Kristal benci hari Rabu.
Oh, tentu saja hal itu ada alasannya. Dan sebenarnya Kristal baru membencinya akhir-akhir ini—lebih tepatnya ketika ia menjadi bagian dari Big Screen.
Kristal sudah menyelesaikan pekerjaannya di GPP sejak satu jam yang lalu ia berada di Starbucks yang ada di samping gedung Big Screen. Jam di layar laptopnya baru menunjukkan pukul satu siang, di mana para pegawai biasanya baru kembali dari makan siang.
Kristal sendiri memilih untuk berdiam diri menyiapkan mentalnya sebelum berhadapan dengan Shiana yang seakan-akan ingin mengirimnya ke kerak bumi setiap saat.
Lima belas menit setelahnya, Kristal pun memutuskan memasukkan Macbook-nya ke dalam tas dan berjalan masuk ke gedung GPP. Ketika baru saja menekan tombol lift dan menunggu lift terbuka, aroma Calvin Klein yang sangat ia kenal
“Pokoknya dulu tuh Cessa sama Olla kemana-mana emang bareng, walaupun yang satu itu artis yang satunya model.”Kristal melirik ke arah Tiara yang masih sibuk menceritakan latar belakang Cessa dan Olla. Kristal bersyukur perempuan itu tak menyadari bagaimana shock-nya ia saat ini.“Sebenernya nggak cuma satu atau dua orang yang mempermasalahkan attitude Olla, terutama ke pegawai Big Screen. Tapi ya gitu, laporan-laporan itu mentoknya cuma di manajer dan manajernya juga nggak ngelakuin apa-apa.”“Terus kalau udah begini… mau didiemin aja? Nggak mungkin kan?” Kristal akhirnya buka suara. “Sesayang apa pun Big Screen sama Olla, dua perusahaan udah ngajuin tuntutan kan ke dia.”“Nah, makanya katanya mau ada rapat dadakan dan Pak Kaisar bakal ikut rapat i
“Wah, akhirnya aku bertemu juga dengan istri Kai. Bagaimana rasanya menikmati peran sebagai istri dari mantan kekasih sahabatku? Enak, ya, hidup di bawah bayang-bayang perempuan lain?”Kristal mengepalkan tangannya, menahan diri agar tidak memberi pelajaran pada sosok Olla yang kini tengah berjalan ke arahnya dengan angkuh.“Akhirnya aku bertemu juga dengan sahabat mantan kekasih suamiku,” respons Kristal tidak mau kalah. Ia bersedekap dada sambil menatap Olla dengan sinis.“Setelah Cessa pergi, kamu jadi mau mengambil alih mantan pacar sahabatmu, ya?”Kristal jelas tahu kalau gestur Olla selama di dekat Kai tadi bukan hanya karena dia adalah sahabat mantan terindah Kai. Tapi ia juga mencoba menggoda Kai.Dan hal itu membuat Kri
Ada dua reaksi saat kita sedang sangat emosi, antara langsung menangis atau bahkan tidak bisa menangis sama sekali. Di hari pernikahannya, tentu saja Kristal menangis habis-habisan di mobilnya, dalam perjalanan menuju Pondok Indah.Kali ini, Kristal tidak menangis sama sekali. Hatinya bahkan terasa kebas. Pipinya hanya terasa berdenyut sedikit. Mungkin orang akan berpikir ia memakai blush on satu palet saking merah pipinya.“Kenapa juga aku bisa mencintai lelaki bodoh seperti Kai?” gerutu Kristal sambil membuka pintu mobilnya dengan emosi.Harusnya Kristal masih bekerja sampai pukul enam sore nanti. Tapi mana bisa ia bekerja seperti biasa setelah dipermalukan seperti itu?Kristal pun memilih untuk pergi ke salah satu bakery yang berada di dekat kantor Renjana di daerah Kuningan.
Setelah mencoba menelepon sepuluh kali, Kai akhirnya menyerah dan pergi sendirian ke rumah orangtuanya di daerah Menteng. Kai masih menyiapkan alasan yang mungkin diterima orangtuanya—terutama ibunya, ketika mobil yang ia tumpangi sudah memasuki pelataran rumah Barata.“Cepat sekali rasanya,” gerutu Kai sebal karena ia harus menyiapkan diri dibombardir ibunya mengenai tidak hadirnya Kristal.“Kamu langsung pulang saja,” ujar Kai pada Rangga yang duduk di kursi depan. “Terima kasih untuk hari ini.”Rangga menoleh dan mengangguk sopan. Ketika sopir menghentikan mobilnya, Kai segera turun sambil membuka dua kancing teratas kemejanya. Ia harus mencoba rileks agar orangtuanya tidak semakin curiga dengan ketidakhadiran Kristal saat ini.“Pa, Ma,” panggilnya keti
Lokasi calon kantor baru Aksa ternyata tak jauh dari MouseRabit. Law firm baru Aksa berlokasi di Plaza Eightyeight, persis di sebelah Kota Kasablanka. Dari lelaki itu, Kristal tahu kalau law firm Aksa akan menempati dua lantai di gedung tersebut.“Enak banget, jam makan siang bisa makan di Kota Kasablanka,” komentar Kristal sambil duduk di sofa yang ada di ruangan Aksa.Kantor itu sudah 90% full furnished. Kristal selalu percaya dengan pilihan furnitur Aksa, tapi lelaki itu sejak dulu pasti selalu meminta pendapatnya mengenai kombinasi warna dan tata letak furniturnya.Dulu saat kuliah Aksa kerap kali bertanya entah untuk kamar di rumahnya yang terletak di kawasan Setiabudi atau apartemennya di Depok.“Makanya, kan, makin banyak alasan untuk kamu bergabung denganku
Sepanjang perjalanan pulang, Kai mengabaikan ponselnya yang beberapa kali bergetar. Pasti itu adalah mamanya yang mencari ke mana ia pergi. Padahal biasanya Kai akan pulang paling cepat satu jam setelah selesai makan malam.“Pak Kaisar.” Panggilan sopirnya membuat Kai menoleh dari jendela. “Nyonya Sonya menelepon saya, sepertinya mau bicara dengan Bapak.”“Abaikan saja,” perintah Kai dengan cepat. “Nanti saat saya sampai di rumah, saya yang telepon beliau.”Sang sopir mengangguk lalu kembali menyimpan ponselnya ke saku kemeja batik yang ia kenakan.Saat akhirnya ia sampai di rumahnya, Kai hampir saja segera berlalu saat sopirnya memanggilnya.“Pak, ini makanannya mau ditaruh di mana?”
“Kamu udah sampai rumah?”“Udah.” Kristal menjawab sambil menatap figura yang tadi sempat dipegang Kai, fotonya dengan Aksa saat wisuda S1 mereka dulu. “Makasih ya buat traktiran hari ini.”“Anytime, Princess.”Kristal tertawa kecil mendengar panggilan yang sudah lama tak ia dengar dari Aksa. Hanya Aksa yang berani memanggilnya ‘Princess’ karena orangtuanya memang cukup memanjakannya seperti seorang putri.“Ya udah, kamu istirahat gih. Thanks for today ya, Sa.”“Kamu juga istirahat ya, Ta. Good night, have a nice dream.”Setelah panggilan tersebut berakhir, Kristal pun merebahkan tubuhnya di ranjang dan memejamkan mata
“Mukamu kenapa merah begitu?”Kristal langsung merengut mendengar pertanyaan Hafi. “Merah gimana?”“Kamu demam?” Hafi menempelkan punggung tangannya di kening Kristal selama beberapa saat. “Tapi nggak panas.”“Aku nggak demam,” kilah Kristal.“Habis dicium Kai, ya?”“WHAT?!”“Ssst!” Hafi menjitak kening Kristal dengan kesal dan gemas. “Apaan, sih? Berisik banget.”“Kamu nggak usah ngomong aneh-aneh makanya!” seru Kristal kesal sambil mendorong troli belanjaan mereka dengan cepat.Hari ini jadwal kerja Kristal untungnya hanya mem