Sepanjang perjalanan pulang, Kai mengabaikan ponselnya yang beberapa kali bergetar. Pasti itu adalah mamanya yang mencari ke mana ia pergi. Padahal biasanya Kai akan pulang paling cepat satu jam setelah selesai makan malam.
“Pak Kaisar.” Panggilan sopirnya membuat Kai menoleh dari jendela. “Nyonya Sonya menelepon saya, sepertinya mau bicara dengan Bapak.”
“Abaikan saja,” perintah Kai dengan cepat. “Nanti saat saya sampai di rumah, saya yang telepon beliau.”
Sang sopir mengangguk lalu kembali menyimpan ponselnya ke saku kemeja batik yang ia kenakan.
Saat akhirnya ia sampai di rumahnya, Kai hampir saja segera berlalu saat sopirnya memanggilnya.
“Pak, ini makanannya mau ditaruh di mana?”
“Kamu udah sampai rumah?”“Udah.” Kristal menjawab sambil menatap figura yang tadi sempat dipegang Kai, fotonya dengan Aksa saat wisuda S1 mereka dulu. “Makasih ya buat traktiran hari ini.”“Anytime, Princess.”Kristal tertawa kecil mendengar panggilan yang sudah lama tak ia dengar dari Aksa. Hanya Aksa yang berani memanggilnya ‘Princess’ karena orangtuanya memang cukup memanjakannya seperti seorang putri.“Ya udah, kamu istirahat gih. Thanks for today ya, Sa.”“Kamu juga istirahat ya, Ta. Good night, have a nice dream.”Setelah panggilan tersebut berakhir, Kristal pun merebahkan tubuhnya di ranjang dan memejamkan mata
“Mukamu kenapa merah begitu?”Kristal langsung merengut mendengar pertanyaan Hafi. “Merah gimana?”“Kamu demam?” Hafi menempelkan punggung tangannya di kening Kristal selama beberapa saat. “Tapi nggak panas.”“Aku nggak demam,” kilah Kristal.“Habis dicium Kai, ya?”“WHAT?!”“Ssst!” Hafi menjitak kening Kristal dengan kesal dan gemas. “Apaan, sih? Berisik banget.”“Kamu nggak usah ngomong aneh-aneh makanya!” seru Kristal kesal sambil mendorong troli belanjaan mereka dengan cepat.Hari ini jadwal kerja Kristal untungnya hanya mem
Selain hari Rabu, Kristal juga membenci hari Jumat.“Siang, Bu Kristal. Caramel Signature Chocolate-nya satu, ya?”Kristal meringis saat barista yang bertugas di MAXX Coffee gedung Big Screen langsung menyebut pesanannya. “Iya, Caramel Signature Chocolate-nya satu, ya, Mas.”“Oke, ditunggu, ya, Bu.”Kristal mengangguk dan berlalu mencari meja yang tidak berpenghuni. Hari ini ia kembali ke Big Screen untuk mem-follow up kasus Olla. Rabu dan Jumat menjadi pilihannya untuk datang ke Big Screen.“Kristal.”Ketika namanya dipanggil, Kristal mengambil minuman pesanannya dan kembali duduk berhadapan dengan laptopnya. Ia mencoba menghabiskan waktu dan mengalihkan pikirannya pada pekerjaan
Jika ditanya kepada sepuluh lelaki, apa mereka menginginkan Olla Christine menjadi pasangan mereka, maka ada sembilan lelaki yang menjawab ‘iya’.“Semua laki-laki menginginkanku, tapi kenapa Kai jadi satu dari sepuluh lelaki yang menolakku?”Manajer yang sudah bekerja dengan Olla sejak setahun yang lalu itu hanya bisa mendengarkan dan sesekali mengangguk sebagai tanda respons untuk Olla. Di balik senyum manis dan keramahan yang luar biasa di depan kamera, Olla adalah perempuan bertemperamen tinggi yang tak akan segan-segan untuk membentak orang lain.Tak peduli orang itu lebih tua atau lebih muda darinya.Sebenarnya, Brita—manajer Olla—awalnya tidak menyangka kalau Olla memang seburuk yang diceritakan mantan manajer Olla sebelumnya. Tapi ketika minggu pertama berlalu, ia tahu kalau dirinya tak akan dengan mudah untuk keluar dari neraka kecil ini.“Kamu dengerin aku nggak, sih, Bri?”“Denger, kok,” respons Brita cepat. Apalagi saat dilihatnya wajah cantik Olla sudah menatapnya dengan c
“Masih sebegitu cintanya kamu sama Cessa?”Pertanyaan yang benar-benar random itu langsung membuat Kai membuka matanya dengan terkejut. Kristal tengah menatapnya tanpa ekspresi dan hal itu benar-benar membuat Kai kebingungan.“Maksudmu?”Kristal mengedikkan dagunya ke arah meja, seketika itu Kai tahu kalau ia membiarkan majalah bersampul wajah mantan kekasihnya terlihat oleh istrinya, Kristal.“Hanya karena ada majalah yang ada dia di sini, apa itu menjadi jawaban untuk semua pertanyaanmu tentangku?”Kristal terkekeh pelan, menarik perhatian Kai yang sebelumnya tak berekspektasi kalau perempuan itu justru akan tertawa.“Kai, Kai…. Kamu tinggal jawab iya atau nggak. Tapi kamu malah mempersulit hal yang mudah.”Kristal langsung berjalan keluar dari ruangan Kai. Meninggalkan Kai yang menatapnya dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di benaknya.Tanpa Kai ketahui, Kristal mengubah tujuannya. Dari yang tadinya ingin kembali ke ruangan tim legal, ia justru menekan tombol lift menuju lanta
“Saya Aksa, sahabat Princess sejak kuliah.”Dalam hatinya, Kai berdecak kagum. Wah, banyak juga stok nyawa lelaki ini. Bagaimana bisa ia memanggil Kristal dengan sebutan seperti itu di hadapannya?Dan Aksa bahkan tak terlihat gentar ketika Kai dengan jelas memberi batasan teritorinya. Kalau ia adalah suami Kristal, perempuan yang sedari tadi ia tatap dengan tatapan penuh pemujaan.Hal yang tak pernah Kai lakukan sebelumnya.“Kamu ngapain di sini?”Mendengar Kristal mengulang pertanyaannya, menyadarkan Kai kalau ia berhasil menjalankan rencananya. Tadi siang perempuan itu bilang kalau ia berhasil menemukan lelaki ini, ia bisa menanyakan namanya pada Kristal. Tapi Kai lebih memilih untuk mendengar nama itu disebut sang pemiliknya sendiri.“Tadi ada meeting di DBS Tower, terus ke sini karena mau beliin sandwich kesukaan kamu.” Kai mengangkat paper bag Starbucks yang ia bawa.Kristal ingin membantah kata-kata Kai, namun ia berusaha menahan dirinya. Kalau hanya untuk mencari Starbucks, bua
Kristal menyetir dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di kepalanya.“Kenapa Kai sampai bisa ke Kokas?” gumamnya sambil mengganti lagu di playlist-nya. Kebetulan saat ini mobilnya tengah berhenti karena lampu lalu lintas berubah merah.“Dasar laki-laki nggak mau kalah,” gerutu Kristal lagi.Pada dasarnya ia sendiri masih tidak mengetahui motif Kai bisa sampai ke tempatnya bertemu dengan Aksa dan berakting seakan-akan dia adalah suami yang manis dan sosok suami impian semua perempuan.Lelah dengan berbagai macam spekulasi yang semakin tak masuk akal, akhirnya Kristal memutuskan untuk mencoba tidak memikirkannya sama sekali.Setengah jam kemudian, ia sampai di rumahnya dan mendapati tidak ada orang di ruang makan atau ruang tengah. Kristal
“Sepertinya Pak Kaisar sudah sampai,” komentar seorang pegawai yang tengah membantunya untuk merapikan lipitan gaunnya.“Hm, mungkin,” sahut Kristal saat mendengar suara Kai yang samar-samar dari ruang ganti.“Rambutnya mending digerai kali, ya?” tanya Kristal sambil menatap cermin yang ada di hadapannya. “Tapi mending di-styling curly atau lurus aja, ya?”“Curly atau lurus kayak rambut Bu Kristal hari ini juga cocok, kok,” imbuh sang pegawai sambil ikut menatap pantulan Kristal di cermin. “Bu Kristal udah cantik, rambutnya diapain juga pasti tetep cantik.”“Ah, kamu bisa aja.” Kristal terkekeh. “Saya suka gaun yang ini, saya ambil ini aja, deh.”&ldqu