"Apaa? Orang kedua di Eternal Group?" "Orang kedua? Maksudnya apa?" "Sekretaris itu jadi orang penting di Eternal Group?" Terdengar berbagai pertanyaan dari orang-orang yang ada di dalam ruangan itu. Tak hanya para direksi dan orang-orang penting di Eternal Group, Desi pun ikut ternganga dan tak percaya mendengar pengumuman itu. Awalnya ia pikir Analea akan berhenti atau dipindahkan ke kantor cabang, oleh sebab itu dia direkomendasikan untuk menggantikan. Awalnya ia merasa menang karena bisa menggantikan posisi Analea yang memang ia tidak sukai sejak awal. Namun kini ia justru terkejut karena Analea justru naik jabatan. Mendengar banyaknya pertanyaan, Maira melanjutkan kalimatnya. "Ya, benar. Analea sekarang tidak hanya sebagai asisten pribadi dari Kaisar putra saya, tetapi Analea juga memiliki peran penting dalam memajukan perusahaan ini. Terbukti sejak ia bergabung dan membantu beberapa proyek perusahaan kita, Analea cukup kompeten dan memiliki beberapa pencapaian yang luar bi
Rein buru-buru mengusap buliran bening yang nyaris terjatuh dari kelopak matanya. Tenggorokannya tercekat hingga ia kesulitan menelan salivanya. Ia berusaha menguasai diri yang mulai merasakan sesak, dengan menarik napas panjang beberapa kali. "Rein, Analea mana?" Rein nyaris terlonjak ketika Maira tiba-tiba saja masuk dan menanyakan Analea. "Sud-sudah kembali ke ruangannya. Bagaimana? Apa kamu sudah selesai?" Rein berusaha terlihat biasa saja. Meski hati dan pikirannya masih tertuju pada Analea. Maira melihat ada sikap Rein yang sedikit aneh. Namun ia tidak ingin bertanya sekarang ini. "Ya, aku sudah selesai," sahut Maira sambil netranya masih memperhatikan wajah Rein yang sedikit murung. "Kalau begitu kita ke rumah sakit sekarang." Rein bergerak melangkah menuju pintu. "Aku tunggu di lobby!" lanjut pria bule itu lagi tanpa menoleh pada Maira. "Ada apa dengan Rein? Apa terjadi sesuatu antara Rein dan Analea?" gumam Maira pelan. Lalu ia memutuskan untuk mengirim pesan pada Kai
"Daaad ...!" Analea mencoba menahan tubuh Rein yang akan ambruk, dengan cara memeluk tubuh pria itu. Kaisar yang juga berada di ruangan itu spontan juga melompat dan menghampiri Analea. "Daad ..., awaaas!" Kaisar pun berteriak. Ia berhasil membantu Analea menahan tubuh sang Daddy. Perlahan Kaisar dan Analea memapah Rein ke sofa, lalu merebahkannya di sana. "Rein, Rein ... kamu kenapaa?" Maira pun tak kalah panik. Ia mencoba memijit tangan dan kaki Rein. "Hei, minggir! Ini Daddy aku. Kamu itu bukan siapa-siapa di sini!" Tiba-tiba Ratu bangkit dari kursi rodanya dan melangkah menghampiri Analea. Analea yang masih berada di samping Rein hendak bangkit berdiri. Namun ia terkejut karena lengannya dicekal oleh sebuah tangan besar dan lebar. Ia menoleh, ternyata Rein sedang memandangnya dengan tatapan memohon. Wajah pria yang merupakan ayah kandungnya itu sangat pucat dan mengeluarkan keringat dingin. Pandangan mereka pun bertemu selama beberapa detik."Daddy ... wajah Daddy pucat sekal
"Pak, Pak, tolong, Pak!" Kaisar bergegas turun dari mobil menghampiri petugas Unit Gawat Darurat. Kemudian dua petugas datang mendekat dengan membawa sebuah brankar. Dengan dibantu satu petugas, Kaisar membantu Rein untuk berbaring di atas brankar. "Ana ... !" lirih Rein yang netranya tak lepas terus memandang Analea, tatapannya seolah tak ingin Analea pergi jauh darinya. "Ya, Dad. Aku di sini!" Analea kembali menggenggam jemari kekar milik Rein, dan mengikuti brankar yang membawa Rein masuk ke ruang pemeriksaan. Sementara itu Maira menuju bagian administrasi untuk mengisi data-data yang diperlukan. Seorang dokter muda dan perawat datang menghampiri. Mereka mulai memeriksa kondisi Rein. Beberapa pertanyaan juga diajukan dokter pada Rein tentang apa yang ia rasakan saat ini.. "Tekanan darah bapak cukup tinggi. Asam lambung naik. Sepertinya bapak sedang mengalami stres yang cukup serius."Rein hanya diam tak menggubris ucapan sang dokter. Wajahnya tetap dingin dan tak banyak bicara
"Tolong angkat telponnya, Leaa ...!" Fabian terus mencoba menghubungi ponsel Analea. Tapi yang terdengar hanya nada sibuk sejak tadi. Beberapa kali ia menghela napas berat demi meredam rasa paniknya. "Cepat sedikit, Pak!" perintahnya pada sang supir. "Ya, Pak." Fabian menghubungi orang kepercayaannya agar berjaga-jaga sebelum ia datang. "Pastikan Analea baik-baik saja!" tegas Fabian. "Tapi sepertinya kamar kostnya kosong, Pak." "Apaa?" Informasi dari orang kepercayaannya membuat Fabian semakin panik. "Tetap berjaga! Sebentar lagi saya ke sana." Setelah bicara dengan orang kepercayaannya, Fabian kembali mencoba menghubungi Analea. Namun masih saja terdengar nada sibuk. Tak sampai setengah jam Fabian hampir tiba di rumah kost Analea. Ia melihat sebuah mobil fortuner baru saja berhenti persis di depan rumah kost itu. "Bukankah itu mobil Bu Maira?" Fabian bergegas turun dan menghampiri. Ia mengetuk kaca jendela. "Kak Bian?" Analea membuka kaca mobil dan terkejut melihat ada Fabi
"Kak Biaaan ...!" Ratu memekik senang melihat Fabian keluar dari mobil. Ia bangkit berdiri dan melangkah menghampiri Fabian. Ia lupa bahwa ia belum sehat betul. Langkah Fabian terhenti melihat kondisi Ratu yang nampak masih lemah dengan kepala yang masih diperban. "Kak Biaaan aku kangeen!" Ratu menghampiri dan langsung melingkarkan kedua tangannya pada tubuh pria bercambang lebat itu. Fabian gelagapan. Ia mengangkat kedua tangannya dengan gugup. Netranya melirik pada mobil Fortuner yang ia tau di dalamnya ada Analea. Namun Analea ternyata menunda untuk turun dari mobil. Hanya Maira yang sudah berdiri di dekat pintu mobilnya. "Setelah melepaskan tangannya yang tadi melingkar pada tubuh Fabian, Ratu meraih lengan kekar Fabian dan menggandeng pria itu melangkah ke dalam rumah.Fabian hanya menurut. Ia tidak tega menolak ajakan Ratu karena melihat kondisi wanita itu. "Ana, ayo turun!" Maira sedikit berteriak memanggil Analea hingga suaranya membuat langkah Ratu terhenti. Ratu menol
[ Bang, calon menantu kita orang kaya ] Sumi mengirim pesan pada Alif dengan foto Fabian dan Ratu yang baru saja ia ambil secara diam-diam. [ Pria itu punya kekasih. Jangan sampai dia menikahi wanita lain ]Sebuah balasan pesan dari Alif membuat Sumi terkejut. Siapa kekasih pria bercambang lebat itu? Seketika ia cemas jika suatu saat Fabian meninggalkan Ratu. Tentu tujuan dia dan Alif akan sulit tercapai. "Bagaimana aku akan hidup kaya raya kalau pria itu meninggalkan Ratu?" Sumi termenung sendiri hingga ada suara yang memanggilnya. "Mbak Sumi, tolong antar Analea ke kamarnya!" Suara Maira mengejutkan Sumi. "Hah? Apa?" Sumi terkejut mendengar nama Analea. Ia merasa tidak asing dengan nama itu. "Ini, Mbak Sumi, antar Ana ke kamarnya!" ulang Maira yang datang bersama Analea. "Oh, ya. Mari, Non Ana, kamarnya yang ini !" Sumi menunjuk kamar yang berada persis di sebelah kamar Ratu. Sebelum masuk ke kamar itu, netra Analea sempat bertemu dengan Fabian yang masih berdiri di depan p
"Siapa wanita itu? Apa dia istri sah Bang Gondrong?" Sumi buru-buru mematikan ponselnya. Ia takut jika benar yang mengangkat panggilannya tadi adalah istri sah Alif, ia akan dicurigai. Alif pun akan marah besar padanya. "Bagaimana caranya agar aku bisa bicara dengan Bang Gondrong?" bathinnya. Tak lama kemudian, sebuah pesan masuk pada layar ponsel Sumi. [ Aku bilang jangan hubungi aku jika di rumah. Lusa temui aku, nanti aku beritahu lokasinya ] Sumi merasa lega, lalu ia menutup ponselnya dan beranjak tidur. Keesokan paginya Analea telah bangun pagi-pagi sekali karena sudah terbiasa. Wanita itu tampak segar karena baru saja mandi dan melaksanakan salat subuh. Ia pun keluar dari kamar dan menemui salah satu pelayan yang berpapasan dengannya. "M-maaf, Mbak. Dapurnya di mana, ya?" "Oh, Non Ana, ya? Lewati lorong itu aja, Non. Dapurnya pintu yang paling belakang." Pelayan itu tampak kagum melihat keramahan Analea yang jauh berbeda dengan Ratu. "Makasih, Mbak!" ucap Analea sebelum