“Bukankah sudah pernah aku katakan padamu? Jaga anakku baik-baik! Tapi apa yang kamu lakukan, hah? Kamu malah membunuhnya, kamu sengaja menabrakkan dirimu ke mobil itu, Belvina!”“Lalu kenapa?” Belvina mencengkeram selimut kuat-kuat. Napasnya memburu. “Aku sama sekali tidak menginginkan janin itu. Dia hanya akan menjadi penghalang dalam hubunganku dan Archer kalau dibiarkan lahir. Kita sudah—”Kalimat Belvina seketika terhenti, matanya membelalak penuh ketakutan, tangannya mendadak tremor. “A-Archer?” gumamnya terbata-bata.Di ambang pintu yang baru saja terbuka, Archer berdiri dengan ekspresi mengerikan, matanya menatap penuh amarah. Ia melangkahkan kakinya ke arah ranjang tanpa melepas tatapan tajamnya dari Belvina.“Benar janin itu bukan anakku?” Suara Archer terdengar dingin, yang mampu membekukan Belvina yang mendengarnya.Belvina menggeleng cepat, air matanya tiba-tiba meleleh deras. “Archer, aku mohon, dengarkan aku dulu. Apa yang barusan kamu dengar nggak seperti yang—”“Jawab
Tak hanya ada Nicko dan Leica di depan ruang operasi itu. Melainkan ada Xavier, Noah dan juga Nolan. Hanya Kanaya yang tidak ada. Putri kedua keluarga Ferlando itu sedang menjalani perannya sebagai koas di salah satu rumah sakit yang ada di Surabaya.Archer dengan wajah menegang dan pucat, baru saja menghentikan langkahnya tak jauh dari keluarga mertuanya itu. Raut wajah mereka tampak mendung, Leica masih terisak di pelukan Noah. Nicko duduk tenang, tapi Archer yakin hati mertuanya itu tak benar-benar tenang.Di samping Leica, Xavier duduk dengan kedua siku bertumpu pada lutut, kepalan tangannya bergetar, darah yang mengering di tangan dan kemeja putihnya seolah menandakan kalau dirinyalah yang sempat memangku tubuh Feli. Lalu Nolan, laki-laki itu berdiri menyandarkan kepala ke tembok sambil memejamkan mata.“Apa yang terjadi?” lirih Archer. Hanya tiga kata itu yang mampu terucap dari sepasang bibirnya.Semua mata langsung tertuju kepadanya. Archer bisa merasakan tatapan kebencian dar
“Aaarrghhh!!!”Kepalan tangan itu membentur dinding, berkali-kali. Pemilik tangannya seolah ingin melampiaskan semua perasaan kacaunya pada dinding tak bersalah itu. Bahkan, dia tidak sadar cairan merah sudah mengaliri jari jemarinya yang panjang dan kokoh.Pilihan yang sulit. Sangat sulit. Ayah mertuanya memberi pilihan yang dua-duanya akan berujung pada jurang, yang tak pernah Archer bayangkan sebelumnya akan terjun ke sana.Napas Archer tersengal. Ia menurunkan tangan kanannya, tetes demi tetes darah dari ujung jarinya terjatuh ke lantai toilet.Dibodohi dan ditipu wanita yang bertahun-tahun telah ia jaga sepenuh hati. Lalu kini mendapati kenyataan calon anaknya telah gugur. Dan terakhir, ia dipaksa untuk menceraikan istrinya. Semuanya terjadi dalam waktu bersamaan, seolah-olah Tuhan sedang menimpakan hukuman kepadanya sebagai balasan dari apa yang telah ia lakukan pada Feli selama ini.Tidak, pikirnya. Dia tidak akan pernah menceraikan Feli apapun yang terjadi. Tangan Archer kemba
“Maaf, Tuan, tapi mulai hari ini Anda tidak bisa menempati ruangan ini lagi.” Tampak kerutan di kening Archer ketika ia mendengar ucapan tak masuk akal itu. Ia lantas berbalik badan menghampiri meja Arinda. “Apa maksudmu?” Suara dingin itu membuat Arinda semakin menunduk. Jari jemarinya yang terasa dingin saling bertaut di depan tubuhnya. “Katakan kenapa kamu melarangku untuk masuk?!” seru Archer dengan penuh emosi. Tubuh Arinda berjengit kaget. “Ka-karena… mulai hari ini… Jabatan CEO Tiger Corp sudah diambil alih, Tuan.” “Apa?” Archer tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. “Siapa yang melakukannya?” Arinda memejam sejenak sembari mengambil napas dalam-dalam, lalu menjawab, “Dewan Komisaris, Tuan. Saya tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi, tapi tadi pagi-pagi sekali para komisaris mengadakan rapat tertutup, lalu tidak lama setelah itu semuanya mendadak berubah. Pengumuman pergantian CEO sudah tersebar di website dan media sosial perusahaan. Itu sebabnya kami… tidak bisa… meng
Bau obat-obatan bercampur aromaterapi beraroma rose, menyapa indra penciuman Feli ketika kelopak matanya terbuka. Tak butuh waktu lama baginya untuk menyadari bahwa saat ini berada di ruang perawatan rumah sakit.“Ma?” lirih Feli saat mendapati ibunya duduk di kursi, di samping ranjang.Kelopak mata Leica seketika terbuka. Ia terkejut sekaligus senang dalam waktu bersamaan kala melihat Feli sudah siuman di hari kedua ia dirawat."Sayang, apa yang kamu rasakan sekarang? Mana yang terasa sakit?" Leica tak mampu menyembunyikan kekhawatiran yang tergambar di wajahnya.Feli terdiam. Lalu menggeleng lemah dan bergumam, "Aku juga nggak tahu apa yang aku rasakan sekarang, Ma." Mata Feli mengerjap pelan, menatap sang ibu dengan tatapan lemah. "Tapi kayaknya nggak ada yang sakit deh."Tangan Leica terulur, menyingkirkan helaian rambut Feli dari dahinya dengan lembut. “Kenapa tidur terlalu lama, hem?” Mata Leica memicing sembari meraih tangan hangat Feli dan menggenggamnya. “Kamu sudah bikin Mam
Kedua pria yang sama-sama gagah dan tampan itu duduk saling berhadapan. Saling tatap dengan sorot mata yang berbeda. Nicko dengan perasaan marahnya. Axl dengan perasaan bersalahnya yang tak dapat ia jabarkan dengan kata-kata semenyesal apa ia atas perlakuan putranya. “Kami sudah berhasil meringkus keempat orang tersangkanya, Tuan,” ucap asisten pribadi Axl yang baru saja menghampiri mereka. Axl memutus kontak matanya lebih dulu, lalu mendongak pada pria berjas hitam bernama Matheo di sampingnya itu. Pria yang masih setia mendampinginya meski usianya tak lagi muda. Namun, kemampuan Matheo dalam bertarung, memecahkan masalah dan me-manage apapun yang berkaitan dengan pekerjaan Axl, tak usah diragukan lagi. “Siapa mereka?” tanya Nicko dengan tak sabaran, bahkan membuat Axl yang sudah membuka mulut untuk bicara, langsung mengatupkan mulutnya lagi. Matheo mengalihkan tatapannya ke arah Nicko. “Mereka orang suruhan Vandalas.” “Vandalas?” Axl mengerutkan kening. “Bukannya itu kelompok ma
Pria berpakaian casual itu menenteng sebuah paper bag. Ia menyempatkan diri untuk menghela napas berat. Sebelum kemudian memasuki sebuah toko tempat penjualan barang-barang bekas.Sial.Harga dirinya benar-benar jatuh sejatuh-jatuhnya. Ia yang tak pernah pusing memikirkan uang, kini malah berurusan dengan hal-hal yang menurutnya sangat memalukan, seperti menjual barang pribadinya.Tidak ada yang bisa dimintai tolong untuk melakukan ini. ART, satpam dan sopir semuanya sudah beralih ke mansion orang tuanya. Mereka dilarang untuk bekerja dengannya. Sedangkan Dewi—baby sitter Kimberly, sudah pindah ke rumah Nicko.“Kondisi barangnya masih bagus.” Archer mengeluarkan dua koleksi jam tangan branded-nya dan sepatu pantofel impor. “Baru saya pakai sekitar….” Ia berpikir sejenak. “Dua atau tiga kali.”Pria tua berwajah khas Negeri Bambu itu memakai kacamatanya, dengan wajah miring-miring dia mengamati setiap inci jam tangan dan sepatu tersebut. Kemudian tercengang.“Ini asli! Original!” seruny
Ternyata begini rasanya. Ketika seorang ayah tidak memiliki uang tapi ingin sekali membahagiakan putri tercintanya. Ia tidak memikirkan bagaimana kehidupannya ke depan dengan uang yang pas-pasan, yang terpenting untuk saat ini adalah kebahagiaan Kimberly.Jadi Archer mengiakan saja apapun keinginan anak itu. Membeli berbagai macam mainan. Makan di restoran kesukaan Kimberly. Dan menghabiskan waktu di tempat bermain anak-anak yang ada di salah satu mall terkenal.Kedua tangan Archer penuh oleh paper bag. Sementara dirinya pun harus menggendong anak itu di pangkuannya. Itu tak masalah. Menghabiskan waktu bersama dari siang hingga sore membuat hatinya terasa bahagia.“Papi mau ikut pulang ke rumah grandpa, ‘kan?” Kimberly duduk di pangkuan Archer saat taksi sudah melaju menuju rumah Nicko.Archer memandangi iris hazel Kimberly dalam-dalam. Mata itu mengingatkannya pada mata Feli. Dan setiap kali mengingat Feli, sudut hati Archer selalu terasa nyeri dan sesak.“Nggak, Sayang. Papi harus b