“Kenapa kamu perlu bertindak seperti itu? Merasa terganggu karena mantan kekasihmu muncul di televisi?”Kai langsung mendelik tak suka mendengar pertanyaan blak-blakan dari Kristal.Tapi bukannya takut, Kristal justru kembali bicara seakan-akan tak ada yang bisa menghentikannya. “Kenapa kamu bereaksi seperti itu? Apa kalau kamu sangat mencintai perempuan itu, kamu tidak akan bisa move on selamanya?”“Sekarang mari kembalikan pertanyaan itu padamu,” tantang Kai yang jelas-jelas tak suka kalau Kristal bisa menang dalam perdebatan konyol ini. “Aku tahu kamu menyukaiku atau mungkin… mencintaiku?”Rasanya Kristal benar-benar ingin meninju wajah tampan Kai saat ini juga saat melihat senyum meledek di wajah adonisnya.“Kalau misalnya kita saat ini nggak menikah, kemudian kamu melihat berita tentangku yang jelas hidup baik-baik saja tanpa kamu di dalamnya, bagaimana reaksimu?”Kristal merapatkan bibirnya hingga membentuk garis lurus. Mungkin Kristal tak benar-benar mencintai Kai dengan membab
“Lesu banget?” tegur Bang Leo saat Cessa baru kembali ke kantor setelah menghadapi sidang kliennya pagi ini.Di kantor GPP, mereka mempunyai satu ruang istirahat yang cukup luas dengan meja yang cukup besar untuk menampung stok makanan dan bean bag yang tersebar di beberapa sudut.Daripada di pantry, pengacara-pengacara GPP lebih memilih untuk beristirahat di ruang istirahat kalau sedang suntuk. Begitulah yang dilakukan oleh Kristal siang itu.“Capek aja, Bang.”“Capek hati?”Pertanyaan Bang Leo membuat Kristal mengerucutkan bibirnya. Bang Leo tentu saja tak tahu mengenai kenyataan pernikahannya dengan Kai. Tapi tebakannya yang jitu tentu saja membuat Kristal merasa sebal.Bagaimana tidak, se
Semua orang yang membicarakan kepulangan Aksa ke Indonesia memang selalu mengaitkannya dengan kedekatan antara Kristal dan Aksa. Keduanya memang dekat. Kristal yang berkuliah sendiri di UI sementara Renjana di pertengahan semester perkuliahannya tiba-tiba pindah kampus, akhirnya merasa tidak benar-benar punya teman di kampus.Lalu Kristal tidak sengaja bertemu dengan Aksa di perpustakaan, kemudian… semuanya berjalan begitu saja, mengalir seperti air. Awalnya Kristal berpikir bahwa pertemanannya dengan Aksa seperti ia, Renjana, dan Hafi. Tidak ada yang menaruh perasaan untuk satu sama lain.Sampai akhirnya di menjelang hari wisuda, Aksa menyatakan cinta pada Kristal.Dan Kristal tidak bisa membalasnya.“Selamat malam, Bu. Sudah reservasi?”“Malam,&r
Kristal benci hari Rabu.Oh, tentu saja hal itu ada alasannya. Dan sebenarnya Kristal baru membencinya akhir-akhir ini—lebih tepatnya ketika ia menjadi bagian dari Big Screen.Kristal sudah menyelesaikan pekerjaannya di GPP sejak satu jam yang lalu ia berada di Starbucks yang ada di samping gedung Big Screen. Jam di layar laptopnya baru menunjukkan pukul satu siang, di mana para pegawai biasanya baru kembali dari makan siang.Kristal sendiri memilih untuk berdiam diri menyiapkan mentalnya sebelum berhadapan dengan Shiana yang seakan-akan ingin mengirimnya ke kerak bumi setiap saat.Lima belas menit setelahnya, Kristal pun memutuskan memasukkan Macbook-nya ke dalam tas dan berjalan masuk ke gedung GPP. Ketika baru saja menekan tombol lift dan menunggu lift terbuka, aroma Calvin Klein yang sangat ia kenal
“Pokoknya dulu tuh Cessa sama Olla kemana-mana emang bareng, walaupun yang satu itu artis yang satunya model.”Kristal melirik ke arah Tiara yang masih sibuk menceritakan latar belakang Cessa dan Olla. Kristal bersyukur perempuan itu tak menyadari bagaimana shock-nya ia saat ini.“Sebenernya nggak cuma satu atau dua orang yang mempermasalahkan attitude Olla, terutama ke pegawai Big Screen. Tapi ya gitu, laporan-laporan itu mentoknya cuma di manajer dan manajernya juga nggak ngelakuin apa-apa.”“Terus kalau udah begini… mau didiemin aja? Nggak mungkin kan?” Kristal akhirnya buka suara. “Sesayang apa pun Big Screen sama Olla, dua perusahaan udah ngajuin tuntutan kan ke dia.”“Nah, makanya katanya mau ada rapat dadakan dan Pak Kaisar bakal ikut rapat i
“Wah, akhirnya aku bertemu juga dengan istri Kai. Bagaimana rasanya menikmati peran sebagai istri dari mantan kekasih sahabatku? Enak, ya, hidup di bawah bayang-bayang perempuan lain?”Kristal mengepalkan tangannya, menahan diri agar tidak memberi pelajaran pada sosok Olla yang kini tengah berjalan ke arahnya dengan angkuh.“Akhirnya aku bertemu juga dengan sahabat mantan kekasih suamiku,” respons Kristal tidak mau kalah. Ia bersedekap dada sambil menatap Olla dengan sinis.“Setelah Cessa pergi, kamu jadi mau mengambil alih mantan pacar sahabatmu, ya?”Kristal jelas tahu kalau gestur Olla selama di dekat Kai tadi bukan hanya karena dia adalah sahabat mantan terindah Kai. Tapi ia juga mencoba menggoda Kai.Dan hal itu membuat Kri
Ada dua reaksi saat kita sedang sangat emosi, antara langsung menangis atau bahkan tidak bisa menangis sama sekali. Di hari pernikahannya, tentu saja Kristal menangis habis-habisan di mobilnya, dalam perjalanan menuju Pondok Indah.Kali ini, Kristal tidak menangis sama sekali. Hatinya bahkan terasa kebas. Pipinya hanya terasa berdenyut sedikit. Mungkin orang akan berpikir ia memakai blush on satu palet saking merah pipinya.“Kenapa juga aku bisa mencintai lelaki bodoh seperti Kai?” gerutu Kristal sambil membuka pintu mobilnya dengan emosi.Harusnya Kristal masih bekerja sampai pukul enam sore nanti. Tapi mana bisa ia bekerja seperti biasa setelah dipermalukan seperti itu?Kristal pun memilih untuk pergi ke salah satu bakery yang berada di dekat kantor Renjana di daerah Kuningan.
Setelah mencoba menelepon sepuluh kali, Kai akhirnya menyerah dan pergi sendirian ke rumah orangtuanya di daerah Menteng. Kai masih menyiapkan alasan yang mungkin diterima orangtuanya—terutama ibunya, ketika mobil yang ia tumpangi sudah memasuki pelataran rumah Barata.“Cepat sekali rasanya,” gerutu Kai sebal karena ia harus menyiapkan diri dibombardir ibunya mengenai tidak hadirnya Kristal.“Kamu langsung pulang saja,” ujar Kai pada Rangga yang duduk di kursi depan. “Terima kasih untuk hari ini.”Rangga menoleh dan mengangguk sopan. Ketika sopir menghentikan mobilnya, Kai segera turun sambil membuka dua kancing teratas kemejanya. Ia harus mencoba rileks agar orangtuanya tidak semakin curiga dengan ketidakhadiran Kristal saat ini.“Pa, Ma,” panggilnya keti
“Menurut kamu, gimana filmnya?”Kristal menoleh pada Kai dan menatapnya dengan penuh perhitungan. “Kamu mau jawaban jujur atau bohong?”Kai menyeringai. “Jujur dong, Babe.”“Hm….” Kristal mengusap dagunya sembari berpikir. “Alur ceritanya agak membosankan, terlalu sering dijadiin formula film-film sejenis dan nggak ada twist apa-apa.“Perkembangan karakternya juga nol. Padahal film atau buku itu akan bener-bener seperti ‘film dan buku’ ketika karakternya berkembang—menurutku tapi ini, ya.“Kayaknya kalau bukan karena kamu yang ngajak, aku nggak bakal mau nonton, deh.”Kai
Kai menatap istrinya untuk waktu yang lama. Kristal bukannya tidak sadar kalau suaminya yang tengah duduk di tepi ranjang tengah mengamatinya yang kini sedang memoles wajahnya dengan riasan.“Kenapa, sih, Mas?” Akhirnya Kristal tidak tahan untuk angkat bicara. “Lipstikku menor banget, ya?”Kai tergelak seraya menggeleng. “Nggak, red looks so good on you.”Perempuan yang hari ini mengenakan atasan plisket berwarna biru langit dan midi skirt hitam tersebut menatap Kai dengan curiga. “Terus? Kok ngelihatin aku kayak gitu banget?”“Soalnya kamu cantik.”“Basi, Mas.”Kai kembali tertawa. Kristal yang sudah selesai pun beranjak ke ranjang dan duduk di sa
Kristal menatap deretan buku yang ada di ruang santai di lantai dua. Hari telah beranjak siang saat ia naik ke lantai atas untuk mengambil laptopnya dan mulai mengerjakan pekerjaannya.Akan tetapi, ia malah terdistraksi oleh rak buku yang penuh dengan buku anak-anak dan buku dongeng di ruang santai. Baru minggu lalu ia dan Kai membeli banyak buku di Gramedia dan Periplus untuk anak mereka.Menunda keinginannya untuk mengambil laptop, Kristal beralih pada ruang santai dan duduk di single sofa yang terletak di depan rak tersebut.Matanya mengamati deretan buku beraneka warna dan beraneka ukuran tersebut memenuhi rak buku mereka. Kristal dan Kai berharap anak mereka nanti akan suka membaca seperti mereka berdua.Kai
“Mas, makan di luar, yuk. Mau nggak?”Hari ini adalah hari Kamis dan hari sudah menjelang sore, saat tiba-tiba Kristal menoleh padanya yang tengah meneliti dokumen untuk ia bawa meeting hari Senin minggu depan.Kristal sendiri baru menyelesaikan pekerjaannya setengah jam yang lalu dan mulai merasa bosan.Sebagai orang yang keluar rumah lima hari dalam seminggu, berada di rumah dari hari Minggu sampai Kamis seperti ini sudah mulai membuatnya jenuh.“Mau.” Kai menjawab tanpa berpikir panjang. “Mau makan di mana, Sayang?”“Pancious?” Kristal meringis karena lagi-lagi nama restoran itulah yang ia pilih. Di kepalanya hanya akan selalu ada dua tempat makan yang akan sudi ia datangi dalam mood apa saja, McDonald’s dan PanciousKai mengacak rambut Kristal dengan gemas. “Boleh.”“Kamu sibuk banget, Mas?” tanya Kristal sambil mendekat pada Kai hingga tubuh mereka bersisian, dan perempuan itu menatap laptop di depan Kai. “Masih banyak nggak kerjaannya?”“Nggak, kok,” jawab Kai untuk dua pertanya
Walau dokter mengatakan biasanya ketika proses kuretase berjalan lancar pasien bisa beraktivitas kembali setelah pulang dari rumah sakit, Kai tetap menganjurkan Kristal untuk beristirahat. Maka di sinilah Kristal, menghabiskan beberapa hari cutinya di rumah.Dalam diam Kai dan Kristal sama-sama sepakat kalau waktu istirahat bukan hanya untuk menyembuhkan diri pasca proses medis tersebut, tapi juga mengistirahatkan mental yang benar-benar lelah.“Kamu nggak ke kantor?” tanya Kristal setelah siang itu mereka tiba di rumah.“Nggak.” Kai menggeleng sambil ikut duduk di sofa, di samping Kristal. “Aku juga cuti.”Kristal mengerutkan keningnya. “Mas, aku nggak apa-apa. Kamu nggak perlu jagain aku 24 jam.”“It’s okay. Kalaupun kamu nggak butuh aku di sini, aku yang butuh kamu, Ta.”Ucapan Kai membuat Kristal terdiam selama beberapa saat. Dengan hati-hati, Kai merengkuh Kristal ke dalam dekapannya.Saat itulah, dari puluhan pelukan yang ia dapat sejak mereka dikabarkan kalau sang calon anak ya
Kristal terbangun karena rasa sakit yang membuat kepalanya juga langsung pusing. Namun, ia menahan diri untuk tidak memanggil siapa pun. Jadi yang ia lakukan hanya berdesis pelan, sepelan mungkin agar Kai tidak terbangun.Kristal bisa merasakan bagaimana Kai tertidur di samping ranjangnya, dengan posisi yang tidak nyaman. Kepalanya terkulai di sisi ranjang yang Kristal tempati dengan kedua tangannya yang menggenggam tangan Kristal.Kristal menelisik ke sekitarnya dan tidak menemukan siapa pun selain Kai. Sebenarnya beberapa jam yang lalu ia sempat terbangun, namun hanya bisa mendengar suara Julia dan Kai yang mengobrol lirih, kemudian ia jatuh tertidur lagi.Kristal mencoba menghela napas dalam-dalam. Tatapannya kini terpaku pada langit-langit kamarnya.“Kak… kok kamu tinggalin Mama sama Papa, sih? Katanya mau ketemu sama Mama sama Papa,” lirihnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.Rasanya masih seperti mimpi saat dokter mengatakan padanya kalau janinnya tidak berkembang dan ha
[Kehamilan Kristal. Minggu kelima.]Kai yang baru pulang bekerja memanggil Kristal, saat ia tidak menemukannya di ruang tengah atau di ruang makan. “Tata?”Karena tidak ada sahutan, Kai berpikir mungkin Kristal ada di kamar. Mengingat akhir-akhir ini istrinya mudah sekali merasa mengantuk.“Mas?”Panggilan itu membuat langkahnya terhenti dan kembali turun dari dua anak tangga yang sudah ia naiki. Matanya menangkap sosok Kristal yang melongok ke arahnya dari teras samping.“Lho, di sini kamu ternyata,” ucap Kai saat menghampiri istrinya dan memeluknya. Kemudian ia mencium kening dan bibirnya seperti biasa. “Ngapain malem-malem di luar?”“Lihatin bintang.” Krista
Hari ini adalah kunjungan rutin Kristal ke dokter kandungan. Dan seperti biasa, Kai tentu menemaninya. Lelaki itu tidak pernah meninggalkan Kristal pergi sendiri di jadwal kunjungan rutinnya.Kristal merasa excited karena hari ini akan menyapa anaknya lewat USG dan mendengarkan apa kata dokter mengenai kandungannya, tapi ada sedikit keresahan yang muncul sejak semalam.Walaupun begitu, ia berusaha baik-baik saja di depan Kai karena tidak ingin membuat suaminya khawatir. Hanya saja usahanya digoyahkan dengan apa yang ia dapati pagi ini.“Sayang.” Panggilan Kai diiringi ketukan di pintu kamar mandi. “Tumben lama? Kamu nggak pingsan, kan?”“Nggak, kok.” Gema suaranya menyamarkan su
“Sayang, kamu belum mau liat-liat baju buat si Kakak?”Pertanyaan Kai membuat Kristal yang tadinya sedang melihat website Sephora untuk request makeuppada Hafi, jadi terhenti karenanya. “Baru tiga bulan, Mas.”“Iya, sih.” Kai mengangguk pelan. “Tapi kayaknya lucu nggak, sih, kalau kita mulai cicil baju bayi?”Kristal terkekeh pelan dan meninggalkan iPad Kai yang tadinya ia pinjam di atas meja.“Mas, baju bayi tuh kepakenya cuma sebentar, lho. Kan, makin lama dia makin gede. Kalau kita beli dari sekarang, nanti yang ada pas Kakak baru lahir, stok bajunya udah hampir setengah baju kita.”Kai yang baru sadar setelah mendengar ucapan Kristal langsung terkekeh malu. Ia menggaruk tengkuknya ya