Yang mau baca kisah cinta Maira dan Rein, silakan baca ISTRI DEKILKU ANAK SULTAN sampai tamat.
Sejak tadi Sumi duduk di sudut ruangan sambil mendengarkan pembicaraan keluarga majikannya. Namun sampai lebih dari satu jam, ia sama sekali tidak mendengar ada yang membicarakan tentang test DNA. Sementara Analea sejak tadi memperhatikan gerak gerik Sumi yang menurutnya cukup mencurigakan. "Jika test DNA itu menyatakan bahwa aku adalah anak dari Ibu Maira, wanita bernama Sumi itu adalah orang yang pertama kali yang aku curigai sebagai penyebab tertukarnya aku dan Ratu." Analea terus berpikir dalam hati. Sekali lagi ia mengintip foto usang yang ada dalam tasnya dan memastikan bahwa itu memang adalah foto Sumi diwaktu muda. "Rein, Analea ini sudah diangkat Kaisar sebagai asisten pribadinya. Aku yakin, Eternal Group akan semakin berkembang di tangan mereka berdua. "Hmmm ... mulai kapan?" tanya Rein tanpa ekspresi. "Sudah berjalan, Dad. Tapi akan aku resmikan saat rapat direksi nanti. Aku minta Dad dan Mama hadir." Kaisar bicara sangat bersemangat. Mereka tidak menyadari, dari ranj
Sepanjang jalan menuju rumah sakit Maira terus berdebar dan gelisah, walaupun ia sangat yakin bahwa Analea benar adalah anak kandungnya. Namun, ia sangat khawatir jika terjadi sesuatu pada test DNA tersebut. Oleh karena itu, Maira telah antisipasi sejak awal. Wanita cerdas pemilik netra teduh itu telah membayar orang-orang kepercayaannya untuk mengawal prosesnya tes DNA itu. Seperti saat ini, Rein sedang menyetir di sampingnya, Maira justru sibuk dengan ponselnya. Ia mengirim pesan pada semua orang kepercayaannya untuk memastikan keamanan jalannya tes DNA. Ia khawatir Alif dan Sumi merencanakan sesuatu di belakangnya. Bagaimanapun juga, sejak awal Maira memang mencurigai mereka berdua. Sebuah pesan balasan masuk dari seseorang pada ponsel Maira. [ Aman, Bu Maira. Semua beres ] [ Pastikan orang yang bernama Alif dengan ciri-ciri rambut gondrong, tidak memasuki area rumah sakit. Aku yakin dia dan istrinya ingin menghalangi tes DNA ini] [ Siap, Bu ]Maira bernafas lega. "Semoga s
"Dari hasil yang sudah saya terima dan saya pelajari, hasil dari tes DNA ini menyatakan bahwa adanya kecocokan sebanyak 99% dari saudari Analea dengan Ibu Maira dan Bapak Reinhard. Jadi ..., berdasarkan hasil ini saya nyatakan bahwa saudari Analea adalah benar anak kandung dari Ibu Maira dan Bapak Reinhard." Maira spontan bernafas lega dan langsung memeluk Rein dengan erat. Ada bulir bening seketika luruh dari kedua netranya. Air mata bahagia yang tak terkira terus mengalir. Akhirnya terjawab sudah kegelisahannya selama ini. Dua puluh empat tahun ia berada dalam kebimbangan. Tuhan mengirimkan Analea ke hadapannya siang itu, di depan sebuah minimarket. Tanpa sengaja ia melihat tanda hitam di balik telinga itu, hingga hari ini Tuhan pun telah menjawab doa-doanya selama ini. Maira kemudian menoleh pada Analea yang masih tertegun memandang kosong pada lantai. Ia melihat satu keraguan pada wajah Analea. Setelah melepaskan pelukannya dari Rein, Maira pun mendekati wanita yang memiliki n
Perlahan Alif membuka pintu ruang rawat Ratu. Ia melihat Ratu sedang memarahi Sumi yang berdiri di samping ranjang. Tampak Sumi sedang tertunduk dengan wajah pucat dan air mata yang menetes. Melihat itu Alif langsung bergegas masuk dan menghampiri Ratu. "Hei, ada apa? Kenapa kamu marah-marah seperti itu?" Alif melirik Sumi yang sedang sibuk menghapus air matanya. Ratu terkejut melihat kedatangan Alif yang menyerobot masuk ke dalam ruangannya. "Ngapain masuk-masuk sembarangan? Nggak bisa ketuk pintu dulu? Siapa sih lo sebenarnya?" Ratu menatap nyalang pada Alif. Mendengar pertanyaan Ratu, Alif menyeringai. "Ratu, dengar dulu penjelasan saya!" pinta Alif. "Apalagi sih? Pergi lo!" Ratu membuang pandangannya. "Ratu dengar dulu!" Alif mulai emosi melihat sikap Ratu yang sama sekali tidak menghargai dirinya. "Kamu tahu nggak apa yang terjadi sekarang ini? Maira dan Rein sudah tahu siapa anak kandung mereka sebenarnya." Ratu tersentak mendengar ucapan Alif. Namun ia memilih untuk t
"Maafin Mama, Sayang. Maafin Mama ...!" Maira tak mampu lagi bicara. Tenggorokannya tercekat, dadanya begitu sesak, hingga ia merasakan nyeri yang luar biasa di hatinya. Wanita bermata teduh itu kini semakin menyadari, ternyata putrinya cukup menderita selama ini. Sedangkan ia dan keluarganya merasakan hidup senang dengan serba berkecukupan. Maira menangis tergugu hingga Analea tersadar bahwa ia telah membuat Maira sedih tanpa ia sengaja. Sementara itu Rein tak mampu menahan butiran bening yang menggantung di dua kelopak matanya. Tanpa ragu ia mengusap kedua matanya dengan jari telunjuk. Ia pun ingin sekali memeluk Analea. Namun, entah kenapa tubuhnya kaku dan mematung. Pria bule itu hanya berdiri dan terpaku melihat dua wanita yang sangat ia cintai sedang berpelukan di hadapannya. Dalam hatinya ia merasakan penyesalan yang sangat dalam. Kenapa sejak dulu ia tidak pernah menghiraukan perkataanMaira yang merasakan bayi Mereka tertukar. Padahal Maira sejak lama mencurigai hal itu, dan
"Mama harap, setelah Ratu pulang ke rumah, kamu juga mau pulang ke rumah ini, Ana." Maira masih sangat berharap pada Analea. Analea hanya tersenyum. Kemudian ia melirik pada Fabian dan memberi kode dengan mengangguk. Fabian pun seakan mengerti dan langsung berdiri. Pria bercambang lebat itu kembali bicara. "Kami permisi pulang dulu. Lain kali saya akan datang kembali untuk membicarakan beberapa hal penting, Pak Rein." ujar Fabian. "Hmm ..." Rein hanya mengangguk samar. "Aku pulang dulu, Ma," pamit Analea. Lalu wanita itu menoleh pada Rein. ia ingin sekali pamit pada pria dingin itu. Namun langkahnya seakan terhalang, karena Rein tampak tak acuh padanya. "Rein ...!" bisik Maira pada suaminya dengan netranya mengerling pada Analea. " Ehmm ... ya? Kalian mau pulang? Hati-hati ...!" Rein tampak salah tingkah. Sesaat ia pun melrik pada Analea yang sedang menghampirinya. "Mmm ... Pak Rein, sa ... ya ... pulang dulu." Analea pamit dengan menganggukkan kepala di depan Rein. "Kamu pan
"Daddy ... ben ... tak ... akuu ...?" Ratu sangat terkejut. Napas wanita itu memburu hingga air matanya keluar berdesakan. Wajahnya memucat. Ia tidak pernah melihat Rein semarah itu padanya. Rein membuang pandangannya dan menghela napas berat. Mengusap kasar wajahnya beberapa kali. Sejurus kemudian ia memutar tubuhnya dan melangkah ke pintu keluar. Rein memilih duduk di ruang tunggu untuk menenangkan pikirannya. "Astaga ...! Apa yang sudah aku lakukan? Kenapa aku sampai semarah itu?" Rein bergumam pada dirinya sendiri. Ia benar-benar tidak menyadari sikapnya barusan. Semua terlontar begitu saja. Entah kenapa ia merasa ada yang sakit di dalam dadanya, ketika mendengar hinaan untuk Analea. "Analea ... kenapa sulit sekali untuk memulai dekat dengannya. Dia benar-benar cantik seperti Mairaku. Sebenarnya ada sisi hatiku yang merasakan itu sejak melihatnya. Namun sisi hatiku yang lain berusaha untuk menepisnya. Ah, bodohnya Aku. Ayah macam apa aku ini?" Rein terus melamun. Ia kembali me
Analea terkejut ketika seorang karyawati tiba-tiba menghampirinya dengan wajah sinis. "Maaf, ada masalah?" Analea menaikkan alisnya saat merespon karyawati itu. "Ya jelas masalah! Kamu udah kasih contoh yang nggak baik sama semua karyawan!" Wanita memakai blazer merah itu melotot pada Analea, sementara tangannya menunjuk wajah Analea. "Oh, ya? Contoh yang nggak baik mana yang anda maksud?" Analea kembali bertanya dengan melipat kedua tangannya di depan dada. "Kamu pikir datang dan pulang seenaknya itu contoh yang bener? Mentang-mentang bisa deketin bos besar, dimanfaatin deh. Jadi seenaknya kamu sekarang!" Analea tersenyum. Lalu geleng-geleng kepala. "Maaf, sepertinya pembicaraan ini nggak ada manfaatnya. Sebaiknya kalian kerja aja yang benar! Jangan sampai kalian dipecat karena sering ngerumpi di jam kerja. Permisi!" Setelah bicara dengan cukup tegas, Analea pun melangkah meninggalkan para karyawati itu menuju lift. "Heh, nggak sopan banget main pergi aja! Dasar anak magang ka