Terima kasih pada teman-teman pembaca yang masih setia membaca kisah Analea sampai Bab ini. Mohon maaf belum bisa membalas komentar teman-teman satu persatu. Belakangan ini kesehatan aku sering menurun, hal itu juga yang menyebabkan aku bolong update. Sekali lagi mohon maaf telah mengecewakan. Cerita aku yang berjudul PESONA MANTAN ISTRI itu sudah tamat sejak dua tahun lalu. jadi itu aku tinggal copas aja. Silakan mampir karena sebentar lagi akan tamat. Untuk judul FOTO PELAKOR DI PROFIL PONSEL SUAMIKU, enam bab lagi juga tamat. Silakan Mampir juga. Jika ingin berinteraksi sama Aku silakan ikuti fesbuk Rina Novita dan instaagraam rinano2021. Terima kasih. Love you
"Cantik ...." "Maaf ...?" tanya Analea dengan kening berkerut setelah mendengar Raihan bergumam pelan. "Ah, iyaa, maksudku ... kamu ... wanita paling cantik yang pernah aku temui." Tanpa ragu Raihan bicara blak-blakan pada Analea. "Anda berlebihan." Analea hanya tersenyum tipis menanggapi sikap Raihan yang terlalu terus terang. Sementara Kaisar terkekeh melihat kelakuan Raihan. Pria itu sudah sangat paham dengan sifat Raihan yang merupakan sahabatnya dari kecil. "Mari kita ke ruanganku saja!" Kaisar kembali keluar dari ruangan itu diikuti oleh Raihan dan. Analea. "Bagaimana kabarnya Om Yuda dan Tante Salma?" tanya Kaisar sambil melangkah di samping Raihan. "Bunda sehat. Ayah masih terus kontrol berkala setiap enam bulan." sahut Raihan yang kini langkahnya sejajar dengan Kaisar. Setelah masuk ke ruang Presdir, Kaisar dan Analea duduk di kursi kebesaran mereka masing-masing di ruangan besar itu. Sedangkan Raihan duduk tepat di hadapan Kaisar. Namun netranya tak berpindah pada Ana
"Sudah ...! Hentikan, Maira ...!" Rein menekan dadanya yang kembali merasa sakit. "Terus aja salahkan aku, Ma! Belain aja terus anak mama yang murahan itu!" Setelah Maira diam, kini Ratu yang bicara semakin keras. "Astaga Ratu ...!" Maira semakin geram. Namun perhatiannya kini kembali pada Rein. Ia khawatir kesehatan suaminya itu kembali menurun. "Asal mama tau, anak kandung mama itu dicerai oleh mantan suaminya karena sudah nggak perawan lagi. Perempuan gang mangkal itu semua murahan dan nggak ada yang perawan. Kak Bian nggak mungkin nikah sama dia, Ma. Dia pasti udah jebak Kak Bian." "DIAAAM, RATU!" Rein kembali berteriak dengan tangan yang masih memegang dadanya. Wajahnya terlihat sangat marah. Namun sesekali ia meringis menahan sakit. Maira telah berada di sampingnya untuk menenangkan suaminya itu. "Apa yang aku bilang ini kenyataan, Dad! Aku bisa bawa mantan suaminya itu ke sini." Ratu masih terus mencoba meyakinkan Rein dan Maira, tanpa peduli dengan kondisi Rein yang kesa
"Lama banget sih, kamu!" "Maaf, Bang. Tadi di rumah mau ada acara, jadi aku bantu-bantu dulu." Sumi bergegas mempercepat langkahnya ketika mendengar teriakan Alif. "Mana buruan, kamu bawa, kan, uangnya?" Alif menarik tangan Sumi ke sesuatu tempat. Keduanya saat ini berada di sebuah pasar malam tak jauh dari rumah Maira. Alif membawa Sumi ke belakang pasar yang sepi. Satu jam sebelumnya, Alif menghubungi Sumi karena ia sedang butuh uang. Ia tidak berani mendatangi Sumi di sekitar wilayah rumah Maira. Selain ia takut dikenali Maira dan Rein, Alif juga takut jika bertemu Bang Begenk. Sejak penagih hutang itu datang menemui Sumi, Alif tidak lagi sering- sering menampakkan wajahnya. Apalagi di sekitar gang mangkal. "Cuma ada segini, Bang." Melihat uang yang diberikan Sumi tidak sesuai dengan yang ia minta, wajah Alif langsung memerah karena kesal. "Masa cuma segini? Yang benar aja, dong! Kamu kan kerja di rumah orang kaya. Pasti gaji kamu besar. Heh, Sumi! Jangan main-main kamu sam
"Non Ratu, ngapain di sini? Kenapa nggak istirahat aja di kamar?" Ratu menoleh, lalu ia menatap kesal pada salah seorang asisten rumah tangga yang berada di belakangnya. "Nggak usah ikut campur urusanku. Sana pergi! Cuma pembantu aja berani nyuruh-nyuruh aku!" sentak Ratu dengan suara meninggi. "M-maafkan saya, Non. Tapi ... Non Ratu bukannya ... sedang sakit? Bu Maira bilang Non Ratu besok jadwalnya kontrol ke rumah sakit. Jadi ... sebaiknya tidur lebih awal." Asisten rumah tangga itu bicara hati-hati. "Halaaah. Berisik, lo. Sana pergi! Ganggu aja," sembur Ratu dengan mata mendelik. Asisten rumah tangga itu akhirnya bergegas pergi sebelum Ratu kembali membentaknya. Tak lama kemudian Ratu melihat semua yang ada di ruang keluarga itu bangkit berdiri, lalu berjalan menuju Teras. Mereka berjalan masih sambil bicara dan tertawa hingga Fabian membawa orang tuanya masuk ke dalam mobil. Saat Maira, Rein dan Analea kembali masuk ke dalam rumah, Ratu buru-buru menghindar dengan berjalan
"Kenapa diam? Sebaiknya Mbak Sumi terus terang saja. Tadi pergi kemana? Ketemu siapa?" Analea terus mencecar Sumi. Ia menelisik wajah wanita paruh baya itu dengaan teliti. Analea melihat kegelisahan pada raut wajah Sumi. Beberapa menit yang lalu Fabian mengirim sebuah video dari orang kepercayaannya pada Analea. Dalam video itu Ana melihat Sumi ditampar oleh seorang pria gondrong yang belakangan ini sangat mencurigakan. Setelah melihat video itu, Analea semakin yakin bahwa pria itu ada kaitannya dengan tertukarnya ia dan Ratu. "Be-benar, Non. Saya nggak bohong. Saya ketemu ... abang saya di pasar." Sumi kembali menunduk menyembunyikan wajahnya. "Abang?" Analea mengerutkan keningnya. Sumi mengangguk samar lalu membuang pandangannya. "Semakin mencurigakan ...," pikir Analea. Kemudian wanita dengan rambut dikuncir satu itu berdiri dan berjalan menuju pintu. "Ya sudah. Aku tidur dulu, Mbak. Jangan lupa bereskan mejanya." "Iya, Non." Keesokan harinya Rein yang sudah merasa lebih s
"Jangan macam-macam Ratu!" Maira menaikkan alisnya saat mendengar Ratu mulai meminta sesuatu. Ratu tersenyum sinis pada Maira. "Kenapa memangnya, Ma? Mama pikir semua ini adil buatku? Milikku direbut begitu saja sama perempuan itu. Hatiku sakit, Ma!" Ratu berteriak sambil menepuk-nepuk dadanya. Melihat Ratu berteriak persis di depan Maira,Analea spontan tersulut emosi. "Stop, Ratu! Yang sopan bicara dengan Mama! Asal kamu tau. Aku tidak pernah merebut apapun darimu!" Analea bicara cukup tegas hingga membuat Ratu terkejut. Ia tidak menyangka Analea bisa bicara setegas itu. "Sudah, sudah! Jangan ribut lagi! Ratu, memangnya apa permintaanmu?" Rein mencoba menengahi. Ratu tersenyum penuh kemenangan. Lalu mendekat duduk di samping Rein. "Daad, aku sudah mau mengalah dan diam saja selama ini. Aku hanya ingin minta ... sebagian dari saham Anggada jaya dan Eternal group menjadi milikku." Mendengar permintaan Ratu, spontan Analea dan Maira saling pandang dengan mata membulat.. Sedang
"Kaisar, Ana, usahakan siang ini kalian tidak kemana-mana. Keluarga Om Yuda akan berkunjung ke sini bersama kedua anaknya." Maira tiba-tiba masuk ke ruang kerja Kaisar dimana Analea dan Kaisar sedang berdiskusi tentang pekerjaan. Maira sempat tersenyum melihat kegigihan Analea yang ingin membesarkan perusahaan sang daddy. "Wah, dalam rangka apa Om Yuda dan keluarganya ke sini, Mam? Apa ada hal yang serius?" tanya Kaisar menoleh pada sang mama. "Eh ... itu, Daddy ingin memperkenalkan Ratu pada Raihan. Menurutmu bagaimana?" Maira ikut duduk di samping Analea. "Aku sih setuju aja, Ma. Raihan pria baik walau sering bertingkah konyol. Aku pun belum pernah melihat dia dekat dengan wanita." "Iya, sama seperti kamu. Kerjaaa terus, sampai lupa untuk jatuh cinta," sanggah Maira membuat Kaisar terkekeh."Tenang aja, Ma. Suatu saat nanti aku pasti akan menemukan wanita pilihanku. Pokoknya aku tidak perlu dijodoh-jodohkan seperti Ratu." "Iyaaa, iyaaa," sahut Maira. Analea yang sejak tadi diam
"Maaf, Non Ana. Ada Tuan Fabian di teras." Analea terkejut. Ia pikir Fabian tidak jadi datang. Ia pun hendak bangkit berdiri, namun tiba-tiba Rein menahannya. "Mbak, Fabian dipersilakan langsung gabung di sini saja!" "Baik, Pak." Pelayan itu langsung bergegas kembali ke teras. Tak lama kemudian Fabian muncul dan mengangguk pada semua orang yang ada di ruang makan. Termasuk Raihan yang sedang menatapnya dengan wajah menegang. Analea bangkit berdiri dan menghampiri pria bercambang lebat itu. "Kak Bian ..." "Leaaa ..." Keduanya berdiri saling berhadapan. Tanpa ragu tiba-tiba saja Fabian meraih kepala Analea dan mengecup keningnya. "Kaaak ...!" desis Analea pelan. Ia tidak menyangka Fabian menciumnya di depan kedua orang tuanya juga para tamu. Saat ini wajah Analea bersemu kemerahan serta dadanya berdebar. Fabian sempat melirik pada Raihan yang duduk pada salah satu kursi meja makan. Pria itu masih menatap Fabian dengan tajam. "Ayo Bian, kita makan sama-sama!" ajak Rein sambil