"Risa, ke ruangan saya!" Kaisar baru saja tiba di kantor pagi-pagi sekali. Ia melewati meja Risa dan Analea tanpa menoleh. Risa menoleh pada Analea. Ia melihat ada keanehan dari sikap Kaisar dan Analea pagi ini. Analea juga tidak banyak bicara sejak tadi. Apalagi sekarang Kaisar hanya meminta Risa saja untuk ke ruangannya. Analea hanya mengangguk samar pada Risa. "Ya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" Risa masuk setelah mengetuk pintu lebih dulu. "Masuklah, Risa! Ada yang ingin saya bicarakan." Risa masuk lalu duduk di depan Kaisar. Mulai hari ini Analea menjadi asisten pribadi saya. Saya minta pindahkan satu meja kerja ke dalam ruangan ini. Ana akan satu ruangan dengan saya. Kamu carikan satu sekretaris untuk pengganti Ana. Kamu boleh cari dari divisi lain." "Baik, Pak." Risa mengangguk beberapa kali setelah sedikit terkejut mendengar kabar pengangkatan Analea untuk jabatan barunya. "Jadi, jika saya sedang tidak ada di kantor, Analea yang akan menggantikan saya," lanjut Kaisar
Mobil yang membawa Analea dan Kaisar telah memasuki area rumah sakit tentara. Keduanya turun di lobby dan langsung menuju kamar rawat Ratu. Maira yang sedang duduk di kursi ruang tunggù, seketika berdiri saat melihat kedatangan Maira dan Kaisar. "Hai Ana, apa kabar, Sayang?" Maira memeluk Analea dan mencium kedua pipinya. Kaisar tertegun melihat sikap mamanya pada Analea. "Baik, Bu Maira," sahut Analea dengan lembut. "Ayo, sini! Duduk dulu. Kita bincang-bincang." Analea duduk di samping Maira yang sangat antusias dan bahagia dengan kedatangan Analea. Sedangkan Kaisar meneruskan langkahnya masuk ke ruang rawat Ratu. "Selamat, Ana. Sekarang kamu sudah menjadi asisten pribadi seorang Presiden direktur Eternal Group. Jadi, mulai sekarang sikap kamu juga harus berbeda. Kamu bukan orang sembarangan lagi di Eternal Group. Kamu adalah salah satu orang penting di perusahaan kami." Maira bicara dengan tatapan penuh bangga pada Analea. "Sikap yang berbeda? Maksudnya bagaimana, Bu?" Analea
Sejak tadi Sumi duduk di sudut ruangan sambil mendengarkan pembicaraan keluarga majikannya. Namun sampai lebih dari satu jam, ia sama sekali tidak mendengar ada yang membicarakan tentang test DNA. Sementara Analea sejak tadi memperhatikan gerak gerik Sumi yang menurutnya cukup mencurigakan. "Jika test DNA itu menyatakan bahwa aku adalah anak dari Ibu Maira, wanita bernama Sumi itu adalah orang yang pertama kali yang aku curigai sebagai penyebab tertukarnya aku dan Ratu." Analea terus berpikir dalam hati. Sekali lagi ia mengintip foto usang yang ada dalam tasnya dan memastikan bahwa itu memang adalah foto Sumi diwaktu muda. "Rein, Analea ini sudah diangkat Kaisar sebagai asisten pribadinya. Aku yakin, Eternal Group akan semakin berkembang di tangan mereka berdua. "Hmmm ... mulai kapan?" tanya Rein tanpa ekspresi. "Sudah berjalan, Dad. Tapi akan aku resmikan saat rapat direksi nanti. Aku minta Dad dan Mama hadir." Kaisar bicara sangat bersemangat. Mereka tidak menyadari, dari ranj
Sepanjang jalan menuju rumah sakit Maira terus berdebar dan gelisah, walaupun ia sangat yakin bahwa Analea benar adalah anak kandungnya. Namun, ia sangat khawatir jika terjadi sesuatu pada test DNA tersebut. Oleh karena itu, Maira telah antisipasi sejak awal. Wanita cerdas pemilik netra teduh itu telah membayar orang-orang kepercayaannya untuk mengawal prosesnya tes DNA itu. Seperti saat ini, Rein sedang menyetir di sampingnya, Maira justru sibuk dengan ponselnya. Ia mengirim pesan pada semua orang kepercayaannya untuk memastikan keamanan jalannya tes DNA. Ia khawatir Alif dan Sumi merencanakan sesuatu di belakangnya. Bagaimanapun juga, sejak awal Maira memang mencurigai mereka berdua. Sebuah pesan balasan masuk dari seseorang pada ponsel Maira. [ Aman, Bu Maira. Semua beres ] [ Pastikan orang yang bernama Alif dengan ciri-ciri rambut gondrong, tidak memasuki area rumah sakit. Aku yakin dia dan istrinya ingin menghalangi tes DNA ini] [ Siap, Bu ]Maira bernafas lega. "Semoga s
"Dari hasil yang sudah saya terima dan saya pelajari, hasil dari tes DNA ini menyatakan bahwa adanya kecocokan sebanyak 99% dari saudari Analea dengan Ibu Maira dan Bapak Reinhard. Jadi ..., berdasarkan hasil ini saya nyatakan bahwa saudari Analea adalah benar anak kandung dari Ibu Maira dan Bapak Reinhard." Maira spontan bernafas lega dan langsung memeluk Rein dengan erat. Ada bulir bening seketika luruh dari kedua netranya. Air mata bahagia yang tak terkira terus mengalir. Akhirnya terjawab sudah kegelisahannya selama ini. Dua puluh empat tahun ia berada dalam kebimbangan. Tuhan mengirimkan Analea ke hadapannya siang itu, di depan sebuah minimarket. Tanpa sengaja ia melihat tanda hitam di balik telinga itu, hingga hari ini Tuhan pun telah menjawab doa-doanya selama ini. Maira kemudian menoleh pada Analea yang masih tertegun memandang kosong pada lantai. Ia melihat satu keraguan pada wajah Analea. Setelah melepaskan pelukannya dari Rein, Maira pun mendekati wanita yang memiliki n
Perlahan Alif membuka pintu ruang rawat Ratu. Ia melihat Ratu sedang memarahi Sumi yang berdiri di samping ranjang. Tampak Sumi sedang tertunduk dengan wajah pucat dan air mata yang menetes. Melihat itu Alif langsung bergegas masuk dan menghampiri Ratu. "Hei, ada apa? Kenapa kamu marah-marah seperti itu?" Alif melirik Sumi yang sedang sibuk menghapus air matanya. Ratu terkejut melihat kedatangan Alif yang menyerobot masuk ke dalam ruangannya. "Ngapain masuk-masuk sembarangan? Nggak bisa ketuk pintu dulu? Siapa sih lo sebenarnya?" Ratu menatap nyalang pada Alif. Mendengar pertanyaan Ratu, Alif menyeringai. "Ratu, dengar dulu penjelasan saya!" pinta Alif. "Apalagi sih? Pergi lo!" Ratu membuang pandangannya. "Ratu dengar dulu!" Alif mulai emosi melihat sikap Ratu yang sama sekali tidak menghargai dirinya. "Kamu tahu nggak apa yang terjadi sekarang ini? Maira dan Rein sudah tahu siapa anak kandung mereka sebenarnya." Ratu tersentak mendengar ucapan Alif. Namun ia memilih untuk t
"Maafin Mama, Sayang. Maafin Mama ...!" Maira tak mampu lagi bicara. Tenggorokannya tercekat, dadanya begitu sesak, hingga ia merasakan nyeri yang luar biasa di hatinya. Wanita bermata teduh itu kini semakin menyadari, ternyata putrinya cukup menderita selama ini. Sedangkan ia dan keluarganya merasakan hidup senang dengan serba berkecukupan. Maira menangis tergugu hingga Analea tersadar bahwa ia telah membuat Maira sedih tanpa ia sengaja. Sementara itu Rein tak mampu menahan butiran bening yang menggantung di dua kelopak matanya. Tanpa ragu ia mengusap kedua matanya dengan jari telunjuk. Ia pun ingin sekali memeluk Analea. Namun, entah kenapa tubuhnya kaku dan mematung. Pria bule itu hanya berdiri dan terpaku melihat dua wanita yang sangat ia cintai sedang berpelukan di hadapannya. Dalam hatinya ia merasakan penyesalan yang sangat dalam. Kenapa sejak dulu ia tidak pernah menghiraukan perkataanMaira yang merasakan bayi Mereka tertukar. Padahal Maira sejak lama mencurigai hal itu, dan
"Mama harap, setelah Ratu pulang ke rumah, kamu juga mau pulang ke rumah ini, Ana." Maira masih sangat berharap pada Analea. Analea hanya tersenyum. Kemudian ia melirik pada Fabian dan memberi kode dengan mengangguk. Fabian pun seakan mengerti dan langsung berdiri. Pria bercambang lebat itu kembali bicara. "Kami permisi pulang dulu. Lain kali saya akan datang kembali untuk membicarakan beberapa hal penting, Pak Rein." ujar Fabian. "Hmm ..." Rein hanya mengangguk samar. "Aku pulang dulu, Ma," pamit Analea. Lalu wanita itu menoleh pada Rein. ia ingin sekali pamit pada pria dingin itu. Namun langkahnya seakan terhalang, karena Rein tampak tak acuh padanya. "Rein ...!" bisik Maira pada suaminya dengan netranya mengerling pada Analea. " Ehmm ... ya? Kalian mau pulang? Hati-hati ...!" Rein tampak salah tingkah. Sesaat ia pun melrik pada Analea yang sedang menghampirinya. "Mmm ... Pak Rein, sa ... ya ... pulang dulu." Analea pamit dengan menganggukkan kepala di depan Rein. "Kamu pan