romo aku tidak bermaksud menyerang putramu. Permisi."Setelah menundukkan kepala saat itu juga Endra pergi meninggalkan tempat itu tanpa mempedulikan siapapun lagi yang ada di sana. Menyisakan Adiwijaya yang menatap punggung putranya dengan perasaan sendu.Pedih hatinya. Panas rasa di pelupuk matanya, tapi bibirnya tetap diam membisu. Jelas hati Lesmana jadi mencelos."Tuan besar, semua akan baik-baik saja. Ayo silakan duduk dan minum dulu supaya lebih tenang dihadapan tamu-tamu"Lesmana yang merasa khawatir sudah membawakan obat dan air untuk Adiwijaya. Lesmana sama sekali tak peduli dengan para tamu itu. Kesehatan Adiwijaya adalah yang terpenting untuknya. Semua itu hanya alasan untuknya membujuk."Ada anakmu yang meng
"Vanessa, jaga bicaramu!""Salah emang aku bicara kayak gitu, Papa?"Vanessa memang kadang sering sekali menyeletuk asal saja!Ini pula yang membuat Adiwijaya mencoba lebih bersabar."Aida bukan orang yang buruk dan dia bukan orang lain bagi keluarga kita. Sama sepertimu dan suamimu, Nduk. Dan dia itu anak baik, Nduk." Adiwijaya membuat Vanessa mengalihkan matanya dari Hartono kepadanya."Benar yang Aida bilang, dia tidak akan menyerang kalau dia tidak diserang. Tadi itu kamu menyerangnya lebih dulu. Dia tidak suka kalau suaminya dihina orang lain sama sepertimu yang tidak suka Kalau suamimu dihina oleh orang lain! Dan aku kira ini yang membuat dirinya tadi sangat emosional.”"Ya tapi tadi Mas Reiko yang nyerang Papaku duluan sama
"Iya, maaf Romo. Tadi saya pergi ke rumah ayah saya Waluyo tapi tidak ada orang di sana dan kata tetangganya dia datang ke acara ulang tahun pabriknya Romo.""Oalah, kamu nyari Bapakmu toh dokter Juna?""Iya Romo. Tapi tadi pas ditanya tetangganya saya bilang saya teman menantunya yang dulu datang ke nikahan anaknya," pria itu mengangguk tapi wajahnya terlihat cemas."Romo kenapa ya? Kok pucat sekali?"Makanya dia bertanya pada Adiwijaya karena cemasnya bukan memikirkan tentang Waluyo tapi kondisi Adiwijaya."Oh, masa to?""Hmmm... Boleh saya periksa Romo dulu sebentar?"Kedatangan dokter Juna bukan untuk mengecek kondisi Adiwijaya sebetulnya. Ada yang ingin dia bicarakan dengan Waluyo.
"Hmm. Aku memang ingin bertemu dengan Ayahku tapi tidak masalah kok kalau aku sekarang ngobrol juga dengan Romo."[Yang masalah itu aku! Kau cepatlah kembali ke sini kalau tidak ada pekerjaanmu di sana! Kalau tidak jadi bertemu dengan Ayahmu di sana! Banyak yang harus kita kerjakan sekarang, masa ya aku mengerjakan sendirian tanpa teman diskusi?][Sebentar Alan. Aku bicara seperti itu padanya untuk menenangkannya saja.]"Kamu ini memang anak yang sangat baik! Aku yakin sekali ini nurun dari Ibumu Sulastri karena kalau nurun dari Ayahmu pasti kamu itu tidak akan seperti ini sikapnya padaku.""Eleh, roman-romannya di sini ada sesuatu yang tidak menyenangkan! Selalu saja aku dijelek-jelekin."Ada suara seseorang yang membuat mereka semua menengok ke sumber suara.
[Untung Kakek tua itu mengingatkan Ayahmu tentang keberadaanmu! Kalau tidak sekarang juga aku akan memencet tombol untuk membalikkanmu ke sini!]Alan memang dari tadi sudah cerewet sekali pada dokter Juna. Dan selama Waluyo bicara dengan Adiwijaya dia terus saja mengoceh mengomentari, ingin cepat-cepat menyuruh dokter Juna memotong pembicaraan itu dan bicara lebih dulu dengan Waluyo.Tapi sikap dokter Juna memang tidak enakan. Dia juga ikut berkomentar pada Alan untuk menyuruhnya bersabar!Tapi tahu sendiri kan seberapa kuat Alan bersabar?"Ehm, kamu mau bicara dulu atau mau jalan-jalan dulu? di sana itu kayaknya bagus loh! Mending kita bicaranya nanti saja, kita jalan-jalan dulu! Nanti baru kita makan sambil bicara!"[Minta dia bicara sekarang padamu! Kalau tidak aku akan
[Biarkan dokter Juna bicara dan menyelesaikan urusannya di sana Alan!]Baru juga Alan ingin memencet tombol dan mengembalikan dokter Juna ke tempatnya berada karena dia sudah sangat kesal sekali menunggu, tapi suara seseorang yang tak bisa dibantah olehnya sudah terdengar di telinganya.[Rafael jangan bilang dari tadi kau menguping pembicaraan kami!][Hmmm. Dan saat ini adalah waktunya aku memberikan perhitungan padamu. Kau tadi mengomen sendiri dan kau bilang apa tentang aku?][Hei aku cuma bercanda lah! Aku hanya ingin menakut-nakuti dokter Juna supaya dia cepat kembali. Aku tidak sungguh-sungguh bilang kalau kau adalah kanibal. Singa yang sanggup memakan anak singa. Itu kiasan.]Alan membela diri karena memang dari tadi dia ngedumel terus mengomel tentang Rafael.
"Oh bukan begitu maksudku. Aku justru senang karena kamu adalah putraku. Tapi masalahnya sekarang ini jadi tambah ruwet!"Waluyo bingung sendiri bagaimana menjelaskannya tapi dokter Juna sudah memberikan senyumnya sangat sabar sekali dia tidak bicara dan hanya menunggu Waluyo menyelesaikan penjelasannya yang digantung barusan."Apa Ibumu benar-benar menderita dengan Ayah sambungmu itu? Dia ndak pernah memberikan kebahagiaan pada Ibumu?"Pertanyaan yang membuat dokter Juna tersenyum."Jadi yang Ayah takutkan bukan aku adalah anak Ayah atau bukan tapi kalau aku anak Ayah seberapa tersiksanya Ibu hidup bersama kami dulu? itu kah beban di pikiran Ayah?""Hmm."Waluyo tidak bisa berbohong pada dokter Juna karena memang inilah kekhawatiran te
"Ai, kok kamu diam aja sih dari tadi?"Di dalam mobil setelah meninggalkan lokasi pabrik Aida memang tidak bicara apapun dan setelah setengah jam berkendara Reiko mencoba untuk menyapa istrinya hanya sekedar memastikan kalau Aida memang tidak kenapa-napa dan tidak stres."Yang pertama memang kita mau bikin perusahaan kayak franchise gitu Mas?""Oh, itu! Kamu kepikiran itu?" Jelas saja Aida yang dilirik Reiko sebentar itu mengangguk."Aku memang kepikiran soal itu. Makanya semuanya sudah aku persiapkan dari awal. Ada lagi yang mau kamu tanyakan?""Jadi itu emang desain Papanya Mas Reiko?""Hmm. Aku sudah bilang Papaku adalah seorang yang memiliki bakat menjadi arsitek. Tapi kondisi membuat dirinya tidak mungkin melakukan itu. Ya aku hany