Besok (hari Sabtu) aku libur update ya :) sampai ketemu lagi hari Minggu.
Feli melangkah memasuki kamar, ia lihat suaminya tengah berdiri di depan jendela besar, sedang memandang ke arah laut di luar sana. Pria tampan itu terlihat gagah dengan tuksedo hitamnya.“Kenapa melamun? Kamu sedang mikirin sesuatu?” tanya Feli seraya memeluk Archer dari belakang.Archer tak langsung menjawab. Helaan napasnya terdengar berat. Ia memutar badan, menatap Feli dan balas memeluk pinggangnya.“Aku masih merasa kalau hari ini adalah mimpi, Sunshine,” ucap Archer dengan suara rendah.Feli berjinjit, mengecup bibir Archer, terkekeh. “Gimana? Sudah bangun dari mimpinya sekarang?”Archer tertawa. Lalu memeluk Feli dan menumpukan dagu di bahu perempuan yang memakai dress hitam berlengan panjang itu.“Rasanya baru kemarin aku pulang ke rumah dan disambut anak kecil, yang manja dan selalu merajuk kalau aku nggak kasih apa yang dia mau,” ujar Archer, mengenang masa lalu yang berlalu begitu cepat.“Sekarang anak kita sudah dewasa dan akan membangun rumah tangganya sendiri,” timpal F
Kimberly menunggu kedatangan Malik dengan perasaan tak karuan. Di satu sisi ia ingin segera bertemu dan menghabiskan waktu dengan pria yang sudah menjadi suaminya itu. Namun di sisi lain, Kimberly merasa malu dan salah tingkah setiap kali ada di hadapan Malik.Acara baru selesai satu jam yang lalu. Malik langsung membawanya ke vila ini yang dikhususkan untuk mereka berdua. Kimberly sudah selesai mandi dan memakai pakaian tidur, tapi Malik masih belum kembali ke kamar setelah dipanggil Papi Archer untuk mengobrol.Untuk menghilangkan rasa bosan, Kimberly rebahan di kasur sembari mengecek ponsel. Banyak pesan masuk ke berbagai sosial medianya, berisi ucapan selamat atas pernikahannya dengan Malik.Dari sekian banyak notifikasi, hanya satu yang sangat menarik perhatian Kimberly; Malik ‘menyebutnya’ di postingan terbarunya!“Aaack!” pekik Kimberly, langsung terbangun, duduk.Luar biasa bahagianya saat ia melihat postingan terbaru Malik di instagramnya, yaitu foto candid Kimberly sedang te
Entah sejak kapan, suara deburan ombak tidak lagi menarik bagi Kimberly. Atau lebih tepatnya, ia lupa akan segala hal. Perhatian dan fokusnya tersita habis oleh lelaki di atasnya yang kini tengah menjelajahi bibirnya dengan liar.Kimberly memeluk punggung Malik, dan Malik membalasnya dengan dekapan erat seraya memperdalam pagutannya.Andai saja Malik tak ingat mereka membutuhkan oksigen untuk bernapas, ia tak akan pernah memberi jeda pada tautan bibir mereka.“Boleh aku melakukannya sekarang, Sayang?” bisik Malik dengan napas terengah, menempelkan dahinya di dahi Kimberly.Kimberly menelan saliva. Ia tentu tahu ke mana arah pertanyaan Malik. Jemarinya mencengkeram punggung pria itu dan menjawab lirih, “Aku takut.”“Apa yang kamu takutkan, hem?”“Nggak tahu.”Malik terkekeh pelan. Ia menatap bibir Kimberly yang sedang digigit bagian bawahnya, terlihat sekali jika perempuan itu sedang gugup.Lantas Malik menunduk, mengecupnya hingga Kimberly berhenti menggigit bibirnya sendiri. “Nggak a
Kimberly memekik saat ia turun dari ranjang. Itu membuat Malik—yang baru saja memejamkan mata, sontak terbangun dan duduk.“Kenapa? Ada sesuatu?” tanya Malik, khawatir. Lenyap sudah rasa ngantuk yang semula menyerangnya.“Aku mau jalan ke kamar mandi, tapi kenapa rasanya itu aku sakit sekali?” keluh Kimberly sembari meringis.Malik menatap Kimberly dengan penuh rasa bersalah, tangannya menyingkap helaian rambut Kimberly yang beberapa saat lalu sempat dibanjiri keringat.“Maafkan aku ya,” tutur Malik, lembut. “Gara-gara aku kamu jadi sakit, tapi cuma sekarang saja kok, besok-besok sakitnya akan hilang.”“Ng-nggak! Kamu jangan meminta maaf karena kamu nggak bersalah. Sekarang antar aku ke kamar mandi,” rajuk Kimberly seraya mengangkat kedua tangannya, memberi kode agar Malik memapahnya.Malik tersenyum dan mengerti apa keinginan istrinya itu. Dengan sigap ia turun dari ranjang.“Aaah…! Pakai dulu celana kamu!” pekik Kimberly seraya memalingkan wajah ke arah lain, pipinya seketika beruba
Nyatanya, penampilan seperti perempuan tomboy tidak menghilangkan kecantikan alami Kimberly.Banyak pasang mata para lelaki yang menatapnya lebih dari dua kali. Dan sebagai sesama lelaki, Malik tahu apa arti tatapan mereka.Maka dari itu Malik tidak melepaskan tangannya yang merangkul pinggang Kimberly dengan posesif selama mereka berjalan menyusuri pantai. Seolah-olah Malik ingin menegaskan kepada siapapun yang melihat mereka, bahwa perempuan berambut pirang sepanjang dada itu adalah miliknya.Sesekali Malik mengecup puncak kepala Kimberly. Lalu menutupi kepala perempuan itu dengan kupluk hoodie-nya.“Begini lebih terlindungi.” Dari pandangan pria lain, lanjut Malik dalam hati sembari tersenyum miring.“Iya, kamu bener, anginnya ternyata cukup kencang kalau sore. Kupluk ini lumayan bisa melindungi kepala aku,” celoteh Kimberly sambil menendang-nendang pasir yang ia lewati.Wajah kecilnya tenggelam dalam kupluk yang agak besar itu, membuat Malik tersenyum geli melihat istrinya yang be
Setelah menghabiskan waktu selama tiga hari setelah menikah di Bali—yang sebenarnya lebih banyak dihabiskan di kamar, Malik dan Kimberly pun kembali ke Jakarta siang ini.Kabar pernikahan mereka sudah menyebar di berbagai media meski acara di Bali digelar secara privat. Banyak fans Malik yang penasaran akan siapa sebenarnya sosok yang menjadi istrinya itu.Postingan terakhir Malik pun—gambar Kimberly yang diambil dari samping, dibanjiri ribuan komentar. Ada yang mengucapkan selamat atas pernikahan mereka, ada pula yang memuji kecantikan Kimberly, dan tak sedikit yang mengemukakan rasa kecewa mereka karena Malik pensiun dari dunia balapan.“Kamu nggak menyesal udah berhenti balapan dan nikah sama aku, ‘kan?”Malik yang baru saja menutup pintu mobil yang akan mengantar mereka pulang dari bandara Soekarno Hatta, langsung mengerutkan kening kala mendengar pertanyaan random Kimberly yang duduk di sampingnya.“Kenapa nanyanya kayak gitu, hem? Jangan suka nanya yang aneh-aneh,” jawabnya semba
“Malik! Ini mini zoo buat aku?!”“Iya, aku sengaja menyiapkan tempat ini untuk bikin mini zoo buat kamu,” jawab Malik dengan tenang, yang entah didengar Kimberly atau tidak.Sebab perempuan itu langsung berlari-lari kecil memasuki mini zoo yang dikelilingi pagar papan kayu coklat yang tampak estetik.Malik mengulas senyum, kedua tangannya terlipat di dada seraya memperhatikan Kimberly yang terlihat ceria. Padahal barusan perempuan itu menggerutu dengan bibir merengut, karena mengeluhkan salah satu bagian tubuh sensitifnya yang terasa sakit.Area mini zoo itu tidak terlalu luas dan belum terisi binatang peliharaan. Namun sudah siap huni. Hati Malik terasa menghangat karena usahanya tidak sia-sia. Kimberly terlihat sangat menyukai gagasannya ini.Sementara itu, Kimberly seakan lupa pada kehadiran Malik. Ia antusias melihat satu persatu area kebun binatang tersebut.Di sudut kiri ada
Kedua telapak tangan Malik memeluk punggung Kimberly, lantas ia menarik tubuh ramping itu dan mengeratkan pelukannya. Dalam sekejap mata ia berhasil mendudukkan Kimberly di atas kitchen island.Pagutan yang semula lembut itu kini berubah menjadi kasar dan liar. Napas Malik terasa memburu. Tangannya bergerak nakal dan dengan cekatan ia mulai melepas kancing kemeja hitam yang dikenakan sang istri.“Tunggu!”“Ada apa?” Malik merasa kehilangan saat Kimberly tiba-tiba menjauhkan wajahnya. “Kenapa, hem?” tanyanya sekali lagi.“Kamu belum bawa aku ke lantai tiga. Ada apa di sana?” tanya Kimberly penasaran.Wajah Malik yang semula tampak sedikit frustrasi, seketika berubah cerah dan tersenyum lebar. Dengan perlahan ia menurunkan Kimberly lalu mundur selangkah.“Dengan senang hati, aku akan membawamu ke tempat yang paling inti di rumah ini.” Senyuman Malik berubah sedikit nakal.Kimberly mengerjap, tak percaya jika Malik yang agak kaku dan dingin itu bisa tersenyum smirk seperti barusan. Ia pu
Setelah hampir empat jam mengasuh putra dan putrinya, Malik akhirnya bisa bernapas lega saat bertemu lagi dengan Kimberly. Raut muka istrinya itu tampak lebih cerah dan ceria. Sepertinya Kimberly sudah tidak badmood lagi gara-gara Malik berfoto dengan Yoana tadi.“Gimana anak-anak? Mereka rewel nggak?” Kimberly mengambil alih anak perempuan berpipi chubby dari pangkuan Malik.“Rewel sih nggak, tapi yah… cukup membuatku berkeringat.” Malik tersenyum dan mengedikkan bahu.Kimberly mengamati suaminya sesaat, lalu tertawa karena penampilan pria itu tampak acak-acakan. Ia mengecup pipi Malik dan berkata, “Terima kasih udah kasih aku waktu buat me time.”Malik mengerjap dan memegangi pipinya sambil bergumam, “Kita harus pulang sekarang, Sayang.”“Kenapa? Kan belum beli susu buat Timur di supermarket.”“Malam ini kita titipin anak-anak di Mami sama Papi aja, ya? Besok kita ambil lagi mereka pagi sebelum aku—Oke oke! Nggak jadi, aku cuma bercanda,” ralat Malik dengan cepat saat Kimberly mencub
Empat tahun kemudian.“Eh? Bukannya dia mantan pembalap itu, ‘kan?”“Iya, Jeng, yang kemarin ramai dibahas sama hampir semua orang tua murid itu, Jeng.”“Anaknya beneran sekolah di sini?”“Iya.”“Yang bener? OMG! Kita bakalan ketemu dia terus dong! Ganteng banget ya Tuhan.”“Itu kalau setiap hari dia antar jemput anaknya.”“Eh! Emang setiap hari tauk! Kalian berdua aja yang baru lihat. Pagi dan siang dia selalu antar jemput.”“Duh, suami idaman banget sih…. Beruntung banget yang jadi istri dia. Udah ganteng, kaya, perhatian sama anak, lagi. Ya Tuhan, mau yang begini satu aja, please.”Malik menghela napas berat. Ia tidak bermaksud menguping pembicaraan tiga atau empat wanita—entah yang pastinya berapa orang karena Malik tidak begitu memperhatikan—yang sedang membicarakan dirinya, tapi suara mereka terlalu jelas di telinga Malik, sehingga mau tidak mau ia harus mendengarkan dirinya menjadi bahan gosip ibu-ibu.Sudah satu minggu Timur masuk sekolah ke playgroup. Setiap hari Malik selalu
“Sayang! Gimana kondisi kamu? Apanya yang sakit?!” tanya Malik dengan raut muka menegang sambil berlari menghampiri ranjang yang ditempati Kimberly. “Perut aku sakit… pinggang aku juga panas.” Kimberly meringis kesakitan. Namun ada yang berubah dalam sorot matanya, ia seolah-olah merasa lega dan aman setelah melihat kedatangan suaminya. Malik merundukan badan, memeluk Kimberly dan mengecup keningnya berkali-kali. Ia berbisik, “Sabar, ya. Maaf aku terlambat.” “Bau!” Malik terkejut saat Kimberly mendorong dadanya. “Eh? Kenapa? Siapa yang bau?” “Kamu,” jawab Kimberly seraya menggigit bibir bawah, menahan rasa sakit yang kembali menyerang dan rasanya tak tertahankan. “Kamu bau debu.” “Ah, ini….” Malik menggaruk tengkuk dan menghidu tubuhnya sendiri. “Barusan aku naik motor, Sayang. Soalnya di jalan macet banget, nggak mungkin bisa sampai dengan cepat kalau aku tetap pakai mobil,” jelasnya sambil menggenggam tangan sang istri. “Apa perlu aku ganti baju dulu? Tapi aku nggak bawa baju c
7 bulan kemudian.“Kakak, jangan lupakan aku. Aku juga adik kamu, adik yang paling ganteng!”“Diam!” Kimberly menjauhkan wajah Ernest dari hadapannya. “Kamu ngehalangin pemandangan aku tahu nggak?”Ernest cemberut.Kemudian Kimberly tersenyum lebar pada bayi berusia 4 bulan yang baru saja membuka mata, di atas kasur yang ia dan Ernest duduki.“Selamat siang Cheryl! Adiknya Kakak yang paling cantik! Nyenyak banget tidurnya ya?” goda Kimberly dengan nada bicara khas anak-anak.Cheryl tersenyum. Dia berguling sendiri hingga tengkurap.“Ugh! Jangan percaya sama kelembutan kakak kita, Dek, aslinya dia itu cerewet dan galak. Kamu kalau sudah besar nanti pasti jadi bahan omelan dia—auwh!” Ernest tiba-tiba mengaduh saat Kimberly menjewer telinganya.“Diam,” bisik Kimberly dengan kesal. “Jangan meracuni otak bayi dengan omongan kamu yang negatif itu ya!”“Aku ‘kan bicara apa adanya,” gumam Ernest sembari mengusap-usap telinga.Kimberly mendelik pada Ernest, lalu kembali tersenyum lebar pada Ch
“Gimana perasaan kamu?” bisik Malik seraya mengelus pipi Kimberly dengan lembut.Kimberly terdiam. Harusnya ia yang bertanya seperti itu kepada Malik.Detik berikutnya, Kimberly tersenyum lebar, tangannya mengusap-usap perut dan berseru riang, “Anak kita sepertinya senang banget, Babe! Dia bikin perasaan aku jadi makin bahagia setelah lihat kamu ngendarain motor balap barusan!”“Benarkah?” Malik ikut tersenyum lebar.Kimberly mengangguk cepat. Ia langsung melompat ke pelukan Malik, melingkarkan tangan di leher pria yang masih memakai baju balapan yang dulu sering dia pakai. Malik terlihat tampan sekali dengan baju itu, mengingatkan Kimberly akan kebersamaan mereka sebelum menikah.“Terima kasih, ya! Aku jadi rindu nonton kamu balapan.” Kimberly terkekeh, suaranya terdengar teredam karena bibirnya terbenang di pundak Malik. “Kalau kamu? Gimana perasaan kamu sekarang?”“Perasaanku?” ulang Malik.“Hm-hm. Apa barusan bisa mengobati kerinduan kamu sama balapan?”“Iya.” Malik bergumam dan m
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 23.25 waktu Andorra. Kimberly merebahkan tubuhnya di kasur berseprai abu tua. Matanya menatap plafon putih dengan penerangan lampu warm white.Mereka baru saja tiba di Andorra pukul 18.30 waktu setempat. Perjalanan ini atas inisiatif Kimberly yang mengidam ingin tidur di kamar Malik, di rumahnya yang ada di Andorra. Setelah mendengar keinginan istrinya, Malik langsung memesan tiket pesawat.“Ternyata begini rasanya ada di kamar kamu.” Kimberly terkekeh dan melirik Malik yang baru saja selesai memindahkan semua pakaian mereka dari koper ke dalam lemari.Tadi Kimberly berniat membantu, tapi Malik melarangnya dan malah menyuruhnya untuk istirahat.“Gimana rasanya? Aneh?” Malik melepas kaos putihnya dan menghampiri ranjang.“Nyaman banget!” Kimberly meringis, ia mengangkat kedua tangan ke atas untuk menyambut Malik yang baru saja menaiki ranjang dan memeluknya. Tangan Kimberly mengalung di leher Malik.Ia sempat menahan napas dengan jantung berdebar-deb
“Tunggu! tunggu! Mami nggak salah dengar, ‘kan? Kamu… hamil?”Kimberly mengangguk cepat berkali-kali sembari tersenyum lebar.Feli tercengang. Ia dan Archer saling tatap satu sama lain dengan tatapan terkejut. Lalu detik berikutnya keduanya sama-sama menghela napas lega dan tertawa.“Ya Tuhan, terima kasih… Mami senang sekali dengarnya, Sayang!” ucap Feli dengan mata berbinar-binar dan memeluk Kimberly. “Pantas saja akhir-akhir ini Mami ngerasa ada yang berbeda sama kamu.”“Oh ya? Mami bisa ngelihat perubahan aku? Kok aku nggak?”“Mami ini ibu kamu, Kim. Selama dua puluh satu tahun tinggal bareng-bareng, masa Mami nggak bisa menyadari sesuatu yang berbeda sama kamu?” Feli terkekeh kecil, tangannya menepuk-nepuk punggung Kimberly. Ekspresi wajahnya terlihat cerah, secerah langit siang ini di luar sana. Walau air matanya tampak menggenang, tapi itu adalah tangis kebahagiaan.“Mami kok nangis?” tanya Kimberly sesaat setelah pelukannya terlepas. Ia cemberut seraya menangkup pipi sang ibu.
Gimana kalau sekarang Malik sedang mencari kesenangan di luar karena keadaan di rumah tidak membuatnya nyaman?Satu pertanyaan itu tiba-tiba membuat Kimberly menegakkan punggung. Wajahnya menegang. Air matanya seakan tak ingin berhenti mengalir saat membayangkan Malik melampiaskan kekesalannya dengan menghabiskan waktu bersama wanita lain.“Kamu jahat!” Kimberly menangis sambil membenamkan wajah di atas lutut. “Kamu main pergi begitu aja tanpa memikirkan perasaanku!”Setelah cukup lama menangis sendirian hingga ruangan kamarnya berubah gelap karena sudah memasuki malam, Kimberly akhirnya mandi supaya pikirannya lebih jernih.Dua puluh menit kemudian, ia sudah berganti pakaian dan tubuhnya terasa segar, tapi pikirannya tetap saja kacau. Kimberly mencoba menghubungi Malik lagi, tapi berakhir sia-sia.“Non Kimmy, mau makan malam, Non? Makanannya sudah siap di meja,” ujar Bik Nining yang menghampiri kamar Kimberly.Kimberly menggeleng lesu. “Aku nggak lapar, Bik. Nanti saja makannya.”“No
“Sayang, aku pulang!”Mendengar seruan Malik, secara spontan Kimberly terbangun dan menaruh remote di meja. Lalu ia bergegas menyongsong Malik ke pintu utama dengan langkah-langkah cepat.“Kamu bawa nasi lemaknya?” tanya Kimberly dengan mata berbinar-binar.“Bawa dong. Nih!”Kimberly tersenyum lebar saat Malik menunjukkan bingkisan di tangannya. Ia langsung merebut bingkisan tersebut. “Terima kasih!” serunya, ceria.Tepat saat Malik akan mengecup bibir Kimberly—sesuatu yang selalu Malik lakukan setiap kali pulang ke rumah, Kimberly tiba-tiba melesat pergi, membuat bibir Malik tidak punya tempat untuk berlabuh.“Hey! Kenapa pergi begitu aja?” protes Malik, yang tak ditanggapi Kimberly. Malik hanya menghela napas pasrah, lalu melangkah masuk mengikuti sang istri.Kimberly terlihat sedang menghidu aroma nasi lemak yang masih terbungkus. Malik tersenyum, lalu mengambil piring bersih dan menaruhnya di meja.“Ini pasti kerjaan kamu nih, Mama kamu senang banget cuma dapat nasi lemak doang,”